"Jam 07.00 itu udah ada cuma belum kelihatan semua, baru jam 08.00 terang semua. Kalau sore, itu dari piringan gunung sebelah sana terus terbenam di jam 16.30," ungkap Robi saat ditemui brilio.net di rumah pribadinya awal Januari 2024 lalu.

liputan desa wotawati © 2024 brilio.net

foto: brilio.net/nadhifah

Ternyata, ada alasan masuk akal untuk menjelaskan fenomena "matahari terbit jam 8 pagi" ini. Nabhan Mudrik Alyaum, pemuda alumni Universitas Gadjah Mada jurusan Geografi dan Ilmu Lingkungan menjelaskan fenomena unik tersebut.

liputan desa wotawati © 2024 brilio.net

foto: brilio.net/nadhifah

"Bukan matahari terbit lebih akhir, tapi lebih ke "desa" ini tertutup bukit," ungkapnya lebih lanjut saat dihubungi brilio.net.

Ya, secara geografis, Dusun Wotawati diapit bukit di sebelah barat dan timur. Nabhan pun menambahkan, selain mendapatkan sinar matahari lebih pendek dibandingkan tempat-tempat lain, Dusun Wotawati akan terasa lebih sejuk lantaran tempatnya lebih lembap. 

Fenomena sinar matahari yang lebih singkat ini juga memberikan dampak di kehidupan sehari-hari warga setempat.

"Ya, kalau ngejemur baju jadinya cuma bisa beberapa jam saja. Terus kalau pergi juga diusahain sebelum jam 4 sudah sampai rumah. Karena jalannya sehabis itu kan sudah gelap," ucap Ponijem (63), salah seorang wanita warga setempat yang ditemui brilio.net.

liputan desa wotawati © 2024 brilio.net

foto: brilio.net/nadhifah

Aktivitas sehari-hari penduduk Dusun Wotawati yang kebanyakan petani pun terdampak fenomena tersebut. Sinar matahari yang waktunya lebih pendek memengaruhi pemilihan jenis tanaman yang ditanam. Terlebih lahan pertanian yang ada di Dusun Wotawati berupa tegal, bukan sawah yang kaya akan kandungan airnya. Alhasil, tanaman yang ditanam kebanyakan berupa singkong, pohon sirsak, pohon jati, dan lain sebagainya. Semua jenis tanaman ini terbilang tidak memerlukan perawatan yang ribet dan sinar matahari yang banyak.

Tak cuma itu, Robi juga sempat bercerita bahwa beberapa penduduknya sempat mengeluh masalah sinyal internet. Karena letaknya yang diapit dua bukit, keterjangkauan mendapat sinyal di Dusun Wotawati ini terbatas.

"Ya, kalau S*mp*ti sama Ind*s*t bisa muncul, tapi yang lainnya kadang bisa kadang nggak," ungkapnya.

Asal-usul nama Dusun Wotawati.

liputan desa wotawati © 2024 brilio.net

foto: brilio.net/nadhifah

Robi sempat menjelaskan detail asal-usul nama Wotawati. Usut punya usut, pada tahun 1518 ada dua orang dari Kerajaan Majapahit bernama Arum Sukowati dan Raden Joko Sukmo yang tinggal di Gua Puteri di salah satu bukit Dusun Wotawati.

Saat ingin menyeberangi sungai, kedua orang ini kemudian memutuskan untuk membuat jembatan dari kayu atau disebut wot dalam bahasa jawa. Sayangnya saat jembatan sudah jadi dan dilewati, Arum Sukowati justru terpeleset. Mengetahui hal itu, Raden Joko Sukmo langsung menarik untuk menyelamatkan Arum Sukowati.

"Karena kejadian itulah, tempat ini jadi dusun atau desa, harus dinamakan Dusun Wotawati. Wot diambil dari kayu yang dipakai untuk menyebrang, dan Wati dari yang lewat jembatannya," jelas Robi lebih lanjut.

Bakal jadi desa wisata.

Ke depannya, Robi menuturkan bahwa Dusun Wotawati akan dikembangkan jadi desa wisata. Bukan hanya wacana belaka, ternyata pemerintah desa sudah berkoordinasi langsung dengan pemerintah daerah untuk mewujudkan desa wisata ini. Selain menyuguhkan fenomena sinar matahari yang telat terbit, nantinya akan ada berbagai UMKM yang tumbuh di Dusun Wotawati tersebut.

"Mulai tahun 2024 ini, besoknya akan dibangun biar bentuknya jadi lebih rapi seperti Desa Penglipuran di Bali. Saat ini beberapa rumah warga sudah dijadikan homestay buat wisatawan yang mau menginap di Desa ini," jelasnya lebih lanjut.

Dengan begitu, harapannya Dusun Wotawati semakin ramai dikunjungi para wisatawan. Tak cuma wisatawan domestik saja, namun juga para wisatawan luar negeri.