Istora Senayan Jakarta dipadati oleh ribuan penonton pada hari Rabu (06/02) malam. Dari penonton muda-mudi hingga kakek-nenek, dari penduduk Pulau Kalimantan hingga Jawa, semuanya hadir untuk menyaksikan konser kedelapan dari salah satu penyanyi berdarah Minang, Muhammad Tulus atau yang lebih dikenal dengan nama Tulus. Konser musik yang diberi nama sesuai album ketiga Tulus, Monokrom, ini telah menuai kesuksesan sebelumnya ketika diadakan di Sasana Budaya Ganesha Bandung pada 20 November 2018 lalu.

Antusiasme pendengar Tulus dapat terlihat dari ludesnya seluruh kategori tiket, yaitu Festival, Gold, Diamond, Platinum, dan VVIP, ketika presale dibuka pada 27 Desember 2018. Tingginya minat pendengar untuk menyaksikan penampilan Tulus secara langsung rupanya membuat tiket ots (on the spot) akhirnya disediakan ketika hari H. Sebelum mengantre masuk ke dalam gedung, penonton dapat membeli sejumlah souvenir yang dipajang EtalaseTulus, seperti poster, kaos, tas belanja, pin enamel, hingga buku catatan.

Sekitar pukul 20.30 WIB, Ari Renaldi, kakak sekaligus produser dari ketiga album Tulus, hadir pertama kali di atas panggung untuk menyapa penonton. Konser Monokrom selanjutnya dibuka dengan lantunan instrumen musik dari medley lagu-lagu hit yang pernah dinyanyikan Tulus. Layar LED pun turut menampilkan cuplikan video yang menunjukkan perjalanan karir Tulus selama ini.

Dengan setelan yang didominasi warna hitam, Tulus mengawali konser tunggalnya ini dengan menyanyikan lagu berjudul Baru. "Bantu saya untuk tetap tenang" ujar Tulus beberapa kali ketika merespon antusiasme penonton yang semakin tidak sabar untuk menyaksikan lagu yang akan dinyanyikan Tulus selanjutnya. Dalam konser ini, Tulus menceritakan secara singkat tentang bagaimana dirinya tidak pernah terpikirkan untuk menyelesaikan sekolah arsitektur, melanjutkan berkarya di bidang musik, hingga akhirnya berhasil menciptakan tiga album bahkan mengadakan konser musik.

Selama kurang lebih dua jam, Tulus, para pemusik, dan para penyanyi berusaha untuk membawakan lagu-lagu yang menjadi jiwa dari ketiga album. Sekitar dua puluh lagu berhasil disajikan dengan apik dalam konser Monokrom Jakarta, seperti lagu Sewindu dan Jatuh Cinta dari album Tulus, laguJangan Cintai Aku Apa Adanya dan Sepatu dari album Gajah, serta lagu Ruang Sendiri dan Cahaya dari album Monokrom.

Penonton pun semakin dibuat kagum dengan berbagai kejutan yang dihadirkan Tulus, para pemain musik, dan para penyanyi dalam konser Monokrom Jakarta ini. Untuk mengenang musik-musik yang menghiasi memori masa kecilnya, penyanyi kelahiran Bukittinggi, 31 tahun lalu ini menyanyikan medley dari lagu-lagu daerah Sumatera Barat, seperti Babendi-bendi, Madiak Arau, Dindin Badindin, dan Tak Tong Tong. Video Tulus yang lupa lirik ketika iseng menyanyikan lagu Bumerang di akun Instagramnya pun akhirnya menuntun sang penyanyi untuk membawakan lagu ini kembali setelah lama tidak pernah disenandungkan di atas panggung.

Lagu Langit Abu-abu yang dibawakan secara akapela oleh Tulus danchoir semakin menambah kesan menyayat hati ketika penonton sengaja diminta untuk tidak ikut menyanyi bersama. Dalam lagu Monokrom dan Teman Hidup, boneka bernama Abak dan boneka manusia pemegang lampion dari papermoon puppet theatre hadir menjadi visualisasi dari "cerita" yang sedang didongengkan Tulus melalui lagunya. Atmosfer emosional semakin terasa menyelimuti Istora Senayan ketika Tulus memperkenalkan boneka Abak sebagai perwujudan sosok mendiang kakek yang belum sempat ia temui karena berpulang hanya beberapa hari setelah Tulus lahir. "Saya berharap setiap kali mendengarkan lagu ini, teman-teman tidak boleh lagi ada yang merasa kesepian, tidak boleh lagi ada yang merasa sendirian. Selalu ada yang sayang, selalu ada yang memerhatikan teman-teman semua. Ketemu atau tidak ketemu" tutup Tulus di akhir lagu Teman Hidup yang disambut dengan isak tangis serta tepuk tangan penonton.

Tidak hanya dimanjakan melalui lantunan suara yang indah dan musik yang merdu, mata penonton juga dibuat sejuk dengan video pada LED yang minimalis tetapi penuh makna. Bentuk panggung juga dirancang sedemikian rupa sehingga Tulus seolah-olah memiliki balkon untuk berinteraksi lebih dekat dengan penonton. Di sela-sela lagu, Tulus selalu berusaha menyempatkan diri untuk meraih tangan penonton, memberikan lambaian tangan, bahkan sempat duduk-duduk di lantai panggung.

Tulus juga tidak lupa untuk memperkenalkan program sosial yang digagasnya, seperti Teman Gajah Tulus dan Bantu Guru Belajar Lagi. Satu boneka Teman Gajah Tulus yang ditandatangani Tulus pun sengaja dibagikan secara acak kepada penonton yang beruntung mendapatkannya. Apresiasi turut disampaikan Tulus kepada para pemusik, paduan suara, dan penyanyi yang membantu keberlangsungan konser Monokrom malam itu dengan menyebutkan nama dan menampilkan foto satu per satu di layar LED.

Lagu untuk Matahari dan Manusia Kuat menjadi dua lagu yang terasa pas untuk menjadi pengantar sebelum konser Monokrom Jakarta benar-benar berakhir malam itu. Seluruh penonton berdiri, bertepuk tangan, dan bebas menggerakkan anggota tubuhnya seiring dengan irama serta pesan lagu yang membakar optimisme dalam diri. Ketika confetti mulai berhamburan turun, Tulus yang terlihat menyeka air mata harunya pun mulai menghampiri para pengisi konsernya malam itu lalu memberikan pelukan serta ucapan terima kasih. Tepuk tangan penonton yang tiada henti mengiringi para pengisi konser Monokrom Jakarta yang beberapa kali membungkuk untuk mengungkapkan apresiasi. Lampu-lampu panggung meredup satu per satu, konser Monokrom Jakarta resmi berakhir dengan membawa kenangan yang indah dalam setiap memori penonton.

"Semampuku kau akrab dengan senyum dan tawa". Seperti lirik lagu Cahaya, terima kasih Tulus untuk selalu berusaha membuat hati kami pulih ketika mendengar lagu-lagumu!