Brilio.net - Keterbatasan fisik bukan sebuah halangan untuk berkarya dan menyerah pada keadaan. Kondisi itulah yang dibuktikan Zahwa Rahmawati, penyandang disabilitas tunarungu yang menekuni usaha batik sejak setahun lalu.

Tangan siswi kelas 1 SMP ini begitu lihai menggoreskan canting ke lembaran kain putih sesuai pola rangkaian bambu yang sudah dibentuk sebelumnya. Jari-jarinya dengan luwes mencelupkan ke lilin yang dipanaskan dalam sebuah tungku api dan ditulis pada lembar kain putih di depannya.

Zahwa © 2019 brilio.net


Gadis berusia 13 tahun ini bisa duduk seharian penuh menggambar motif batik di rumahnya yang berada di Kota Bekasi. Selain di rumahnya, Zahwa juga sesekali bolak-balik melakukan aktivitas mencanting di Koperasi Kombas (Komunitas Batik) yang merupakan produsen asli batik Kota Bekasi.

Zahwa © 2019 brilio.net

"Batik hasil cantingan Zahwa ini sudah banyak dipakai di Bekasi, terutama pegawai-pegawai Pemkot Bekasi. Pasarnya masih di sekitar Bekasi, sudah banyak pesanan dari beberapa pihak," ujar ibunda Zahwa, Yati Rusmiati, dalam siaran pers yang brilio.net terima, Jumat (26/4).

Sejumlah motif batik memang butuh waktu pengerjaan yang cukup lama, bahkan hingga satu minggu untuk 1 lembar kain batik. Meski belum sepopuler daerah pembatik lainnya, batik khas Bekasi memiliki corak yang khas dengan warna cenderung cerah. Setidaknya, saat ini ada 12 pakem batik khas Kota Patriot tersebut. Beberapa motif yang cukup banyak peminatnya antara lain motif bambu, teratai, ikan, rumah adat, golok, hingga Gedung Juang. Proses pembuatan Batik Bekasi juga tak berbeda dengan daerah lain.

Zahwa © 2019 brilio.net

"Zahwa ini kan ikut komunitas Kombas, ada beberapa pembatik lainnya yang difabel. Kebetulan pemerintah Kota Bekasi sangat mendukung, respon pasarnya juga bagus. Sejauh ini cukup laris. Ada yang pesan sampai ribuan lembar," tambah Sri Sunarti, Pengurus Kombas yang juga guru membatik Zahwa dan sejumlah difabel lain di komunitas tersebut.

Menurutnya, sebelum mahir membatik seperti sekarang ini, Zahwa sempat menggeluti pelatihan membatik selama beberapa bulan. Dirinya membebaskan Zahwa membuat motif sesuai inisiatifnya sendiri. Beberapa motif anyar bisa dikreasikan Zahwa dari pakem-pakem motif batik khas Bekasi.

Zahwa sendiri satu dari sekian banyak pembatik difabel yang berkarya di Kombas. Batik-batik goresan tangan anak-anak muda ini ditampung dalam koperasi dan dipasarkan secara komunal baik secara online maupun penjualan langsung di toko yang sekaligus jadi workshop yang berada di salah satu ruko di Bekasi Town Square.

"Melalui Rumah Kreatif BUMN, BNI telah memberikan bantuan. Untuk promosi batik Bekasi sangat terbantu karena bisa beberapa kali ikut pameran-pameran UMKM dari BNI," ungkap Sri.

Zahwa bersama difabel lainnya yang juga penyandang tunarungu Fairuz, berkolaborasi dengan Akeylanaraya Alyandina atau Akey (9) yang merupakan desainer cilik. Hasil kolaborasi nya bisa dilihat di Pameran Kerajinan terbesar di Indonesia saat ini, yaitu INACRAFT.

Akey dan Ibunya memang aktif sebagai anggota Rumah Kreatif BUMN (RKB) Binaan BNI di Bekasi, Jawa Barat. Sebagai mitra RKB BNI ini pula lah yang membawanya beruntung berjumpa dengan Presiden Republik Indonesia Joko Widodo dan Ibu Negara Iriana Joko Widodo pada pembukaan INACRAFT 2019. Batik tulis karya Zahwa sendiri dijual bervariasi, tergantung tingkat kesulitan motif, dari mulai Rp 80.000 hingga Rp 100.000 per meternya.