Hari Kasih Sayang atau yang lebih dikenal dengan sebutan Valentines Day dirayakan di seluruh dunia, termasuk Indonesia walau sejak beberapa tahun terakhir diwarnai dengan pro dan kontra dari berbagai elemen masyarakat.

Tahukah kamu, Hari Kasih Sayang juga dirayakan di Bali, tapi tidak setahun sekali setiap tanggal 14 Februari. Hari suci itu datang setiap enam bulan sekali, yakni Saniscara (Sabtu) Kliwon, Wuku Krulut. Hari itu bernama Tumpek Klurut, yang jatuh pada tanggal 9 Februari 2019.

Berbeda dengan Valentine, Tumpek Klurut tidak dirayakan dengan bunga, cokelat, atau makan malam bersama pasangan, namun dengan mengupacarai gamelan, berdasarkan teks Aji Gurnitha yang dijadikan acuan perayaan Tumpek Klurut.

Apa hubungan gamelan dengan kasih sayang? Dilansir dari tribunnews.com, Ida Pandita Mpu Jaya Acharya Nanda, rohaniwan Hindu yang juga akademisi Institut Hindu Dharma (IHDN) Denpasar mengatakan jika sejatinya hal ini berkaitan dengan pemaknaan. Gamelan itu terdiri dari banyak instrumen. Meski berbeda-beda suara, namun ketika dipukul bersamaan sesuai fungsinya, maka akan melahirkan satu melodi atau alunan musik yang indah.

Hidup manusia ini sebenarnya tidak ubahnya seperti gamelan dalam pementasan, di mana setiap orang memiliki peranannya masing-masing, yang bertujuan untuk melengkapi satu sama lain. Bukan untuk merusak satu sama lain. Jadi untuk menjalin hubungan harmonis dengan sesama manusia, maka di situlah kita harus menjadi seperti gamelan, tulisnya.

Ida Pandita menambahkan, hidup manusia ini sebenarnya tidak ubahnya seperti gamelan dalam pementasan. Di mana setiap orang memiliki peranannya masing-masing yang bertujuan untuk melengkapi satu sama lain dan bukan untuk merusak satu sama lain.

Jadi untuk menjalin hubungan harmonis dengan sesama manusia, maka di situlah kita harus menjadi gambelan. Kita meski tahu kedudukan kita. Dari kedudukan itu kita akan melaksanakan fungsi kita sehingga dengan demikian kita melengkapi satu sama lainnya untuk mewujudkan satu bunyi yang harmoni, tulisnya.

I Ketut Sandika, penulis muda yang banyak menulis tentang budaya Nusantara, seperti dikutip Santana Ja Dewa (2019), mengatakan jika cinta dalam arti sempit identik dengan rasa cemburu, iri hati, kemarahan, rasa keakuan, dll. Namun, cinta kasih dalam kaitanya Tumpek Krulut adalah menumbuhkan cinta universal, bahwa semua adalah saudara yang harus disayangi. Dalam istilah Sanskrit disebutkan Vasudewa Kthumbakam yang bermakna bahwa semua manusia adalah saudara.

Dan, kondisi yang demikian akan dicapai, jika perayaan Tumpek Krulut dilaksanakan dengan perenungan diri, dan menggunakan banten sesayut lulut bermakna sebagai simbol agar hati selalu bisa menyatu dengan keindahan dan diimbangi dengan kebenaran, kesucian dan keindahan (satyam, siwam dan sundaram), sebut Sandika.

Nah, begitu arti filosofis Tumpek Klurut. Di Bali, tak banyak yang tahu makna hari suci ini. Menjadi tugas para guru, akademisi, dan penulis untuk mengedukasi masyarakat tentang Tumpek Klurut. Agar tak jatuh pada seremonial belaka, tanpa tahu arti dan makna dari Hari Kasih Sayang ala Bali ini.