Brilio.net - Virus corona Covid-19 dilaporkan muncul pertama kali pada akhir Desember 2019 lalu. Virus ini menyerang bagian pernapasan, seolah 'membajak' paru-paru dijadikan ladang virus. Sebab corona dapat menular dari satu orang ke orang lain, melalui partikel kecil dari mulut pasien, dihasilkan dari bersin, batuk, dan saat berbicara.

Partikel virus ini juga dapat melewati jarak sampai sekitar 1 meter, menempel di pakaian atau benda sekitar penderita selama beberapa hari. Meskipun virus corona butuh inang atau tidak bisa hidup di benda mati hingga lama, masyarakat diminta untuk tetap waspada.

"Virus itu analog, sama persis dengan benalu di pohon. Benalu ini tidak akan hidup di pohon yang mati, sehingga butuh sel hidup. Terkait dengan barang-barang, tentu bukan sel hidup kan, sehingga akan mati. Karenanya sangat tidak memungkinkan jika menular melalui barang maupun pakaian, jadi masyarakat tidak perlu takut berlebihan terkait itu," kata Juru Bicara Pemerintah Terkait Penanganan Covid-19, Achmad Yurianto, seperti dilansir brilio.net dari laman kemkes.go.id.

Hingga Rabu (8/4), ada 1,4 juta kasus positif corona di seluruh dunia. Di antaranya 301.738 dinyatakan sembuh dan 81.889 telah meninggal dunia. Sedangkan untuk kasus corona di Indonesia, tercatat hingga Rabu (8/4) sudah ada 2.956 orang positif corona, termasuk 222 orang sembuh dan 240 pasien meninggal dunia akibat corona. Jumlah terkini Indonesia terjadi karena ada 218 kasus baru dalam sehari, antara Selasa hingga Rabu ini.

Penyebaran corona yang kian cepat, telah memaksa negara-negara di seluruh dunia memberlakukan 'penutupan' segala akses, menutup bandara, dan memberlakukan pembatasan ketat pada pergerakan warga mereka. Demi memutus mata rantai corona, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) meminta agar masyarakat menerapkan social distancing.

Dilansir dari The Atlantic, social distancing merupakan tindakan yang bertujuan mencegah orang sakit melakukan kontak dalam jarak dekat dengan orang lain. Hal ini bertujuan untuk mengurangi peluang penularan virus.

Sedangkan menurut Center for Disease Control (CDC) atau Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit Amerika Serikat, social distancing adalah menjauhi perkumpulan, menghindari pertemuan massal, dan menjaga jarak antar-manusia. Pemerintah berharap masyarakat dapat mengarantina diri sendiri di rumah masing-masing, setidaknya selama 14 hari.

Sebab itu, masyarakat termasuk Warga Negara Indonesia (WNI) terlihat mulai saling menjaga jarak, menghindari kerumunan, dan lebih memilih untuk mengerjakan segala aktivitas dari rumah. Imbauan sosial distancing diartikan sebagai kegiatan pembatasan sosial.

Kendati demikian, dilansir brilio.net dari aljazeera, pada jumpa pers harian pada 20 Maret 2020, pejabat badan kesehatan global mengatakan bahwa menjaga jarak fisik atau physical distancing juga sangat penting di tengah pandemi global. Itu tidak berarti bahwa secara sosial orang harus memutuskan hubungan dengan orang lain. Termasuk orang yang dicintai.

"Kami merubah jarak fisik 'physical distancing' itu sengaja, karena kami ingin orang-orang tetap terhubung," kata ahli epidemiologi WHO, Maria Van Kerkhove.

Sebab itu WHO telah mulai menggunakan frasa 'physical distancing' dan tidak lagi 'sosial distancing' sebagai cara untuk mencegah penyebaran corona. WHO berharap agar negara-negara yang terkena dampak corona tetap menjaga jarak, tapi juga harus mementingkan urusan komunikasi sosial. Suatu langkah disambut baik oleh banyak orang, termasuk para ahli. WHO dinilai menunjukkan ketanggapan lebih baik.

Martin W Bauer, profesor psikologi sosial dan metodologi penelitian di London School of Economics menyambut baik perubahan WHO dalam 'terminologi'. Menurutnya, pemilihan bahasa yang digunakan sebelumnya tidak mencakup memutus paparan corona. Padahal yang dibutuhkan sebenarnya ialah jarak fisik, bukan sosial. Menurutnya juga penting untuk membedakan antara kedua istilah tersebut.

"Jarak sosial 'social distancing', terdengar seperti orang harus berhenti berkomunikasi satu sama lain. Sementara sebaliknya kita harus menjaga komunitas sebanyak yang kita bisa, sementara kita menjaga jarak fisik 'physical distancing' kita satu sama lain," tambah Jeremy Freese, selaku profesor sosiologi di Universitas Stanford di Amerika Serikat.

Di masa-masa penyebaran virus ini, masyarakat ingin terus menjaga jarak, tetapi pada saat yang sama pula mereka tetap harus dekat satu sama lain 'secara sosial'.

Karena corona menyebar terutama melalui tetesan pernapasan, terutama ketika orang batuk atau bersin, menjaga jarak yang aman dianjurkan untuk mengurangi penularan. WHO merekomendasikan jarak lebih dari satu meter (tiga kaki) dari orang terdekat. Sementara beberapa pakar kesehatan lain menyarankan untuk menjaga jarak setidaknya dua meter dari orang lain.

Adapun beberapa langkah yang bisa dilakukan ialah, tetap tinggal di rumah lebih sering, bekerja dari rumah jika mungkin, bertemu dengan orang yang dicintai secara online (bukan secara langsung), dengan ketat membatasi jumlah pengunjung ke rumah, menghindari pertemuan publik yang besar atau transportasi umum, dan menjaga jarak dengan orang lain ketika berada di ruang publik.