Dua pekan silam Washington menyatakan komitmen memberikan dana 60 juta dolar tahun ini, bukannya 350 juta dolar yang biasa diberikan, hal ini mengejutkan dan membuat marah para pengungsi Palestina. Keputusan pemangkasan dana sumbangan dari 350 juta dolar menjadi 60 juta dollar disusul saat Presiden Trump mengumumkan bahwa Yerussalem menjadi ibukota Israel menggantikan Tel Aviv.

Keputusan ini juga membuat badan PBB yang membantu pengungsi Palestina, UNRWA, berjuang keras untuk tidak mengganggu layanan bagi 5 juta pengungsi Palestina terdaftar yang dibantunya di Jalur Gaza, Tepi Barat, Yordania, Lebanon dan Suriah.

UNRWA mengingatkan, kondisi pengungsi Palestina kini menghadapi situasi yang paling kritis sejak terbuang dari kampung halaman mereka tahun 1948. Dampak kumulatif dari konflik, pendudukan dan pengangguran yang meningkat turut memberi rasa putus asa dan kecewa karena merasa kehidupan tidak bakal bertambah baik.

Komisioner Jenderal UNRWA, Pierre Krahenbuhl mengatakan, lebih dari separuh dari 5,2 juta pengungsi Palestina adalah pemuda di bawah umur 25 tahun. Menurutnya, pemuda itu tidak melihat adanya kesempatan kerja dan tidak ada penyelesaian politik bagi masalah mereka.

Jadi tingkat frustrasi serta keprihatinan terhadap mereka terus bertambah. Kita menghadapi risiko menghadapi keseluruhan generasi muda warga Palestina yang meningkat dewasa kehilangan kepercayaan terhadap nilai politik, nilai kompromi, atau percaya diplomasi internasional bisa melahirkan hasil yang berarti, ujar Krahenbuhl.

Peter Mulrean, direktur UNRWA di New York, mengemukakan, "Kami menyediakan pendidikan bagi 500 ribu lebih anak-anak di 700 sekolah di seluruh wilayah itu. Kami melakukan sembilan juta kunjungan layanan kesehatan di 150 klinik tahun lalu. Kami mengurusi 1,7 juta pengungsi Palesetina yang rawan pangan, sejuta di antaranya di Gaza. Inilah hal-hal yang tidak berhenti kita lakukan dari hari ke hari."

Ketegangan semakin memanas setelah Otoritas Palestina mengecam tindakan pemerintah Amerika Serikat setelah pengumuman kontroversial Presiden Trump yang mengakui Yerussalem sebagai Ibukota Israel. Di sinyalir pemangkasan anggaran organisasi yang menaungi pengungsi Palestina UNWRA, dianggap sebagai balasan balas dendam Amerika Serikat setelah protes yang dilakukan Otoritas Palestina dan negara-negara lain yang menolak Yerussalem sebagai ibukota Israel.

Menurut Pierre Krahenbuhl, Komisaris Jenderal UNRWA, menjelaskan,"Saya belum berkomunikasi dan belum menerima suatu indikasi spesifik sekarang ini dari pemerintah Amerika mengenai masalah terkait perombakan tertentu. Dan saya harus sampaikan bahwa saya benar-benar paham, bahwa keputusan yang diambil dalam hal pendanaan tidak ada kaitannya dengan kinerja kami.

Krhenbhl memulai kampanye penggalangan dana 500 juta dolar (sekitar Rp 6,6 triliun) pada hari yang sama dengan kunjungan Wakil Presiden Amerika Mike Pence ke Israel dan berpidato di hadapan parlemen Israel, yang menyatakan Amerika akan mulai membangun kedutaan besarnya di Yerussalem tahun 2019 mendatang.