Pernahkah kamu mendengar mengenai ahsanul amal? Istilah ahsanul amal berasal dari bahasa arab yang artinya amalan terbaik. Lalu, seperti apa amalan terbaik itu? Apakah amalan terbaik seorang muslim sama dengan amalan non muslim? Amalan terbaik itu sendiri tentunya ada beberapa syarat agar diterima di sisi Allah SWT. Lalu, apa sajakah syarat itu?

1. Niat karena Allah (ikhlas).

Agar amalan seorang muslim tidak sia-sia tentu saja diniatkan hanya karena Allah semata. Niat karena Allah bisa diartikan dengan ikhlas. Ikhlas itu sendiri memurnikan kemungkinan-kemungkinan mengharapkan dari selain Allah SWT. Ikhlas merupakan syarat diterimanya amal yang dilakukan hanya untuk Allah semata. Dari imam Al-Hafizh Abu Zakaria An Nawawi berkata: "Ikhlas itu membersihkan akal (dan jiwa) dari perhatian manusia."

Dalam hadist yang diriwayatkan Imam Bukhori dan Muslim, Rasulullah SAW bersabda:

"Dari Umar Radhiyallahu anhu, bahwa Rasulullah Shalallalu alaihi wasallah bersabda: 'Amal itu tergantung niatnya, dan seseorang hanya mendapatkan sesuai niatnya. Barang siapa yang hijrahnya kepada Allah dan Rasul-Nya, maka hijrahnya kepada Allah dan Rasul-Nya, dan barang siapa yang hijrahnya karena dunia atau karena wanita yang hendak dinikahinya, maka hijrahnya itu sesuai ke mana ia hijrah'." (HR. Bukhari dan Muslim dan empat imam Ahli Hadits).

Allah SWT berfirman, yang artinya: "Padahal mereka hanya diperintah menyembah Allah, dengan ikhlas menaati-Nya semata-mata karena (menjalankan) agama, dan juga agar melaksanakan salat dan menunaikan zakat; dan yang demikian itulah agama yang lurus (benar)." (QS. Al-Bayyinah 98: Ayat 5)

Sungguh, perkara niat ini bukan perkara yang bisa diremehkan. Niat merupakan perkara yang mendasar karena niat bisa menyebabkan suatu perbuatan yang besar menjadi kecil atau sebaliknya, perbuatan kecil yang menjadi besar karenanya. Dikisahkan juga seperti para syuhada, penghafal Alquran yang dilemparkan ke neraka akibat salah niat, seperti ingin dikatakan pemberani di hadapan manusia atau ingin diberi gelar qari dan lain sebagainya.

2. Sesuai dengan syariat Allah.

Syariat atau aturan bisa kita sebut dengan hukum syara, yaitu seruan dari sang pembuat hukum, yakni Allah SWT yang berkaitan dengan amal perbuatan manusia, baik berupa ketetapan yang sudah pasti bersumber dari Alquran dan As-Sunnah (Hadits) maupun dari sumber yang dugaannya kuat atau zhanni tsubut (hadits yang bukan mutawattir).

Dalam surah Al-Hasyr ayat 7, Allah SWT berfirman yang artinya: "Apa yang diberikan Rasul kepadamu maka terimalah. Dan apa yang dilarangnya bagimu maka tinggalkanlah. Dan bertakwalah kepada Allah. Sungguh, Allah sangat keras hukuman-Nya." (QS. Al-Hasyr 59: Ayat 7)

Lalu, bagaimana dengan amal yang dilakukan oleh non muslim (read: kafir)? Amal perbuatan yang dilakukan oleh kafir jelas seluruhnya tertolak. Sedangkan amal perbuatan yang dilakukan orang muslim terbagi menjadi beberapa kategori, yakni:

a. Jika tidak ikhlas dan tidak sesuai dengan syariat atau contoh Rasulullah SAW maka akan tertolak.

b. Jika tidak ikhlas tapi sesuai dengan syariat atau contoh Rasulullah SAW maka akan tertolak.

c. Jika ikhlas tapi tidak sesuai dengan syariat atau contoh Rasulullah SAW maka akan tertolak.

d. Jika ikhlas dan sesuai dengan syariat atau contoh Rasulullah SAW maka akan diterima sebagai ahsanul amal.

Sebagai seorang muslim sudah seharusnya perilaku dan pemikirannya bersandar kepada Islam. Setiap perbuatan yang kita kerjakan akan dihitung dan kelak akan dimintai pertanggungjawabannya. Maka kita harus memperhatikan apa-apa yang kita kerjakan. Amalan-amalan yang kita kerjakan hendaknya harus karena Allah semata dan sesuai dengan syariatnya. Wallahu alam bishowab.

Oleh: Sari Nur Anisa