Sejarah dunia mencatat, pagi hari tanggal 7 Desember 1941, Laksamana Isoroku Yamamoto mengerahkan ratusan armada pesawat tempur angkatan perang Jepang untuk melakukan serangan dadakan terhadap armada-armada Angkatan Laut Amerika Serikat di pangkalan mereka, Pearl Harbor- Hawaii. Serangan Jepang di Pearl Harbor hari itu menandai dimulainya Perang Dunia II di Front Pasifik dan kampanye militer Jepang di seluruh wilayah Asia Pasifik. Penggambaran dramatis dengan teknik sinematografi modern mengenai serangan udara tersebut pernah diangkat ke film layar lebar dengan judul Pearl Harbor arahan Michael Bay yang dirilis pada tahun 2001 yang lalu.

Dalam buku Perang Pasifik karya P.K. Ojong (Kompas: 2008), dibeberkan sesudah Pearl Harbor, maka Filipina, Malaya dan Indonesia (yang waktu itu masih Hindia Belanda), Australia, New Zealand terbuka bagi serangan Jepang. Dengan cepat kampanye militer Jepang berhasil menguasai dan mendaratkan pasukannya di wilayah Filipina, Hong Kong, Kalimatan Utara, Malaya, dan Guam.

Akhirnya bara panas Perang Dunia II di Front Pasifik itu mencapai bumi Nusantara pada tahun 1942 dan pada awal Maret 1942 tentara Jepang mendarat di Pulau Jawa yang menjadi benteng terakhir Sekutu di Pasifik Barat. Dalam buku Heiho: Barisan Pejuang Indonesia Yang Terlupakan karya Nino Oktorino (PT. Elex Media: 2019) dituliskan bahwa keberhasilan Jepang mengalahkan Belanda di Indonesia dalam waktu singkat menimbulkan kesan mendalam bagi bangsa Indonesia dan karena itulah pada mulanya bangsa Indonesia menyambut baik kedatangan balatentara Dai Nippon, apalagi dengan banyaknya selebaran yang bergambar bendera Jepang dan bendera Indonesia di dalam satu gambar bertuliskan satu warna, satu ras, bangsa Indonesia menyakini bahwa Jepang datang sebagai saudara tua yang akan membebaskan saudara muda .

Namun perasaan kagum terhadap Jepang tersebut hanya berlangsung sementara saja. Jepang segera membuat peraturan sebagaimana layaknya tentara pendudukan dan bangsa Indonesia dipecah belah ke dalam beberapa zona pendudukan Militer. Selain itu, salah satu tujuan Jepang menguasai Indonesia adalah untuk mencari sumber daya alam minyak dan karet yang sangat dibutuhkan dalam peperangan. Hadirnya Jepang ke Indonesia menandai sebuah episode baru dalam rangkaian kisah sejarah perjuangan Bangsa Indonesia dalam mencapai kemerdekaannya.

Salah satu episode dari pendudukan Jepang di Indonesia adalah dibentuknya Pasukan PETA (Pembela Tanah Air). Menurut sejumlah sumber sejarah, PETA yang dbentuk pada tahun 1943 merupakan tentara sukarelawan bentukan tentara pendudukan Jepang di Indonesia yang memiliki tugas membantu tentara Jepang dalam peperangan. Namun di sisi lain, memanfaatkan momentum bangsa Indonesia yang ingin segera merdeka, Jepang mendidik anggota PETA untuk mencintai tanah airnya sendiri dan pelatihan militer tersebut memiliki tujuan untuk melindungi tanah air Indonesia dari serangan pihak luar, meskipun ada kepentingan lain Jepang ketika membentuk tentara ini, yaitu untuk membantunya mempertahankan Pulau Jawa bila diserang pasukan Sekutu dan membantunya dalam kampanye militer di Asia Pasifik.

Sejarah dan kisah perjalanan pasukan yang menjadi cikal bakal pasukan TNI ini ada di Museum PETA Bogor. Museum dengan ciri khas bangunan berwarna coklat tua yang diresmikan pada tahun 1995 ini berada tidak begitu jauh dari Stasiun Kereta Api Bogor, tepatnya di Jalan Jenderal Sudirman No. 35. Waktu operasional Museum di week day (Senin-Jumat) pukul 08.00 hingga 17.00, sedangkan untuk weekend (Sabtu-Minggu) dari pukul 10.00 hingga 17.00.

Menelusuri Museum PETA Bogor, pengingat sejarah perjuangan bangsa

Keterangan Foto: Halaman depan Museum PETA Bogor

Menurut beberapa sumber, bangunan Museum ini dibangun pada abad ke-18 dan pada tahun 1943 pernah difungsikan sebagai pusat pelatihan Pasukan PETA yang dikontrol oleh tentara pendudukan kekaisaran Jepang. Saya berkesempatan mengunjungi Museum ini pada hari Minggu tanggal 7 April 2019 yang lalu.

Menelusuri Museum PETA Bogor, pengingat sejarah perjuangan bangsa

Keterangan Foto: Batu Prasasti di depan Museum PETA Bogor yang menuliskan Lahirnya Jiwa Keprajuritan Nasional Indonesia semasa Perang Dunia II

Di depan Museum, di sisi kiri dari arah kita berjalan, kita akan melihat patung Shodancho Supriyadi, seorang tokoh yang menjadi pemimpin pemberontakan pasukan PETA terhadap tentara pendudukan Jepang di Blitar karena merasa sangat prihatin melihat nasib rakyat Indonesia yang hidup sengsara di bawah pendudukan Kekaisaran Jepang. Hingga hari ini Supriyadi dinyatakan hilang setelah memimpin Pemberontakan tersebut.

Di sisi kanan searah dari arah kita masuk, berdiri dengan gagah patung Jenderal Sudirman, seorang Tokoh Militer Besar dalam sejarah perjuangan Kemerdekaan Republik Indonesia. Jenderal Sudirman juga merupakan salah satu tokoh yang pernah dilatih dan menjadi anggota pasukan PETA.

Masuk ke dalam, kita akan menjumpai lorong yang terdapat relief pada tembok di bagian kiri dan kanannya. Di lorong terdapat relief-relief yang menggambarkan tokoh-tokoh nasional yang berasal dari PETA, beberapa diantaranya: Syodancho Supriyadi (Pimpinan pemberontakan PETA di Blitar), Jenderal Besar Sudirman (Panglima Besar TKR), Jenderal (Anumerta) Ahmad Yani (Pahlawan Revolusi), Jenderal HM. Soeharto (Mantan Presiden RI ke-2), Jenderal (Purn) Umar Wira Hadi Kusumah (Mantan wakil Presiden RI ke-4 ), Letnan Jenderal (Purn) Sarwo Edhie Wibowo dan lainnya.

Menelusuri Museum PETA Bogor, pengingat sejarah perjuangan bangsa

Keterangan Foto: Relief-Relief yang Menceritakan tokoh-tokoh Nasional yang berasal dari PETA dan beberapa peristiwa bersejarah, seperti Peristiwa Palagan Ambarawa

Selain itu terdapat relief-relief yang menggambarkan peristiwa bersejarah perjalanan Republik ini, seperti Palagan Ambarawa, di mana pasukan kita berhasil memukul mundur pasukan Sekutu yang diboncengi pasukan NICA keluar dari Ambarawa serta terdapat pula relief yang menjelaskan PETA merupakan salah satu cikal bakal lahirnya TNI.

Museum PETA Bogor ini terbagi atas 2 ruangan, yaitu Ruang Supriyadi dan Ruang Sudirman. Di kedua ruangan tersebut terdapat diorama-diorama dengan total jumlah dioramanya sekitar 14 diorama yang menceritakan adegan sejarah Perjalanan PETA dan kontribusinya dalam pergerakan kebangsaan mencapai kemerdekaan. Selain itu, diorama-diorama yang ada juga menceritakan peristiwa-peristiwa penting sejarah bangsa dalam rentang waktu 1943-1945.

Menelusuri Museum PETA Bogor, pengingat sejarah perjuangan bangsa

Keterangan Foto: Salah satu Diorama yang menggambarkan kegiatan latihan di Pusat Pendidikan Perwira Pembela Tanah Air di Bogor (1943)

Di ruangan Supriyadi, selain berisi diorama-diorama, terdapat juga koleksi-koleksi dokumentasi berita mengenai proses pembentukan tentara PETA dari tahun 1940-an, dokumentasi foto mengenai Pelatihan Tentara PETA, dan diagram Badan susunan Tentara PETA.

Menelusuri Museum PETA Bogor, pengingat sejarah perjuangan bangsa

Keterangan Foto: Dokumentasi Mengenai Pembentukan Tentara PETA dari tahun 1944

Lalu di ruangan ini dapat kita jumpai artefak-artefak yang menarik seperti seragam yang digunakan oleh anggota PETA dan pedang Katana yang hanya boleh dipegang oleh perwira Militer. Bagi para penyuka sejarah ruangan ini menarik karena berisi sejumlah pengetahuan mengenai salah satu rangkaian kisah dalam sejarah perjuangan Bangsa Indonesia.

Menelusuri Museum PETA Bogor, pengingat sejarah perjuangan bangsa

Keterangan Foto: Artefak Pakaian PETA dan Pedang Katana yang ditampilkan dalam ruang Supriyadi

Ruangan lainnya yang berada di sisi ruang Supriyadi bernama ruang Sudirman. Ada yang sangat menarik di ruangan Sudirman ini, yaitu koleksi persenjataan peninggalan perang yang terawat cukup baik dan tertata rapi dalam rak-rak dan lemari. Menurut informasi, koleksi persenjataan ini berasal dari rampasan tentara Jepang maupun tentara sekutu berupa pistol, senapan serbu, senjata mesin berat, senjata mesin ringan dan juga bayonet.

Menelusuri Museum PETA Bogor, pengingat sejarah perjuangan bangsa

Keterangan Foto: Koleksi persenjataan peninggalan perang di ruangan Sudirman

Di ruangan Sudirman ini juga terdapat foto-foto dari para Jenderal dan tokoh TNI yang pernah dididik sebagai anggota PETA. Tempat ini bisa memberikan banyak informasi mengenai sejarah dunia ketentaraan kita.

Di bagian belakang Gedung Museum ini berdiri gagah patung Jenderal Sudirman di antara dua buah meriam dengan seragam PETA sewaktu beliau menjabat sebagai komandan satuan di pasukan PETA.

Menelusuri Museum PETA Bogor, pengingat sejarah perjuangan bangsa

Keterangan Foto: Patung Jenderal Sudirman dalam pakaian PETA di halaman belakang Museum PETA, Bogor

Pembubaran Pasukan PETA.

Akhirnya sejarah dunia juga mencatat selesainya Perang Dunia II di Front Pasifik ketika pada bulan Agustus 1945 pesawat pembom jarak jauh Amerika, B-29 menjatuhkan bom atomnya di atas dua kota Jepang, yaitu Hiroshima dan Nagasaki yang memaksa Jepang menyerah tanpa syarat kepada pihak sekutu segera setelahnya.

Setelah Jepang menyerah tanpa syarat kepada pihak Sekutu, berakhir pula pendudukan Jepang di Indonesia dan tentara PETA dibubarkan setelah Proklamasi kemerdekaan 17 Agustus 1945. Meskipun secara organisasi telah bubar namun tentara PETA masih berperan dalam perang kemerdekaan ketika Belanda mencoba menduduki kembali Indonesia.

Berdasarkan informasi yang ada di museum, pada tanggal 19 Agustus 1945 PETA dibubarkan oleh pemerintah Jepang dan akhirnya bergabung dengan badan penolong korban perang (BPKP). Kemudian tanggal 22 Agustus 1945 dirumuskan terbentuknya BKR (Badan Kemanan Rakyat) . Pada tanggal 23 Agustus 1945 PETA bersama komponen bangsa lain seperti KNIL, Heiho, Seinendan, Keibodan, Laskar Pemuda dan Pelaut bergabung menjadi satu membentuk BKR. Selanjutnya tanggal 5 Oktober 1945, BKR dirubah namanya melalui maklumat Pemerintah menjadi TKR (Tentara Keamanan Rakyat) sehingga tanggal 5 Oktober diperingati sebagai hari lahirnya TNI (Tentara Nasional Indonesia).

Apresiasi yang tinggi untuk mereka yang berdedikasi mendokumentasikan dan membingkai kisah-kisah perjuangan tersebut dalam sebuah bingkai ruang dan waktu sehingga kisah-kisah tersebut masih bisa kita ketahui. Perjuangan yang tulus dari para pendiri bangsa & rakyat Indonesia, bersatu tanpa memandang golongan suku, ras, dan agama telah menyatukan bangsa Indonesia hingga negara ini berdiri dan berdaulat sebagai sebuah negara besar yang merdeka. Sudah selayaknya, kita sebagai generasi penerus menjaga dan meneruskan semangat kemerdekaan untuk masa depan Indonesia yang lebih baik lagi.