Seperti apa gaya kepemimpinan apa yang baik? Tidak ada gaya kepemimpinan yang baik ataupun buruk, semua tergantung pada kondisi dan situasi suatu organisasi. Sering kali kita memaksakan kehendak karena berbeda gaya kepemimpinan, memaksa orang lain untuk mengikuti gaya kepemimpinan kita.Pemimpin yang sukses adalah pemimpin yang dapat menyesuaikan gaya kepemimpinan dengan kebutuhan situasi. Dalam hal ini, maka gaya kepemimpinan yang digunakan adalah kepemimpinan situsional, di mana pimpinan akan memberikan kontribusi paling baik untuk pencapaian sasaran organisasi yang memiliki situasi dan lingkungan berbeda atau bervariasi (Stoner, 1996).

Teori situational leadership dikembangkan oleh Paul Hersey dan Ken Blanchard. Situational Leadership adalah seorang pemimpin yang mampu memvariasikan gaya kepemimpinan sesuai dengan kesiapan para pegawainya (McShane & Von Glinow, 2010).

Paul dan Ken mengidentifikasi bahwa ada empat level kesiapan dalam teori situasional. Pertama, pegawai yang tidak mampu melaksanakan tugas dengan baik karena kurangnya keterampilan dan pengetahuan, gaya kepemimpinan yang cocok adalah Telling (sering disebut Directing) pemimpin selalu memberikan instruksi yang jelas, arahan yang rinci, serta mengawasi pekerjaan secara langsung.

Kedua, pegawai yang memliki satu pemikiran dan bersedia diperintah oleh pemimpin tetapi masih kurang berpengalaman, gaya kepemimpinan yang cocok adalah Selling (sering disebut Supporting) pemimpin memberi dukungan secara emosional terhadap individu atau kelompok guna memotivasi dan rasa percaya diri pegawainya.

Ketiga, pegawai yang mampu melaksanakan tugas tetapi sulit diatur dan cenderung mengabaikannya karena beberapa faktor seperti ketidaksukaan dengan rekan kerja lain, beban kerja yang terlalu berat dan sebagainya. Participating paling tepat dengan kesiapan ini, Pemimpin tetap memelihara komunikasi terbuka, tetapi kini melakukannya dengan cenderung untuk lebih menjadi pendengar yang baik serta siap membantu pengikutnya.

Terakhir, anak buah yang bersedia diberi tugas serta mampu mengerjakan tugas dengan baik. Delegating atau pendelegasian, gaya ini efektif karena pengikut dianggap telah kompeten dan termotivasi penuh untuk mengambil tanggung jawab atas pekerjaannya.

Selain kepemimpinan yang dapat memengaruhi motivasi kerja adalah budaya organisasi. Budaya organisasi mendorong karyawannya untuk berinteraksi dengan orang lain serta membantu mengerjakan tugas dalam memuaskan kebutuhan para karyawan untuk tumbuh dan berkembang. Seperti aktualisasi diri, penghargaan yang manusiawi, dan persatuan (Kreitner dan Kinicki, 2003). Presiden pertama RI, yang dikenang sebagai pemimpin pemberani, meski juga tak luput dari kontroversi. Kala dunia menyebut Indonesia, tentu akan mengenal nama Soekarno. Dia dikenal punya keberanian dalam memimpin negeri ini. Itulah satu modal penting yang patut diteladani, sekaligus hal inilah yang diwariskannya bagi para calon pemimpin masa depan.

Pada suatu hari, dalam surat kabarFikiran Ra'jatt (1933), seorang anak muda dengan nada berkobar-kobar menulis, "Sekali lagi: Bukan 'Djangan Banjak Bitjara, Bekerdjalah!' tetapi 'Banjak Bitjara, Banjak Bekerdja!" Itulah Bung Karno. Singa podium yang lantang membakar darah juang anak negeri melawan penjajah. Kini situasi telah berubah. Kondisi hari ini berlainan dengan zaman di masa Sukarno. Hari ini kita menyaksikan bangsa ini tersaruk-saruk menghadapi beragam masalah karena kesalahan seorang pemimpin.

Faktor lainnya yang dapat memengaruhi kinerja adalah budaya organisasi. Budaya organisasi yang kuat memiliki beberapa tujuan. Salah satu diantaranya adalah dapat mengarahkan usaha-usaha produktif karyawan dan membantu setiap orang untuk bekerja mencapai tujuan-tujuan yang sama. Budaya organisasi yang kuat memiliki potensi meningkatkan kinerja, dan sebaliknya bila budaya organisasinya lemah maka mengakibatkan kinerja menurun (McShane dan VonGlinow, 2008).

Tidak ada gaya kepemimpinan terbaik bagi seorang pemimpin. Pemimpin yang efektif butuh fleksibilitas, dan harus beradaptasi di setiap situasi. Prinsip One Size Fits All tidak berlaku dalam gaya kepemimpinan, terutama menghadapi tingkat kesiapan bawahan yang berbeda.