Brilio.net - Puasa merupakan ibadah yang termasuk dalam rukun Islam yang ketiga setelah syahadat dan sholat. Puasa adalah suatu amalan atau ibadah yang dilakukan dengan menahan diri dari hawa nafsu, baik makan, minum, dan perbuatan buruk yang bisa membatalkan puasa dari terbitnya fajar hingga terbenamnya matahari.

Puasa Ramadhan merupakan salah satu ibadah wajib yang harus dilakukan seorang muslim. Namun tak dapat dipungkiri, ada beberapa golongan yang tidak mampu untuk menjalankan ibadah puasa seperti orang yang menderita sakit parah, orang tua renta, ibu hamil dan ibu menyusui.

Golongan orang yang tidak mampu menjalankan ibadah puasa tersebut, diberikan keringanan oleh Allah. Mereka diperbolehkan untuk tidak berpuasa di bulan Ramadhan, namun harus menggantinya di waktu lain atau dengan membayar fidyah.

Fidyah secara bahasa artinya menebus dan mengganti. Lebih lengkapnya, fidyah merupakan sejumlah harta benda atau makanan dalam kadar tertentu yang wajib diberikan kepada fakir miskin sebagai pengganti puasa yang sudah ditinggalkan.

Dasar hukum pelaksanaan fidyah.

membayar fidyah puasa dengan uang © 2021 brilio.net

foto: freepik.com

Untuk membayar fidyah, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan. Dari mulai takaran dan waktu pelaksanaannya. Seperti dalam Alquran surat Al Baqarah ayat 184, Allah berfirman:

membayar fidyah puasa dengan uang © 2021 brilio.net

Ayyaamam ma'dudaat, fa mang kaana mingkum mariidan au 'alaa safarin fa 'iddatum min ayyaamin ukhar, wa 'alallaziina yutiiqunahu fidyatun ta'aamu miskiin, fa man tatawwa'a khairan fa huwa khairul lah, wa an tasumu khairul lakum ing kuntum ta'lamun

Artinya:

"(yaitu) dalam beberapa hari yang tertentu. Maka barangsiapa diantara kamu ada yang sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa) sebanyak hari yang ditinggalkan itu pada hari-hari yang lain. Dan wajib bagi orang-orang yang berat menjalankannya (jika mereka tidak berpuasa) membayar fidyah, (yaitu): memberi makan seorang miskin. Barangsiapa yang dengan kerelaan hati mengerjakan kebajikan, maka itulah yang lebih baik baginya. Dan berpuasa lebih baik bagimu jika kamu mengetahui".

Makna dan kandungan dalam ayat tersebut secara khusus menjelaskan tentang orang-orang yang diperbolehkan meninggalkan puasa dan menggantinya dengan fidyah. Adapun golongan yang wajib membayar fidyah yakni sebagai berikut:

1. Orang tua renta.
2. Orang sakit parah.
3. Wanita hamil atau menyusui.
4. Orang yang sudah meninggal dan memiliki hutang puasa Ramadhan.
5. Orang yang mengakhirkan qadha puasa Ramadhan.

Sementara untuk waktu pelaksanaan fidyah, minimal sudah memasuki malam hari (terbenamnya matahari) untuk setiap hari puasa, boleh juga dilakukan setelah waktu tersebut.

Takaran membayar fidyah.

membayar fidyah puasa dengan uang © 2021 brilio.net

foto: freepik.com

Fidyah dibayarkan sesuai dengan jumlah hari di mana seorang muslim meninggalkan puasanya. Pemberian makannya boleh dilakukan dengan makanan matang atau memberikan bahan mentah beserta lauknya.

Namun jika memilih makanan mentah seperti beras, maka besar atau takaran fidyah menurut Imam Malik dan Imam As-Syafi'i adalah setara dengan 1 mud gandum atau 6 ons, 675 gram, dan 0,75 kg.

Sedangkan menurut ulama Hanafiyah, fidyah yang harus dikeluarkan sebesar 2 mud atau setara dengan 1/2 sha' gandum. Jika 1 sha' setara 4 mud atau sekitar 3 kg. Maka 1/2 sha' berarti sekitar 1,5 kg. Aturan kedua ini biasanya digunakan untuk orang yang membayar fidyah beras.

Contohnya, jika tidak berpuasa selama 30 hari, maka ia harus menyediakan fidyah 30 takar di mana masing-masing 1,5 kg. Fidyah tersebut boleh dibayarkan kepada 30 orang fakir miskin. Bisa juga ke beberapa orang saja, misalkan 3 orang jadi masing-masing dapat 10 takar.

Hukum membayar fidyah dengan uang.

membayar fidyah puasa dengan uang © 2021 brilio.net

foto: freepik.com

Di era milenial ini, banyak orang yang memilih membayar fidyah dalam bentuk uang. Banyak juga kita temukan di situs-situs penggalangan dana atau pun media sosial untuk sebagai tempat membayar fidyah berupa uang. Membayar fidyah dengan uang dianggap lebih praktis daripada membayar dengan bentuk makanan matang atau bahan makanan mentah. Namun, bagaimana hukum membayar fidyah dengan uang?

Menurut tiga mazhab Maliki, Syafi’i dan Hanbali, tidak diperbolehkan membayar fidyah dalam bentuk uang. Sebagaimana penjelasan di atas, harta yang dikeluarkan untuk fidyah disyaratkan berupa makanan pokok daerah setempat. Tidak cukup menggunakan harta jenis lain yang bukan merupakan makanan pokok, semisal uang, daging, tempe, dan lain sebagainya.

Pendapat ini berlandaskan pada nash-nash syariat yang secara tegas memang memerintahkan untuk memberi makan fakir miskin, bukan memberi uang kepada mereka.

Syekh Wahbah al-Zuhaili dalam al-Fiqh al-Islami wa Adillatuhu, juz 9 menegaskan:

"(Mengeluarkan) nominal (makanan) tidak mencukupi menurut mayoritas ulama di dalam kafarat, sebab mengamalkan nash-nash yang memerintahkan pemberian makanan."

Namun, pandangan berbeda diutarakan oleh ulama yang menganut mazhab Hanafi. Menurut mereka, fidyah boleh dibayarkan dalam bentuk uang. Maksud pemberian makanan untuk fakir miskin adalah memenuhi kebutuhan mereka, dan tujuan tersebut bisa tercapai dengan membayar qimah atau nilai nominal harta yang sebanding dengan makanan.

Syekh Wahbah al-Zuhaili menjelaskan:

"Boleh menurut Hanafiyyah memberikan qimah di dalam zakat, harta sepersepuluh, pajak, nazar, kafarat selain memerdekakan. Nominal harta dianggap saat hari wajib menurut Imam Abu Hanifah, dan berkata dua murid Imam Abu Hanifah, dipertimbangkan saat pelaksanaan. Sebab diperbolehkan menyerahkan qimah bahwa yang dituju adalah memenuhi kebutuhan dan hal tersebut bisa tercapai dengan qimah." (Syekh Wahbah al-Zuhaili, al-Fiqh al-Islami wa Adillatuhu, juz 9, hal. 7156).

Ada pun cara membayar fidyah dengan uang adalah dengan nominal uang yang sebanding dengan harga kurma, anggur, atau jewawut, seberat 3,25 kilogram untuk per hari puasa yang ditinggalkan, dan selebihnya mengikuti kelipatan puasanya. Bisa juga memakai nominal gandum seberat 1,625 kg untuk per hari puasa yang ditinggalkan, dan selebihnya mengikuti kelipatan puasanya.