Pada akhir tahun 2019, muncul virus yang membuat gempar yaitu Coronavirus Disease 2019 atau biasa disebut dengan Covid-19. Yang mana CO adalah singkatan dari Corona, VI untuk virus, dan D untuk penyakit. Virus yang menyebabkan Covid-19, SARS-CoV-2, adalah virus Corona.

Penyakit yang berasal dari daerah Wuhan, China ini telah menyebar keseluruh dunia, termasuk Indonesia. Awal mula virus ini masuk ke Indonesia pada pertengahan bulan Februari 2020 di Depok, terdapat dua orang perempuan telah terinfeksi setelah berinteraksi dengan seorang warga negara Jepang berdomisili di Malaysia yang sebelumnya sempat bertemu di Indonesia.

Dampak pandemi terhadap kualitas pengajaran tenaga pendidik

Data kasus cirus corona / Foto: worldometer.info

Melansir dari laman worldometer.info pada (06/07/2021), kasus positif mencapai 2.313.829 jiwa, berhasil sembuh mencapai 1.942.690 jiwa, dan kasus kematian mencapai 61.140 jiwa (Hidayat, 2021). Walaupun pemerintah Indonesia sudah menangani kasus ini, tetap saja sulit untuk terlepas dari virus ini. Ketika kita lihat data kasus yang terpapar virus semakin bertambah, Indonesia mendapatkan masalah di berbagai bidang, termasuk bidang pendidikan.

Sejak adanya Covid-19, seluruh kegiatan warga Indonesia dilakukan di rumah, termasuk pembelajaran daring. Pembelajaran daring ini memberi dampak bagi siswa, di mana mereka dipaksa untuk mengerti materi yang diberi oleh guru. Setiap siswa memiliki cara belajar yang berbedabeda, ada yang bisa mengerti hanya dengan membaca dan ada yang harus memahami dengan membaca dan mendengarkan penjelasan langsung dari guru. Tidak mudah bagi mereka harus beradaptasi dengan keadaan seperti ini. Selain siswa, adapun yang mendapatkan dampak yang besar yaitu tenaga pendidik.

Guru ialah elemen penting dalam pendidikan. Guru memegang peran penting dalam proses perkembangan peserta didik. UU No 14 / 2005 tentang Guru dan Dosen menyebutkan guru sebagai agen pembelajaran (learning agent) yang harus menjadi fasilitator, motivator, pemacu, dan pemberi inspirasi belajar bagi peserta didik. Sungguh, kualitas pendidikan sangat bergantung pada guru (Yunus, 2018). Banyak sekali rintangan yang dihadapi oleh guru semasa pandemi ini.

Guru yang mengajar kelas 1 Sekolah Dasar (SD) pasti sangat kewalahan mengajari murid yang belum bisa menjadi diri yang mandiri dan secara otomatis dalam kondisi ini komunikasi lewat orang tua. Adapun orang tua yang memiliki kendala jaringan dapat menghambat pembelajaran. Dengan kondisi sekarang ini, teknologi sangat dibutuhkan (Khalidiyah, 2021). Akan tetapi, tidak banyak guru yang memahami teknologi.

Gagap teknologi membuat kualitas guru menurun karena media pembelajaran pasti akan monoton. Guru hanya memberi tugas lewat media sosial Whatsapp. Hal itu membuat kondisi pembelajaran tidak efektif karena murid tidak betah jika proses pembelajarannya membosankan. Guru harus mengajarkan siswa bagaimana cara mengeksplorasi kemampuan dirinya.

Selain itu, guru perlu mengajarkan materi pelajaran secara menarik, inovatif, dan kreatif yang mampu membangkitkan gairah siswa dalam belajar.
Bahkan, sebelum pandemi kualitas guru di Indonesia masih rendah. Masih banyak guru di sekolah yang melakukan sebuah pengajaran asal-asalan tanpa memahami terlebih dahulu dampaknya. Dalam arti pengajaran yang salah akan menyebabkan racun yang mematikan bagi peserta didik. Dengan begitu mengajar hanya dilakukan untuk memenuhi syarat formalitasnya saja.

Berdasarkan hasil Ujian Kompetensi Guru (UKG) terakhir pada 11 November 2019, terdapat sekitar 70 persen guru yang mendapatkan hasil UKG di bawah nilai 80, atau masuk dalam kategori tidak kompeten (Misnawati, 2020). Faktor yang memengaruhi kualitas guru rendah salah satunya adalah kualifikasi guru yang belum melewati standar mutu pendidikan yang dibutuhkan, masih banyak guru yang malas untuk mengembangkan diri, meningkatkan pengetahuan dan kompetensi dalam mengajar. Hal ini berdampak pada kualitas anak yang diajar tidak mengalami perubahan yang signifikan (Nabila, 2019).

Maka dari itu, dibutuhkan inovasi baru yang bisa membantu para guru dan murid agar metode pembelajaran lebih inovatif. Selama masa pandemi, pembelajaran tidak mungkin sesuai target kurikulum yang ada karena banyaknya materi tidak sebanding dengan banyaknya waktu. Kita bisa menggunakan pembelajaran yang dibuat kontekstual di mana lebih berfokus pada pembangunan kesadaran dan memperkuat pengetahuan terkait situasi yang tengah dihadapi.

Pembelajaran yang dibuat kontekstual memang memberi banyak hal positif. Selain membuat siswa lebih menjaga diri, mereka juga relatif lebih cepat memahami materi yang diberikan. Proses belajar mengajar pun menjadi hidup karena siswa bisa terlibat diskusi tentang topik yang didengar, baik itu di televisi maupun di lingkungan rumah.

Pendidikan di Indonesia masih kurang siap untuk menghadapi pembelajaran daring karena kurangnya kualitas guru yang mengerti teknologi. Selama masa pandemi ini, pembelajaran tidak mungkin lagi sesuai target kurikulum yang ada karena banyaknya materi tidak sebanding dengan banyaknya waktu. Kita bisa menggunakan pembelajaran yang dibuat kontekstual di mana lebih berfokus pada bagaimana membangun kesadaran dan memperkuat pengetahuan mereka terkait situasi yang tengah dihadapi saat ini.