Brilio.net - Saat ini, menonton film sudah jadi kebutuhan bagi banyak orang. Tak sedikit yang sengaja meluangkan waktunya untuk menonton film di bioskop secara berkala. Mulai dari sebulan sekali hingga seminggu sekali.

Dari banyaknya genre film, salah satu yang tak kalah menarik ditonton adalah film dokumenter. Meski tidak sepopuler film fiksi, film dokumenter memiliki keunggulan yang jadi ciri khas.

Berbagai peristiwa dan isu dapat disampaikan lebih utuh dan menyentuh lewat film dokumenter. Salah satunya seperti isu kesehatan mental yang diangkat Festival Film Dokumenter (FFD) 2019 sebagai salah satu program utamanya yaitu Perspektif.

FFD 2019 © 2019 Istimewa

foto: Suasana Press Conference FFD 2019 di Ayaartta Malioboro Hotel Kamis (14/11)/dok. Festival Film Dokumenter

Menginjak usia ke-18, FFD 2019 kembali hadir menjadi wahana bertemunya film-film dokumenter dari seluruh penjuru Indonesia maupun mancanegara. Pada tahun ini, Perspektif yang merupakan program utama non-kompetisi tahunan FFD mengangkat isu kesehatan mental.

"Isu yang diangkat Perspektif mewakili apa yang terjadi di sekitar kita sepanjang 2019," ujar Henricus Pria Setiawan Direktur FFD 2019 pada acara konferensi pers dan launching FFD 2019 di Ayaartta Malioboro Hotel, Yogyakarta, Kamis (14/11).

Tak hanya persoalan klinis, lewat enam film pilihan, FFD 2019 mencoba menghadirkan beragam aspek dan pendekatan lain tentang isu kesehatan mental dalam program Perspektif. Enam film pilihan tersebut antara lain, 48 years – Silent Dictator (2018), Anxiety of Concrete (2017), China Man (2019), dan Good Neighbours (2018).

FFD 2019 Instagram/@ffdjogja

foto: Instagram/@ffdjogja

Program utama FFD 2019 lainnya adalah program Kompetisi. Program ini didedikasikan untuk mempresentasikan film-film yang mampu menangkap isu-isu aktual di sekitar, serta mampu memberikan perspektif kritis terhadap isu-isu tersebut.

Tahun ini FFD telah menerima total 286 karya film pendaftar yang kemudian diseleksi hingga terpilih 26 film dokumenter. Film-film ini terbagi dalam empat kategori yaitu film dokumenter panjang Indonesia, film dokumenter panjang internasional, film dokumenter pendek, dan film dokumenter pelajar.

Tak hanya program Perspektif dan Kompetisi, masih ada 13 program lain disajikan FFD 2019. Di antaranya adalah Spektrum, Docs Docs, Focus on Canada, Focus on Korea, Le Mois du Documentaire, Lanskap, Etnografi Indrawi, The Feeling of Reality (VR), SchoolDoc, DocTalk, Public Lecture, Lokakarya Kritik Film, dan Layar Lebar, Layar Kekerasan.

The Feeling of Reality (VR) jadi salah satu program FFD 2019 yang mencuri perhatian. Panel diskusi dan pameran ini bertujuan untuk menyampaikan pesan tentang kesadaran hak-hak kaum disabilitas melalui produksi film dokumenter Virtual Reality (VR).

FFD 2019 © 2019 Istimewa

foto: Beberapa peserta tengah menonton film-film dokumenter Virtual Reality (VR) dalam sesi private screening Press Conference FFD 2019/dok. Festival Film Dokumenter

Pada program ini kamu bisa ikut merasakan langsung dan memahami keseharian penyandang disabilitas dari beberapa kota di Indonesia. Ada delapan film hasil lokakarya FFD dan anak muda Indonesia yang bisa kamu tonton.

"Dengan adanya The Feeling of Reality (VR), diharapkan menambah perspektif tentang apa yang dihadapi para penyandang disabilitas sehingga lebih peka pada isu-isu disabilitas," jelas Henricus.

Selain menghadirkan kompetisi dan eksibisi film, FFD 2019 juga menjadi tempat interaksi antara pegiat film, akademisi, seniman lintas bidang, programmer, distributor, hingga pelajar sekolah. Ya, sama seperti tahun-tahun sebelumnya, ruang diskusi dan edukasi turut dihadirkan FFD sebagai pengembangan, medium ekspresi, dan ekosistem pengetahuan film dokumenter.

Seluruh program acara FFD 2019 akan diselenggarakan pada 1-7 Desember 2019 yang bertempat di Taman Budaya Yogyakarta, IFI-LIP Yogyakarta, dan Kedai Kebun Forum.