Brilio.net - Vonis dua tahun penjara dalam kasus penistaan agama terhadap Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama mendapat tanggapan dari dunia internasional. Amerika Serikat, pada Selasa (9/5) menyatakan bahwa kebebasan beropini terhadap semua agama tidak boleh dilarang.

"Kami tidak mendukung semua tindakan yang diniatkan untuk menghina agama tertentu. Namun demikian, kami beranggapan bahwa kebebasan beropini terhadap agama tertentu tidak boleh menjadi tindakan yang dilarang (kriminal)," kata Duta Besar Amerika Serikat untuk Indonesia, Joseph Donovan, di Jakarta, menanggapi pertanyaan sejumlah wartawan dikutip antara.

Sebelumnya pada Senin, Pengadilan Negeri Jakarta Selatan menyatakan bahwa Ahok, panggilan akrab gubernur Jakarta, terbukti bersalah melanggar pasal pidana penistaan agama sehingga layak dihukum selama dua tahun.

Keputusan tersebut lebih berat dari tuntutan jaksa yang meminta agar Ahok dihukum satu tahun penjara dengan masa percobaan selama dua tahun.

pendukung ahok pendukung ahok

Aksi lilin untuk Ahok



Ahok dinilai hakim menghina agama Islam saat mengunjungi Pulau Seribu dengan mengatakan bahwa salah satu ayat dalam kita suci Al Quran sering digunakan oleh politisi untuk menarik keuntungan pribadi.

"Amerika Serikat mengakui komitmen Indonesia terhadap toleransi beragama dan pluralisme. Kami menyambut baik komentar para pemimpin pemerintahan dan relijius yang mengecam aksi intoleran," kata dia usai berbicara dalam diskusi penguatan hubungan ekonomi Indonesia dan Amerika Serikat.

Komentar negatif terhadap keputusan untuk memenjarakan Ahok tidak hanya muncul dari Amerika Serikat.

Perwakilan Uni Eropa di Indonesia juga menyatakan hal serupa. Selain itu, sejumlah organisasi pembela hak asasi manusia seperti Amnesti Internasional, badan HAM ASEAN, dan bahkan PBB mengecam keputusan hakim.

"Hukuman terhadap Gubernur Ahok menunjukkan ketidakadilan inheren dalam undang-undang penodaan agama di Indonesia," tulis Amnesti Internasional dalam akun Twitternya.

Delegasi Uni Eropa untuk Indonesia dan Brunei Darussalam berharap pemerintah Indonesia, lembaga, dan warganya mempertahankan tradisi toleransi dan pluralisme, menyusul putusan hukum atas Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok.

"Uni Eropa selalu memuji kepemimpinan Indonesia sebagai negara dengan mayoritas Muslim terbesar di dunia, sebagai demokrasi yang kuat dan negara yang bangga atas tradisi toleransi dan pluralisme yang dimilikinya," demikian pernyataan resmi yang diunggah di laman resmi Delegasi Uni Eropa untuk Indonesia dan Brunei Darussalam pada Selasa (9/5).

Indonesia dan Uni Eropa telah sepakat untuk mempromosikan dan melindungi hak-hak yang tercantum dalam Deklarasi Universal Hak-hak Asasi Manusia dan Kovenan Internasional Hak-hak Sipil dan Politik di antaranya kebebasan untuk berpikir, hati nurani dan beragama, serta berekspresi.

Uni Eropa kembali menekankan bahwa kebebasan-kebebasan tersebut merupakan hak-hak yang saling terkait dan saling melengkapi, melindungi semua orang termasuk melindungi hak-hak untuk menyampaikan pendapat mengenai agama dan kepercayaan apapun sesuai hukum hak-hak asasi internasional.

"Uni Eropa konsisten menyatakan bahwa hukum yang mengkriminalisasi penistaan agama secara diskriminatif dapat menimbulkan efek penghambat yang serius terhadap kebebasan berekspresi dan kebebasan beragama atau berkeyakinan," demikian pernyataan Delegasi Uni Eropa untuk Indonesia dan Brunei Darussalam.

Selain Uni Eropa, Dewan HAM PBB untuk Kawasan Asia berkicau di Twitter dengan menyatakan prihatin atas hukuman penjara terhadap Ahok atas dugaan penistaan agama Islam.

Dewan HAM tersebut juga menyerukan kepada Indonesia untuk mengkaji ulang pasal penistaan agama yang ada dalam Undang-Undang Hukum Pidana.

Secara terpisah Amnesti Internasional juga menyatakan bahwa putusan itu bisa merusak reputasi Indonesia yang selama ini dikenal sebagai negara toleran.

Kementerian Luar Negeri RI meresponi sorotan internasional, khususnya dari badan-badan dunia, terhadap putusan hukum pengadilan Indonesia atas kasus penistaan agama yang dialami Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok.

"Kita harus hormati putusan hukum yang berlaku di Indonesia. Di negara demokrasi mana pun pemerintah tidak bisa intervensi terhadap proses hukum," kata Juru Bicara Kementerian Luar Negeri RI Arrmanatha Nasir di Jakarta, Rabu.

Menurut Arrmanatha, pemerintah Indonesia tidak memandang kepedulian atau keprihatinan dari dunia internasional, seperti dari Uni Eropa, terhadap kasus tersebut sebagai suatu tekanan terhadap Indonesia.

"Saya tidak melihat tekanan ya, kalau kita lihat Uni Eropa mereka menghormati proses hukum yang saat ini berlangsung dan mendorong kita menjaga keharmonisan toleransi di Indonesia. Mereka mencatat langkah hukum dan tidak minta adanya intervensi hukum," ujar dia.