Fransisco Budi Hardiman menuliskan sebuah buku yang memperkenalkan pemikiran kritis Jurgen Habermas pada masyarakat Indonesia lewat bukunya yang berjudul Menuju Masyarakat Komunikatif. Hal tersebut sangat dibutuhkan oleh masyarakat majemuk pada masa pandemi untuk menciptakan komunikasi rasional dan kritis antar masyarakat.

Menciptakan 'masyarakat komunikatif' melalui kacamata Budi Hardiman

Foto: F. Budi Hardiman (arkipel.org)

Telah tercatat sekitar 65,8 juta pasien Covid-19 di seluruh dunia termasuk Indonesia yang kini sedang berjuang menghadapi keganasan dari Covid-19 dan hampir satu tahun mengobrak-abrik pertahanan negara, terutama dalam hal kesehatan dan perekonomian. Tidak dapat dipungkiri bahwa semua negara kewalahan dalam melawan Covid-19 yang semakin ganas setiap harinya.

Banyak sektor kehidupan lumpuh total akibat keganasan dari Covid-19 ini. Seluruh lapisan masyarakat bergotong-royong untuk memerangi penyebaran virus tersebut. Segala upaya dikerahkan untuk melawan penyebaran Covid-19 dengan selalu taat dan patuh terhadap protokol kesehatan guna menekan jumlah korban positif Covid-19 setiap hari yang tidak juga menunjukkan kabar baiknya.

Akibat lain dari kenaikan pasien yang terjangkit Covid-19 adalah meningkatnya ketakutan dan kecemasan pada kalangan masyarakat. Urgensi inilah yang ingin diminimalisir keadaannya agar masyarakat juga tidak terlalu khawatir dan berimbas pada kesehatan yang nantinya akan menyebabkan kenaikan angka pasien Covid-19 itu sendiri.

Masyarakat sekarang ini juga sering mengakses informasi dari segala sumber media khususnya pada laman sosial media guna memantau perkembangan dari Covid-19. Akan tetapi sebagian orang menerima serta menyebarkan informasi secara asal-asalan, tidak mengetahui apakah informasi tersebut benar atau tidak yang menyebabkan menciptakan ketakutan tiada akhir dalam masyarakat. Oleh karena itu, pada masa pandemi ini sangat dibutuhkan masyarakat yang komunikatif untuk meningkatkan indeks melek teknologi pada seluruh lapisan masyarakat.

Di dalam bukunya F. Budi Hardiman memperkenalkan teori kritis tentang masyarakat komunikatif. Hal tersebut bertujuan agar masyarakat majemuk dapat berpikir secara rasional dan kritis. Kita tahu bahwa penyebaran informasi yang sangat deras dan tidak dapat dibendung banyak memunculkan persepsi yang salah dan berujung menciptakan kecemasan tiada akhir. Teori kritis tentang masyarakat komunikatif menitikberatkan bahasa sebagai manifestasi masyarakat dalam berkomunikasi. Mengapa demikian? Karena jika diperhatikan lebih dalam bahasa merupakan kunci dari terciptanya interaksi antar masyarakat sosial dalam sebuah komunikasi.

Implementasi secara sederhana mengenai pembahasan ini adalah jika pemerintah ingin memberikan sebuah sosialisasi, tentunya harus memperhatikan latar belakang lingkungan masyarakatnya terlebih dahulu. Apabila di dalam lingkungan masyarakat tersebut dari kalangan kelas atas tentu dapat menggunakan bahasa yang cenderung tegas dan tidak bertele-tele. Hal tersebut bertolak belakang jika ingin mengadakan sosialisasi pada masyarakat menengah ke bawah, bahasa yang seharusnya dipakai adalah bahasa yang ringan dan mudah dipahami agar tujuan dari sosialisasi tersebut dapat tersampaikan dengan baik.

Pada masa pandemi ini sangatlah penting untuk menciptakan masyarakat yang komunikatif. Tujuannya agar tercipta interaksi yang aman dan lancar antar masyarakat majemuk dalam menanggapi berbagai isu yang belakangan marak terjadi dan tersebar di media sosial. Berikut beberapa alasan penting dalam menciptakan masyarakat komunikatif pada masa pandemi.

1. Menciptakan masyarakat yang rasional dan kritis.

Kita tahu bahwa urgensi pada masa pandemi ini adalah masyarakat dengan pola pikir yang berbeda dalam menanggapi sebuah isu dan berita yang tersebar di semua media massa. hal ini karena masyarakat Indonesia merupakan masyarakat majemuk yang memiliki banyak perbedaan dari segi apa pun.

Banyak masyarakat yang sering misinformasi tentang hal yang ingin disampaikan oleh pemerintah guna memerangi pandemi ini. Masyarakat yang kurang begitu rasional dan kritis dalam memahami suatu isu atau berita itu benar adanya dan sanggup memicu persepsi yang salah kaprah dalam penerapannya. Maka dari itu, tujuan utama pada saat ini adalah menciptakan sikap rasional dan kritis dalam memahami suatu berita yang ada agar ke depannya tidak terdapat misinformasi dalam penerapannya.

2. Bijak dalam mengakses media sosial.

Pada masa pandemi semua orang pastinya sering berada di rumah dan berkutat dengan smartphone masing-masing. Semua orang dapat dengan mudah mengakses laman media sosial mereka guna memantau perkembangan kasus Covid-19 dan tidak segan untuk membagikan setiap berita yang mereka temukan. Hal ini menyebabkan banyaknya misinformasi yang beredar di masyarakat dan berdampak pada kekhawatiran diri yang meningkat.

Sangat dianjurkan agar masyarakat mencari tahu dahulu kredibilitas sumber berita yang didapat. Masyarakat pun diharapkan memeriksa kebenaran sumber berita dan menelaah lebih lanjut sebelum menyebarkannya. Hal tersebut berguna untuk menghindari banyaknya isu palsu atau hoaxs yang semakin marak terjadi.

3. Mengurangi rasa cemas dan takut di kalangan masyarakat.

Hal ini dipicu oleh penyebaran informasi yang cenderung asal-asalan di kalangan masyarakat serta kurangnya literasi dalam menerima suatu informasi. Imbasnya mengarah pada kecemasan dan ketakutan masyarakat yang tiada akhir.

4. Menciptakan komunikasi dua arah yang efektif.

Alasan terpenting dari menciptakan masyarakat yang komunikatif adalah mampu memperkuat komunikasi antar masyarakat majemuk dan juga menyatukan perbedaan melalui komunikasi dua arah yang efektif ini.

Maka dari itu sangatlah penting apabila kita bersama-sama ikut andil dalam menciptakan masyarakat komunikatif agar mampu menghasilkan kekuatan komunikasi yang legal di dalam masyarakat majemuk.