Berdirinya sebuah organisasi atau perusahaan didasarkan oleh visi atau tujuan yang tentunya ingin dicapai oleh organisasi atau perusahaan itu sendiri. Dilakukan berbagai cara untuk mencapai tujuan agar kinerja organisasi tersebut meningkat. Dalam sebuah perusahaan, kualitas kinerja seluruh komponen sangatlah penting mengingat mereka semualah yang menjalankan tugas dan tanggung jawabnya guna efektivitas keberlangsungannya segala bentuk aktivitas yang berlangsung dalam perusahaan. Salah satu faktor yang mengukur kinerja maupun peningkatan kinerja untuk mencapai tujuan suatu perusahaan adalah dalam hal pengelolaan kinerja pegawai yang efektif, mencakup proses pengukuran hasil kerja pegawai secara objektif melalui serangkaian indikator kinerja yang tepat (Meiliana, Bryan, Joshua, & Raymond, 2014).

Oleh karena itu penilaian kinerja merupakan salah satu cara yang digunakan untuk mengetahui sejauh mana kualitas kerja SDM yang dimiliki oleh perusahaan. Penilaian kinerja ini bermanfaat baik bagi perusahaan maupun pegawai itu sendiri. Adanya penilaian kerja yang sesuai dengan uraian jabatannya akan membuat perusahaan dapat memberikan reward berupa gaji, bonus, bahkan promosi sesuai dengan kondisi yang sebenarnya (Mayasari, Haryanti & Hindiarto, 2012).

Penilaian kinerja mempunyai beberapa manfaat, yaitu untuk penerapan sistem reward dan punishment, memberikan umpan balik bagi karyawan untuk pengembangan karier, identifikasi kebutuhan pelatihan pengembangan bagi karyawan, dan mendiagnosa masalah dalam organisasi (Cascio dalam Mayasari, Haryanti & Hindiarto, 2012).

KPI atau Key Performance Indicator merupakan alat bantu dalam bidang manajemen yang berguna untuk menuntun berbagai kegiatan/proses manajemen, dikendalikan, dan dipastikan segala komponennya hanya untuk mewujudkan kinerja yang dikehendaki (Putri, Kamil & Ramadian, 2012). Atau suatu variabel yang digunakan untuk mengukur secara kuantitatif efektivitas dan efisiensi proses atau operasi kerja dengan berpedoman pada target dan tujuan organisasi (Arlina, Nasution, & Hanoum, 2019).

Namun pada realitanya, tidak jarang ditemui keluhan-keluhan pegawai akan Key Performance Indicator yang telah ditetapkan oleh perusahaan. Hal ini disebabkan oleh pegawai yang berasumsi bahwa adanya pemahaman manajemen organisasi atau perusahaan yang kurang komprehensif dan kurang mendalam mengenai sistem manajemen kinerja yang kemudian berdampak pada validitas atau kebenaran dari alat ukur kinerja atau KPI itu sendiri (Soemohadiwidjojo, 2015). Oleh karena itu, sudah menjadi tanggung jawab perusahaan untuk memperhatikan isu ini dan menanggapi serius keluhan tersebut dengan mengevaluasi ulang KPI yang telah ditetapkan.

Aspek pertama yang harus diperhatikan adalah faktor reabilitas. KPI harus memiliki batasan nilai yang jelas dari aspek penilaian kinerja agar reliabel (Mayasari, Haryanti, & Hindiarto, 2012). Spesifik dan jelas adalah kunci dalam pembuatan KPI sehingga diharapkan mudah dipahami dan mengurangi kesalahan penafsiran (Soemohadiwidjojo, 2015). Keberadaan KPI harus benar-benar esensial bagi perusahaan untuk menggapai tujuan-tujuannya sehingga reliabel atau dapat dipercaya (Saraswati, 2017). Kerancuan dalam penilaian kinerja akan menyebabkan kesalahan pengukuran yang tentunya berakibat fatal bagi pegawai dan dapat mempengaruhi nilai yang nantinya akan dijadikan patokan untuk meningkatkan kinerja yang telah ditampilkan.

Aspek berikutnya adalah relevansi. KPI yang baik dan efektif tentunya relevan dengan sasaran yang ingin dicapai (Soemohadiwidjojo, 2015). Penting untuk memperhatikan bahwa KPI yang ditetapkan mengarah pada pekerjaan atau job description karyawan yang dinilai (Mayasari, Haryanti, & Hindiarto, 2012). Oleh karena itu, pembuatan KPI haruslah dilakukan dengan seksama, mendetail, dan sesuai dengan sasaran sehingga menghasilkan hasil yang valid dan sesuai dengan tujuan pengukuran kinerja perusahaan itu sendiri. Mengapa hal ini patut menjadi perhatian, sebab KPI merupakan indikator yang memberikan informasi sejauh mana seorang pegawai telah berhasil atau belumdapat mewujudkan target kerja yang telah ditetapkan (Dessler, 2013).

Sensitivitas juga merupakan salah satu aspek yang kerap terlupakan dalam pembuatan KPI dan menuai keluhan pagi para pegawai atau dalam kata lain KPI harus memiliki daya pembeda atau sensitifitas dalam standar nilai. Penilaian kinerja harus dapat mencerminkan perbedaan karyawan dengan kinerja yang baik dan yang kurang secara akurat (Mayasari, Haryanti, & Hindiarto, 2012). Aspek terakhir yang perlu diperhatikan adalah fleksibilitas. Tingkat fleksibilitas terhadap perubahan akibat penyesuaian pelaksanaan atau dalam artian informasi yang menunjukkan pencapaian indikator kinerja dapat dikumpulkan, diolah, dan dianalisis secara bijaksana (Soemohadiwidjojo, 2015).

Dari aspek-aspek di atas dapat disimpulkan bahwa pembuatan KPI bukanlah hal mudah dan tentunya melibatkan awareness akan pemakaian, pengaplikasian, dan tentunya hasil yang akan didapatkan dari penilaian tersebut. Sebab hasil penilaian tentunya akan berdampak pada kesalahan pengevaluasian kinerja oleh pegawai-pegawai perusahaan itu sendiri sehingga menuai keluhan yang menumpuk dan berujung pada ketidakefektivan berjalannya aktivitas dalam perusahaan.