Penyebaran Islam pada zaman dahulu tampaknya sangat berpengaruh di Benua Eropa. Terutama di negara-negara bagian Eropa Timur seperti Albania, Belarus, Bosnia Herzegovina, Bulgaria, dan Macedonia yang kebanyakan warganya menganut agama Islam, di mana mereka hidup berdampingan dengan penganut agama lain seperti Katolik dan Kristen.

Begini gaya unik shalawatan bule muslim di Eropa, adem dengarnya

Tak heran memang, karena sejarahnya Kerajaan Ottoman di Turki yang dulu dianggap sebagai kerajaan terbesar di dunia, wilayah jajahannya meliputi tiga benua yaitu Asia, Afrika, dan Eropa. Seperti yang kita tahu bahwa keluarga kerajaan Ottoman menganut Islam, otomatis setiap negara yang dijajahnya akan dipengaruhi oleh ajaran-ajaran Islam, termasuk di salah satu negara di Eropa Timur, Bosnia Herzegovina.

Begini gaya unik shalawatan bule muslim di Eropa, adem dengarnya

foto: islamwiki.blogspot.co.id

Sebenarnya, sebelum dijajah oleh Ottoman mayoritas agama penduduk di Bosnia adalah Katolik atau Kristen Protestan. Namun, karena negara mereka sudah dijajah oleh Ottoman, mereka pun diharuskan untuk tunduk pada perintah sultan termasuk memeluk Islam. Hingga sampai sekarang, Islam pun menjadi agama mayoritas di negara tersebut.

Begini gaya unik shalawatan bule muslim di Eropa, adem dengarnya

Para murid yang sedang belajar di madrasah

Sayangnya, kebanyakan bule muslim di sana hanya didasarkan pada istilah 'Islam KTP'. Ya, bule-bule dengan ciri khas kulit putih, pipi kemerahan, rambut pirang, hidung mancung, mata biru atau cokelat seperti kebanyakan keturunan Eropa lainnya, menganggap mereka beragama Islam karena faktor keturunan dari orangtua atau faktor warisan. Jarang dari mereka yang mengerti ajaran Islam mendalam.

Begini gaya unik shalawatan bule muslim di Eropa, adem dengarnya

Para murid yang sedang belajar di madrasah

Tapi untungnya tak semua bule muslim di Bosnia seperti itu. Karena nyatanya masih banyak sekolah berbasis agama yang dapat ditemui di sana. Jika di Indonesia bisa diibaratkan seperti pondok pesantren atau madrasah.

Begini gaya unik shalawatan bule muslim di Eropa, adem dengarnya

Pesantren/madrasah di Bosnia

Uniknya, meski mereka bule namun untuk urusan ngaji dan shalawatan, suara mereka tak kalah merdu dan syahdu dengan suara muslim asli negeri Arab.

Begini gaya unik shalawatan bule muslim di Eropa, adem dengarnya

Bahasa Arab mereka pun sangat fasih saat shalawatan. Uniknya lagi, meski mereka itu muslim, namun faktanya budaya-budaya Arab tidak terlalu melekat di sana.

Begini gaya unik shalawatan bule muslim di Eropa, adem dengarnya

Berbeda dengan di Indonesia di mana budaya Arab sangat berpengaruh. Salah satunya seperti gaya berpakaian dan alunan musik rebana atau biasa disebut marawis. Peci, sorban, baju koko dan rebana adalah barang-barang khas Arab yang sering diidentikkan dengan muslim di Indonesia. Wajar, karena memang dulu orang arab cukup lama mendiami Indonesia saat berdagang.

Begini gaya unik shalawatan bule muslim di Eropa, adem dengarnya

Santri di Indonesia

Padahal tak selamanya Islam identik dengan benda-benda tersebut. Buktinya, mereka para bule di Bosnia tidak begitu mencampur budaya asli mereka, yaitu budaya Eropa dengan budaya Arab.

Begini gaya unik shalawatan bule muslim di Eropa, adem dengarnya

Tarian tradisional Bosnia

Salah satunya saat sedang shalawatan. Jika di Indonesia kebanyakan acara shalawatan diiringi dengan alunan musik rebana, pakaian koko dan peci, berbeda dengan di Bosnia yang tidak diiringi alunan rebana dan hanya memakai tuxedo (jas hitam), kemeja putih, dan dasi untuk yang laki-laki. Sedangkan untuk yang perempuan tetap memakai hijab dengan balutan jas atau prom dress yang mirip dengan gamis.

Shalawatan yang indah bukan?

Bahkan saat sedang mengajarkan nasyid (nyanyian pujian berisi ajaran islam dan kisah nabi) pun, 'ustadz' hanya berpakaian formal dengan jas dan kemeja (walau ada juga beberapa yang memakai sorban dan peci). Begitupun dengan murid-muridnya yang hanya berpakaian biasa bahkan terlihat seperti mau main.

Jadi, sekilas mungkin 'ustadz' ini tak terlihat seperti 'ustadz' yang ada di Indonesia. Wajar saja, karena pastinya setiap negara memiliki ciri khas masing-masing yang tentunya bernilai positif.