Presiden ke-7 Republik Indonesia, Joko Widodo, mengungkapkan bahwa ia tidak menutup kemungkinan untuk mencalonkan diri sebagai Ketua Umum Partai Solidaritas Indonesia (PSI). Saat ini, Jokowi masih mempertimbangkan dengan matang langkah tersebut.

"Ya masih dalam kalkulasi. Jangan sampai kalau nanti misalnya saya ikut saya kalah," ungkap Jokowi pada Rabu (14/5). Ia mengakui bahwa kekalahan dalam pemilihan ini bisa berdampak pada reputasinya sebagai tokoh politik yang telah dua kali terpilih sebagai presiden.

Hingga saat ini, Jokowi belum mendaftarkan diri secara resmi sebagai calon ketua umum PSI. Ia menegaskan bahwa masih ada waktu yang cukup panjang untuk memutuskan apakah akan bergabung dengan partai yang dipimpin oleh putra bungsunya, Kaesang Pangarep. "Belum (mendaftar). Kan masih panjang, seingat saya masih Juni," tambahnya.

Ketika ditanya mengenai kemungkinan bersaing dengan Kaesang, Jokowi menyatakan bahwa jika ia mendaftar, kemungkinan besar calon lain tidak akan berani ikut bersaing.

"Ya nggak tahu (kalau nanti bersaing dengan Kaesang). Kalau saya mendaftar mungkin yang lain nggak mendaftar, mungkin," ujarnya sambil tertawa.

Pemilihan Ketua Umum PSI akan dilaksanakan dengan sistem e-voting, di mana setiap anggota partai memiliki satu suara. Menurut Jokowi, mekanisme ini menjadi tantangan tersendiri yang perlu diperhitungkan dengan cermat.

"Ya belum tahu (seberapa besar peluang menang) karena ini kan yang saya tahu katanya mau pakai e-voting, one man, one vote. Seluruh anggota diberi hak untuk memilih. Yang sulit di situ," jelasnya.

Wacana pencalonan Jokowi sebagai Ketua Umum PSI telah ramai dibicarakan. Banyak yang berharap agar mantan Wali Kota Solo ini bersedia maju sebagai kandidat dalam kontestasi internal partai. PSI saat ini sedang membuka pendaftaran untuk calon ketua umum baru, sebagai bagian dari dinamika internal partai.

Isu ini mencuat setelah pernyataan Wakil Ketua Umum PSI, Andy Budiman, di Kantor DPP PSI, Jakarta Pusat. "Apakah Pak Jokowi akan menjadi calon? Kita doakan saja," katanya.

Hubungan Jokowi dan PSI memang sudah terjalin erat. PSI sering dianggap sebagai partai yang dekat dengan Jokowi, dan banyak kebijakan PSI sejalan dengan visi Jokowi. Namun, langkah ini tetap memiliki potensi risiko politik yang signifikan.

Beberapa pengamat politik menilai bahwa jika Jokowi bergabung dengan PSI, itu akan menjadi langkah strategis untuk memperkuat basis dukungan politiknya. PSI, sebagai partai baru, memiliki potensi untuk berkembang pesat di bawah kepemimpinan Jokowi. Namun, langkah ini juga bisa menimbulkan kontroversi dari pihak-pihak yang berseberangan dengan Jokowi.

Di sisi lain, Jokowi mungkin ingin memastikan PSI tetap berada di jalur yang benar dan sesuai dengan visinya. Dengan memimpin PSI, ia dapat memastikan partai tersebut tetap konsisten dengan nilai-nilai demokrasi dan transparansi.

Berbagai reaksi muncul dari partai politik lain mengenai isu Jokowi bergabung ke PSI. Partai NasDem tidak mempermasalahkan kedekatan Jokowi dengan PSI, sementara Partai Golkar mengaku belum mengetahui kepastian rencana tersebut. Sikap beragam ini menunjukkan bahwa keputusan Jokowi untuk bergabung dengan PSI memiliki implikasi politik yang luas.

Kepastian mengenai rencana Jokowi masih belum terungkap. Kongres PSI pada akhir Mei 2025 akan menjadi momen krusial yang menentukan arah politik ke depan. Apakah Jokowi akan mendaftar sebagai calon Ketua Umum? Pertanyaan ini masih menjadi teka-teki yang menarik untuk diantisipasi.

Wakil Ketua PSI, Andy Budiman, telah membuka peluang bagi Jokowi untuk mendaftar, asalkan memenuhi syarat yang ditetapkan. Sistem pemilihan elektronik yang akan digunakan dalam Kongres PSI memastikan proses yang transparan dan demokratis, sejalan dengan komitmen PSI untuk menjadi partai yang terbuka dan berorientasi pada kepentingan rakyat.

Rencana perubahan nama PSI menjadi "PSI Perorangan" juga memicu berbagai interpretasi. Beberapa pengamat menilai, konsep ini mirip dengan "Partai Super Tbk", yang lebih fleksibel dan terorganisir. Hal ini menunjukkan bahwa PSI ingin menjadi partai yang lebih modern dan efisien.

Kesimpulannya, pertimbangan Jokowi untuk menjadi Ketua Umum PSI merupakan langkah politik yang penuh dinamika dan spekulasi. Keputusan final Jokowi akan menentukan arah politik PSI dan berdampak luas pada peta politik nasional. Kongres PSI di bulan Juli 2025 akan menjadi saksi bisu atas babak baru dalam perjalanan politik Indonesia.