Mungkin ada di antara kamu yang merupakan pemilik atau manager sebuah perusahaan ataupun bisnis/usaha. Entah itu sebuah startup teknologi atau coffee shop yang nyaman dan happening di kota kamu. Sudah berapa lama perusahaan ataupun bisnis tersebut berjalan? Satu tahun? Lima tahun? Atau bahkan mungkin50 tahun yang lalu sudah berdiri dan terus beroperasi melewati berbagai waktu dan zaman?

Kamu tentu pernah mendengar perusahaan tembakau yang sudah berusia puluhan tahun. Atau sebuah rumah makan padang yang sudah berdiri sejak tahun 60-an dan tetap melayani pelanggan hingga hari ini. Ketahanan mereka berbisnis melewati berbagai rintangan dan cobaan memang luar biasa. Dan patut jadi teladan semua pebisnis pemula yang ingin lebih baik lagi dari para senior ini.

Soal perusahaan tua yang masih beroperasi setelah melewati puluhan dan bahkan ratusan tahun, sepertinya negara Jepang adalah jagonya. Walau dihantui rendahnya angka kelahiran bayi dalam beberapa puluh tahun terakhir, ancaman virus mematikan dari negara tetangga, maupun tingkat populasi generasi tua yang semakin tinggi jika dibandingkan generasi muda, Jepang dan bisnis merupakan sesuatu yang sudah teruji ratusan tahun.

Ini bisa terlihat dari laporan tahun 2008 oleh Bank of Korea yang menyatakan kalau dari 5,586 perusahaan berusia lebih dari 200 tahun dan tersebar di 41 negara, lebih dari separuhnya berada/berasal dari Jepang. Tepatnya di angka 56%. Data tersebut diamini Teikoku Data Bank tahun 2019, di mana mereka meyakini lebih dari 33,000 bisnis/perusahaan di Jepang sudah berusia lebih dari seratus tahun dan masih beroperasi; mulai dari hotel tua di prefektur Yamanashi (yang sudah beroperasi sejak tahun 705) hingga perusahaan modern yang berdiri sejak 1800-an seperti Nintendo.

Ini alasan banyak perusahaan berusia lebih dari 100 tahun di Jepang

Kantor Nintendo di Kyoto (Sumber gambar: Wikipedia)

Tidak hanya perusahaan berskala besar saja yang menua dan tetap beroperasi di Jepang. Sekelas kedai teh sekalipun dapat bertahan melewati cobaan zaman. Seperti kedai teh Tsuen Teadi Kyoto yang sudah buka lapak sejak tahun 1160. Jauh lebih tua dibandingkan usia negara Amerika Serikat sekalipun. Menurut manager Tsuen Tea saat ini, Yusuke Tsuen, rahasia awet bisnis keluarganya tersebut hingga 900 tahun adalah konsistensi. Kami hanya fokus pada penyajian teh dengan sedikit ekspansi (seperti es krim), terang pria berusia 38 tahun itu. Itulah mengapa kami dapat bertahan begitu lama di bisnis ini, sambung Yusuke lagi.

Ini alasan banyak perusahaan berusia lebih dari 100 tahun di Jepang

Tsuen Tea (Sumber gambar: O-cha)

Mengapa bisnis dan pebisnis di Jepang dapat menjaga usaha mereka hingga berpuluh-puluh (bahkan ratusan) tahun melewati berbagai zaman?

Menghargai tradisi.

Perusahaan-perusahaan yang sudah melewati usia 100 tahun (disebut Shiniseatau 'warung/toko tua') normalnya berpaham ketahanan/kelangsungan ketimbang mengeruk keuntungan dengan segera. Berdasarkan hal itulah banyak perusahaan Jepang yang tetap dapat beroperasi hingga bergenerasi. Dari kakek, dijalankan oleh ayah, selanjutnya anak, kemudian cucu, dan seterusnya.

Pola seperti ini sebenarnya tidak ekslusif Jepang saja karena di Indonesia juga memiliki kemiripan. Banyak perusahaan lama/tua Indonesia yang dulunya dijalankan oleh kakek moyang sebelum kemudian dijalankan oleh anak-cucu lelaki maupun keturunan berikutnya. Suksesi model ini bahkan melewati tahap ekstrem di Jepang jika pemilik perusahaan tidak memiliki putra pewaris; seperti yang pernah dilakukan perusahaan otomotif Suzuki dan perusahaan elektronik Panasonic.

Ini alasan banyak perusahaan berusia lebih dari 100 tahun di Jepang

(Sumber gambar: All About Learn)

Kompetensi operasional, adaptasi zaman, dan keahlian layanan pelanggan berkelas.

Perusahaan Nintendo di Kyoto, Jepang adalah contoh bagus. Lahir sebagai perusahaan kartu bermain (Hanafuda) di 1889, Nintendo konsisten beroperasi sebagai perusahaan yang menyediakan kesenangan di produk mereka. Dari kartu bermain hingga kemudian mengubah peta permainan elektronik di era 80-an, Nintendo secara kontinyu memanjakan pelanggan mereka sesuai perkembangan zaman yang ada.

Mengikuti perkembangan zaman merupakan langkah strategis agar tidak tergerus dalam kompetisi. Ingat bagaimana Nokia yang bandel dan menolak mengadopsi sistem operasi Android di saat kompetitor semakin menggunakan Android di produk mereka? Lihat di mana Nokia saat ini berada. Perusahaan pembuat kimono Hosoo di Jepang juga mengalami situasi di mana semakin sedikit wanita Jepang memakai kimono sehingga mereka kemudian berekspansi memroduksi serat karbon untuk bahan material industri.

Inovasi tidak selalu dilakukan ShiniseJepang karena terkadang pangsa pasar mereka sudah segmented. Sudah terjaga. Tapi bukan berarti Shinisebebas dari kemungkinan kolaps atau bangkrut karena durasi eksis di bisnis memang bukan jaminan sebuah ketahanan. Seperti perusahaan konstruksi Kongo Gumi yang sudah hidup sejak tahun 578 dan tamat tahun 2006 karena hutang dan kemudian bangkrut. Sudah beroperasi 1,400 tahun tidak menjamin akan terus melihat matahari terbit di tahun ke 1,401.

Sehingga daya tahan perusahaan Jepang tergantung cara mereka menjalankannya juga. Seperti kata bos Tsuen Tea, Saya lahir di keluarga yang menjalankan bisnis kedai teh. Nenek moyang saya sudah menjalankan usaha ini sejak lama dan saya hanya meneruskan kerja keras mereka saja. Tujuan saya bukan untuk membesarkan kedai teh ini. Atau meluaskan jaringan. Atau go public ke dunia internasional. Tujuan saya hanya melanjutkan kedai agar terus beroperasi. Hanya itu.

Terdengar kurang ambisius? Pemiliknya berpikiran sempit? Jika perusahaan/usaha/toko kamu berusia 900 tahun seperti kedai Tsuen Tea, mungkin opini tersebut akan terdengar lebih relevan.