Self-compassion atau berbelas kasih terhadap diri sendiri bisa menjadi konsep yang asing bagi beberapa orang. Terutama bagi kita yang tumbuh dalam lingkungan egois, individualis, abusive, negatif, maupun destruktif di mana kasih sayang bahkan sering dipertanyakan eksistensinya. Alih-alih menjadi manusia yang penuh belas kasih dengan sesama, seringnya kita pun tidak berbelas kasih terhadap diri sendiri.

Lalu, apakah self-compassion itu?

Self-compassion adalah sikap individu yang terbuka terhadap diri sendiri dan mau menerima keadaan dirinya, sehingga mampu berbelas kasih terhadap diri sendiri walaupun berada dalam situasi yang tidak menyenangkan. Hal ini akhirnya menyebabkan individu termotivasi untuk berkembang dan menjadi bahagia.

Salah satu cara meningkatkanself-compassionadalah dengan peran orang-orang di sekitar yang menolong untuk melawan kecenderungan mengkritik diri sendiri, mengenali kapan saat yang tepat untuk terhubung dengan orang lain, dan menangani emosi dengan lebih tenang sehingga semuanya tampak jelas dan jernih.

Self-compassion memiliki 3 komponen, yaitu:

1.Self-kindness.

Self-kindness merupakan perlakuan yang baik pada diri sendiri saat mengalami peristiwa tidak menyenangkan. Ketidak-sempurnaan dan pengalaman yang sulit dalam hidup tidak bisa dihindari. Hal tersebut akan membuat individu berusaha untuk menenangkan dan menjaga diri ketika menghadapi rasa sakit. Namun, jika hal tersebut tidak mampu atau tidak ingin dilakukan oleh individu maka dapat menimbulkan self-judgement, yaitu individu akan menghakimi diri sendiri dan mengkritik diri sendiri terhadap kekurangan atau peristiwa sulit yang terjadi.

2.Common Humanity.

Common humanity melibatkan kesadaran bahwa sesulit dan sepahit apapun peristiwa yang dialami adalah bagian dari kehidupan. Pengalaman-pengalaman negatif tersebut juga dialami oleh orang lain. Terkadang individu cenderung merasa bahwa kegagalan, kehilangan, penolakan, atau penghinaan yang dialaminya adalah sesuatu yang sangat personal. Padahal kenyataannya adalah peristiwa-peristiwa tersebut merupakan pengalaman setiap orang. Kesadaran bahwa seseorang tidak sendiri dalam menghadapi situasi yang berat akan mengurangi perasaan terisolasi dan meningkatkan coping yang adaptif.

3.Mindfulness.

Mindfulness melibatkan proses penyeimbangan perspektif terhadap suatu situasi, sehingga individu tidak terbawa dengan suasana emosi yang negatif. Saat menghadapi suatu tekanan atau kesengsaraan, biasanya individu cenderung tenggelam dalam emosi negatif seperti marah dan sedih. Individu yang memiliki mindfulness mampu untuk tidak membesar-besarkan emosinya, karena memiliki perspektif yang luas mengenai suatu masalah. Perspektif yang luas ini didapatkan dari kesadaran yang objektif dan seimbang, sehingga tidak memikirkan hal negatif secara berlarut-larut.

Mindfulness juga dapat diartikan sebagai keadaan mental ketika individu sadar secara penuh dan mencoba untuk menyeimbangkan emosi negatifnya, sehingga mampu terbuka dan ramah terhadap diri sendiri saat pengalaman tidak menyenangkan dialami.

Apa saja sih faktor yang mempengaruhiself-compassion?

1. Lingkungan.

Hasil penelitian menunjukkan bahwaindividuyang tumbuh dengan orang tua yang selalu mengkritik ketika masa kecilnya akan menjadi lebih mengkritik dirinya sendiri ketika dewasa. Model dari orang tua juga dapat mempengaruhiself-compassion yang dimiliki individu. Orang tua yang mengkritik diri akan menjadi contoh bagi individu untuk melakukan hal tersebut saat mengalami kegagalan yang menunjukkan derajat self-compassion yang rendah. Individu yang memiliki derajat self-compassion yang rendah kemungkinan besar memiliki ibu yang kritis, berasal dari keluarga disfungsional, dan menampilkan kegelisahan dari pada individu yang memiliki derajat self-compassion yang tinggi (Neff & McGeehee, 2010: 228).

2. Usia.

Usia remaja bisa jadi adalah periode kehidupan saat self-compassionberada pada titik terendah. Hal ini disebabkan remaja sedang mengembangkan sikap egosentrisme untuk membangun identitas dan mendapatkan tempat di lingkungannya. Egosentrisme ini berkontribusi pada sikap mengkritisi diri, perasaan terisolasi, dan identifikasi secara berlebihan pada emosi. Hal ini mengindikasikan bahwa self-compassion menjadi hal yang sangat kurang sekaligus sangat dibutuhkan pada periode kehidupan ini.

3. Jenis kelamin.

Perempuan cenderung lebih suka mengkritik diri sendiri dan memiliki coping yang lebih berupa perenungan jika dibandingkan dengan laki-laki. Hal ini menyebabkan perempuan memiliki self-compassion yang lebih rendah daripada laki-laki.

4. Budaya.

Orang-orang dengan budaya Timur memiliki budaya collectivisticdikatakan memilikiself-concept interdependentyang menekankan pada hubungan dengan orang lain, peduli kepada orang lain, dan keselarasan dengan orang lain (social conformity)dalam bertingkah laku, sedangkan orang-orang dengan budaya barat yang individualistic memiliki self-concept independent yang menekankan pada kemandirian, kebutuhan pribadi, dan keunikan individu dalam bertingkah laku.

Alasan tersebut yang menyebabkan orang Timur memiliki self-compassion yang lebih tinggi dibandingkan dengan orang-orang Barat. Namun ternyata masyarakat Timur lebih mengkritik diri sendiri dibandingkan masyarakat dengan budaya barat sehingga derajat self-compassion tidak lebih tinggi dari budaya barat.

Self-compassionberarti kita menghormati dan menerima segala sisi kemanusiaan kita. Tidak semua yang kita harapkan dan rencanakan akan terwujud. Kita akan mengalami kegagalan, frustasi, bahkan kehancuran. Namun, perlu kita ingat bahwa manusia pasti mengalami kegagalan karena kita adalah makhluk yang tidak sempurna. Kita hanya harus menerima sisi kemanusiaan itudan berjuang untukbangkit kembali.