Brilio.net - Platform Internet industrial of Things (IIoT) mungkin lebih banyak dikaitkan dengan bidang-bidang seperti manufaktur, pertambangan, penerbangan atau transportasi. Tetapi HARA yang dikembangkan Dattabot mengingatkan kita bahwa Big Data dan Internet of Things juga bisa diterapkan untuk pertanian.

HARA adalah solusi digital untuk pertanian yang dibangun Dattabot di atas platform Predix dari GE. Seperti yang dituturkan Dina Kosasih dari Dattabot, HARA memfokuskan diri pada masalah dan tantangan yang dihadapi pertanian pada tahap praproduksi dan produksi, sebagaimana dilansir brilio.net dari laman GE Reports Indonesia, Sabtu (24/6).

HARA adalah perwujudan visi besar Regi Wahyu, CEO Dattabot, untuk membantu masyarakat petani. Solusi digital yang diajukan sesuai dengan latar belakang Dattabot, yaitu big data analytics. Sebelumnya beberapa peralatan sudah dicoba, seperti drone (pesawat terbang nirawak) dan satelit.

HARA menangani beberapa masalah yang dihadapi oleh petani. Pertama adalah masalah potensi lahan, terutama pengetahuan terhadap nutrisi tanah. Pengetahuan tentang potensi lahan ini membantu memecahkan masalah lain, yaitu optimasi pertanian. Terakhir HARA juga memecahkan masalah penanganan hama dan penyakit tanaman.

Makin modern, Big Data potensial majukan pertanian Indonesia GE Reports Indonesia


Sistem ini memiliki tiga fitur utama. Pertama aplikasi ponsel yang berfungsi untuk mengambil data dari pada petani. Aplikasi tersebut dapat memetakan lahan petani tersebut, mengukur luas dan posisi lahan. Aplikasi ini juga membantu mencatat kegiatan pertanian yang dilakukan, seperti jenis dan banyak pupuk yang digunakan, bibit yang ditanam, serta hama dan penyakit apa saja yang terjadi.

Fitur kedua kedua adalah platform analitik berbasis web. Lewat platform ini perusahaan agrikultur dapat memantau posisi lahan, hama, juga penyakit yang terdapat pada lahan tersebut. Dan fitur ketiga adalah prediksi hasil panen dan rekomendasi langkah-langkah untuk petani. Rekomendasi yang diberikan misalnya berupa bibit dan pupuk apa saja yang mesti digunakan.

Sumber data yang digunakan HARA untuk analisis tidak hanya berasal dari aplikasi ponsel. Data lain seperti data historis yang dikumpulkan oleh perusahaan agrikultur juga merupakan sumber tambahan; juga data pertanian dari luar, jika ada. HARA juga akan memanfaatkan data dari sensor, seperti sensor cuaca dan sensor tanah. Data sensor ini dapat dikumpulkan secara real-time.

Penerapan sistem ini berhasil mendapatkan peningkatan panen. Dina Kosasih dari Dattabot memberikan contoh dalam penggunaan pupuk. Tanpa bantuan HARA, seorang petani mungkin akan melakukan pemberian pupuk secara coba-coba, yang belum tentu optimal. Sebagai contoh, seorang petani yang tidak mengetahui bahwa lahannya sudah mengandung banyak unsur nitrogen (N) mungkin masih akan terus memakai pupuk N, padahal yang diperlukan adalah unsur P(fosfor) atau K (kalium).

Bila petani mengetahui nutrisi dalam tanah, serta pupuk dan benih apa saja yang sudah digunakan, dia akan bisa menggunakan sarana produksi pertanian yang tepat. HARA juga membantu mengantisipasi hama dan penyakit dengan lebih baik. Semua ini berakibat pada optimalisasi produksi, dan mencegah gagalnya panen yang disebabkan oleh hama dan penyakit. Peningkatan panen yang dicapai rata-rata 60 persen.

Aspek lain yang dibantu adalah penekanan biaya. Sebagian petani percaya, bahwa menggunakan pupuk yang berlebih akan meningkatkan panen. Padahal ini tidak tepat, karena pemakaian pupuk tergantung keadaan tanahnya. Pemakaian pupuk yang sesuai dengan jumlah yang tepat berarti biaya yang dikeluarkan akan lebih murah.

Antisipasi hama dan penyakit yang lebih baik juga akan menekan pengeluaran petani. Petani tidak perlu terus-terusan menggunakan pestisida dalam jumlah banyak. Dia mungkin akan memakai obat, atau cara lain yang lebih baik dan lebih murah.

Sebelum menerapkan HARA dalam skala besar, pihak Dattabot sudah melakukan uji coba lapangan pada Oktober 2016 lalu di Lampung, untuk tanaman jagung, dan di Merauke untuk padi. Menurut Dina, tantangan utama yang dihadapi adalah memberdayakan orang-orang untuk menggunakan alat-alat digital. Tantangan lain adalah membuat perangkat keras yang sesuai dengan iklim Indonesia yang beragam.

Untuk ke depannya, Dattabot berencana mengeksplorasi potensi HARA untuk pemangku kepentingan lain. Contohnya adalah lembaga keuangan. “Lembaga keuangan susah menjangkau petani untuk memberi pinjaman, karena tidak ada jaminan. Kadang-kadang petani juga gagal panen,” tutur Dina. HARA memberikan informasi untuk menentukan nilai kredit (credit scoring).

Pemangku kepentingan lain adalah lembaga pascaproduksi yang mengelola hasil panen. Dattabot juga ingin mengembangkan sayap ke pasar yang lebih luas lagi: pasar Asia Tenggara.