Perputaran informasi yang cepat juga menyebabkan hoaks beredar dengan mudah.
Perputaran informasi yang semakin cepat membuat masyarakat kadang kala tidak mencari sumber awal maupun kebenaran dari suatu berita. Solusi untuk menanggulangi hal tersebut adalah dengan melakukan literasi media digital. Lewat literasi media digital penerima informasi diajak untuk dapat mengecek ulang apakah informasi yang didapatkan berasal dari sumber terpercaya.
Literasi media adalah kemampuan untuk dapat menyadari bagaimana cara sebuah media membuat berita ataupun informasi. Saat ini kasus yang paling umum dialami oleh masyarakat adalah promo yang dikirimkan melalui pesan singkat dengan harga miring dan terkadang tidak masuk akal. Meskipun hal tersebut tidak melulu penipuan dari pihak yang tak bertanggung jawab, ada baiknya masyarakat dapat melakukan literasi media promosi untuk memastikan ulang informasi mengenai promo tersebut.
Literasi media juga dapat membantu mengurangi hoaks yang beredar di kalangan masyarakat. Hoaks dapat menyebar begitu cepat dalam hitungan menit ke arah masyarakat. Hal tersebut karena adanya sosial media yang semakin canggih. Tetapi tidak berarti bahwa sosial media merupakan sesuatu buruk. Hanya saja sosial media harus digunakan secara bijak oleh tangan yang tepat agar dapat memberikan dampak positif kepada penerimanya.
Gerakan anti hoaks dan radikalisme penting untuk dilakukan dalam rangka membasmi penyebaran hoaks. Gerakan ini merupakan tanggung jawab seluruh lapisan masyarakat. Karena jika beban ini dapat ditanggung bersama, maka hoaks pun akan semakin mudah ditangani.
Menurut APJII, pada tahun 2018 terdapat 50,7% pengguna internet di Indonesia yang menggunakan Facebook sebagai sosial medianya. Dari data tersebut dapat disimpulkan bahwa platform Facebook sangat rentan terhadap penyebaran hoaks. Sehingga masyarakat pengguna Facebook harus menolak semua hoaks melalui gerakan anti hoaks Facebook dengan cara melek literasi media.
Tak hanya masyarakat secara umum, Fakultas Ilmu Komputer Udinus Semarang juga memerangi hoaks yang ada di masyarakat dengan cara meminta para mahasiswanya untuk mencantumkan daftar pustaka dari sumber terpercaya untuk menuliskan penelitiannya. Hal ini tidak berbeda jauh dengan universitas di Semarang lainnya seperti Unika, Unaki, dan Undip yang melakukan hal sama untuk cara penulisan setiap karya ilmiahnya. Persoalannya, hal yang umum di dalam dunia akademik tidak dipenetrasikan pada masyarakat untuk dapat dijadikan bekal pengetahuan dalam bersosial media yang baik.
Saya harap dengan adanya artikel ini masyarakat Indonesia, khususnya Semarang menjadi lebih jeli dalam menerima setiap arus informasi dengan menelusuri kredibilitas sumbernya.