Brilio.net - Baru-baru ini, media sosial kembali dihebohkan oleh pernyataan seorang mantan dosen Universitas Mataram, Rismon Hasiholan Sianipar, yang meragukan keaslian ijazah dan skripsi Presiden RI ke-7, Ir. Joko Widodo, sebagai lulusan Universitas Gadjah Mada (UGM). Alasannya, lembar pengesahan dan sampul skripsi menggunakan font Times New Roman, yang menurutnya belum ada pada era 1980-an hingga 1990-an. Klaim sepihak dari Rismon ini memicu polemik dan perdebatan di kalangan warganet. Banyak yang meragukan informasi tersebut, namun tidak sedikit pula yang mempercayai narasi yang ia sampaikan dengan analisis forensik digital.
Dekan Fakultas Kehutanan UGM, Sigit Sunarta, menyesalkan beredarnya informasi menyesatkan yang disampaikan Rismon. Apalagi, mantan dosen tersebut merupakan alumnus Program Studi Teknik Elektro, Fakultas Teknik UGM. “Kami sangat menyesalkan informasi menyesatkan yang disampaikan oleh seorang dosen, yang seharusnya dapat mencerahkan dan mendidik masyarakat dengan informasi yang bermanfaat,” ujar Sigit, Jumat (21/3), di Kampus UGM.
foto: Humas UGM dan Koleksi Dok. Frono Siwo
Sigit menegaskan bahwa sebagai akademisi, Rismon seharusnya menyimpulkan suatu informasi berdasarkan fakta dan metode penelitian yang baik. Menurutnya, Rismon tidak bisa hanya menelaah ijazah dan skripsi Joko Widodo saja, melainkan juga harus melakukan perbandingan dengan ijazah dan skripsi yang diterbitkan pada tahun yang sama di Fakultas Kehutanan.
Terkait tuduhan penggunaan font Times New Roman pada sampul skripsi dan ijazah yang dianggap meragukan keaslian dokumen, Sigit menjelaskan bahwa pada tahun tersebut sudah banyak mahasiswa yang menggunakan font Times New Roman atau jenis huruf serupa, terutama untuk mencetak sampul dan lembar pengesahan di percetakan. Bahkan, di sekitar Kampus UGM telah tersedia jasa percetakan seperti Prima dan Sanur (yang kini sudah tutup) yang menyediakan layanan cetak sampul skripsi. “Fakta bahwa sudah ada mesin percetakan di Sanur dan Prima juga seharusnya diketahui oleh yang bersangkutan, karena ia juga kuliah di UGM,” tegasnya.
Diketahui bahwa sampul dan lembar pengesahan skripsi Joko Widodo memang dicetak di percetakan, sementara seluruh isi skripsinya yang setebal 91 halaman masih menggunakan mesin ketik. “Banyak skripsi mahasiswa yang menggunakan sampul dan lembar pengesahan dari mesin percetakan,” katanya.
Terkait nomor seri ijazah Joko Widodo yang disebut tidak menggunakan klaster melainkan hanya angka, Sigit menjelaskan bahwa pada masa itu Fakultas Kehutanan memiliki kebijakan sendiri dan belum ada penyeragaman dari tingkat universitas. Sistem penomoran tersebut tidak hanya berlaku bagi ijazah Joko Widodo, tetapi juga bagi seluruh lulusan Fakultas Kehutanan. “Nomor tersebut berdasarkan urutan nomor induk mahasiswa yang diluluskan dan ditambahkan kode FKT, singkatan dari nama fakultas,” jelasnya.
Sigit kembali menyesalkan tuduhan Rismon yang meragukan keaslian ijazah dan skripsi Joko Widodo melalui konten video. Tuduhan tersebut seolah-olah menyiratkan bahwa ijazah Joko Widodo yang diterbitkan oleh UGM adalah palsu. “Perlu diketahui bahwa ijazah dan skripsi Joko Widodo adalah asli. Beliau pernah kuliah di sini, teman satu angkatan mengenalnya dengan baik, beliau aktif dalam kegiatan mahasiswa (Silvagama), serta tercatat menempuh berbagai mata kuliah dan mengerjakan skripsi. Oleh karena itu, ijazahnya yang dikeluarkan oleh UGM adalah asli,” tegasnya.
foto: Humas UGM dan Koleksi Dok. Frono Siwo
Hal senada disampaikan Ketua Senat Fakultas Kehutanan UGM, San Afri Awang. Ia menyesalkan informasi sesat yang disampaikan oleh Rismon. San Afri bahkan memiliki pengalaman pribadi terkait penggunaan font Times New Roman pada sampul skripsi. “Saya masih ingat waktu membuat sampul skripsi, saya pergi ke percetakan Prima. Pada zaman itu, tempat cetak sampul yang terkenal adalah Prima dan Sanur. Soal penggunaan komputer untuk mengetik, jangan heran, karena di sekitar UGM saat itu sudah tersedia jasa pengetikan dengan komputer IBM PC. Saya sendiri sempat menggunakannya untuk mengolah data statistik,” ujarnya.
Meski demikian, San Afri menyebut tidak semua mahasiswa Fakultas Kehutanan mencetak sampul di jasa percetakan. Ada pula yang memilih menggunakan mesin ketik untuk mencetak sampul dan lembar pengesahan. “Teman-teman saya yang kurang mampu secara ekonomi banyak yang membuat sampul dan lembar pengesahan dengan mesin ketik,” kenangnya.
San Afri mengaku tidak habis pikir masih ada individu atau kelompok yang menyerang UGM dengan tuduhan bahwa ijazah dan skripsi Joko Widodo adalah palsu. Isu tersebut semakin liar dengan tambahan analisis yang tidak berbasis fakta. Ia yakin bahwa informasi hoaks ini sengaja dihembuskan untuk mencari sensasi semata. “Pak Jokowi lulus dari sini dan buktinya ada,” tegasnya.
Sementara itu, Frono Jiwo, teman seangkatan Joko Widodo di Fakultas Kehutanan UGM, mengaku prihatin dengan informasi yang beredar di media sosial. Frono menegaskan bahwa ia dan Joko Widodo merupakan satu angkatan, masuk kuliah pada tahun 1980 dan lulus bersama pada tahun 1985. “Kami seangkatan dengan Pak Jokowi, masuk tahun 1980,” katanya.
foto: Humas UGM dan Koleksi Dok. Frono Siwo
Selama kuliah, Joko Widodo dikenal sebagai pribadi pendiam. Namun, ketika berkumpul dengan teman-temannya, ia memiliki selera humor tinggi dan sering melontarkan candaan yang mengundang tawa. “Pak Jokowi orangnya pendiam, tapi kalau berbincang selalu kocak. Apa yang dibicarakan selalu mengundang tawa,” kenangnya.
Frono juga mengamini bahwa Joko Widodo memiliki hobi mendaki gunung. Bahkan, beberapa gunung di Jawa dan Sumatra pernah ia daki. Namun, Frono mengaku hanya sesekali ikut mendaki. “Pak Jokowi sering naik gunung, tapi saya jarang. Seingat saya, saya tidak pernah mendaki gunung bersamanya,” paparnya.
Terkait ijazah, Frono memastikan bahwa tampilan ijazahnya sama dengan Joko Widodo, baik dari jenis font maupun tanda tangan Rektor Prof. T. Jacob dan Dekan Prof. Soenardi Prawirohatmodjo. Perbedaannya hanya terletak pada nomor kelulusan. “Ijazah saya bisa dibandingkan dengan milik Pak Jokowi. Semuanya sama, kecuali nomor kelulusan dari universitas dan fakultas,” ujarnya.
Soal skripsi, Frono menyebut seluruh mahasiswa satu angkatannya menulis skripsi menggunakan mesin ketik. Sedangkan sampul, lembar pengesahan, dan penjilidan hampir semuanya dilakukan di percetakan. “Pembuatan skripsi semua menggunakan mesin ketik. Walaupun sudah ada komputer, sangat jarang yang bisa menggunakannya. Sementara sampul, lembar pengesahan, dan penjilidan dilakukan di percetakan,” katanya.
Guru Besar Hukum Pidana UGM, Marcus Priyo Gunarto, menilai tuduhan Rismon bahwa Joko Widodo telah melakukan pemalsuan ijazah dan skripsi harus dibuktikan secara hukum. Menurut Marcus, dalam hukum pidana terdapat dua kategori pemalsuan, yakni membuat palsu dan memalsukan. “Tuduhan ini tidak jelas, apakah memalsukan atau membuat palsu,” katanya.
Marcus menegaskan bahwa tuduhan terhadap Joko Widodo dan UGM sangat lemah. “Yang bersangkutan pernah kuliah, ujian, dan yudisium di sini. Maka, ijazahnya memang ada dan dapat dibuktikan,” pungkasnya.
Recommended By Editor
- Rumah Jokowi jadi destinasi ngabuburit sembari war takjil, ada raja kurma seharga tatusan ribu Rupiah
- Ditanya anak Chef Arnold soal asal-usul orang jahat, jawaban Jokowi malah jadi omongan
- Megawati larang kepala daerah PDIP ikut retret di Akmil Magelang, Jokowi beri reaksi keras
- Budi Arie dan Jokowi bertemu, bahas partai Super Tbk
- 5 Resep mie enak dan sederhana yang bisa jadi favorit di rumah
- Pemotretan Jokowi dengan anak, cucu dan mantu, kompak pakai batik, libatkan desainer internasional
- Menerka pesan 'ojo kemajon sebagai Wapres' dari Jokowi untuk Gibran
- Rumah Jokowi jadi jujugan wisata baru, pengunjung membludak saat libur panjang Imlek