Pasar tradisional yang dikemas secara modern, atau yang dikenal sebagai pasar modern saat ini banyak dibangun di kota-kota di Indonesia. Oleh karena itu, pasar tidak lagi diasosiasikan dengan becek, kumuh, atau bau, sehingga pasar tidak hanya dikunjungi oleh masyarakat ekonomi menengah-bawah saja, tetapi juga masyarakat kalangan ekonomi atas.

Di daerah Tangerang Selatan, selain Pasar Modern Bintaro di kawasan Bintaro Jaya, ada juga Pasar Modern BSD yang di kawasan Serpong, BSD City. Bahkan Pasar Modern BSD adalah pelopor pasar modern di Indonesia yang kemudian dijadikan pasar percontohan bagi pasar-pasar serupa yang dibangun di kota-kota lain di Indonesia.

Tidak hanya menteri, bahkan Presiden Joko Widodo pernah mengunjungi pasar ini di tahun 2015. Selain itu, sejumlah artis diketahui pernah mengunjungi dan berbelanja di pasar modern ini, seperti Tara Basro, Sophia Latjuba, dan Baim Wong beserta istrinya, Paula Verhoeven. Alasan mereka mengunjungi Pasar Modern BSD adalah karena harga barangnya relatif murah dibandingkan di supermarket.

Sama seperti pasar pada umumnya, di Pasar Modern BSD terdapat penjual sayuran, bumbu dapur, buah-buahan, daging ayam, daging sapi, daging babi, maupun ikan. Yang berbeda dari kondisi saat pertama kali pasar beroperasi di tahun 2006 adalah bahwa saat ini ada pembayaran non-tunai menggunakan dompet digital.

Saat ini sejumlah lapak, kios, dan ruko sudah banyak menerima pembayaran non-tunai seperti Go-Pay, OVO, dan Dana. Hal ini diketahui dari adanya stiker produk pembayaran non-tunai tersebut di lapak-lapak pedagang. Umumnya, bila penjual menerima pembayaran menggunakan Go-Pay, mereka juga menerima OVO dan Dana. Sedangkan untuk LinkAja yang merupakan transformasi dari T-Cash nampaknya hanya tersedia di sejumlah kecil kios dan ruko yang ada di sekeliling lapak pasar.

Berdasarkan pengamatan penulis, dari lapak-lapak penjual sayuran maupun daging memang tidak semua lapak memasang stiker produk pembayaran non-tunai, hanya dua sampai tiga lapak untuk setiap lot. Hal ini diakui oleh para pedagang bahwa tidak semua pelapak menerima pembayaran non-tunai. Salah satu alasannya tidak menerima pembayaran non-tunai adalah agar mereka langsung menerima uang tunai sehingga dapat segera digunakan untuk pembayaran lainnya.Bila pedagang menerima pembayaran non-tunai,jikamemerlukan uang hasil pembayaran non-tunai dari pembeli maka mereka harus melakukan penarikan melalui ATM. Hal ini sepertinya dianggap cukup merepotkan dan membuang waktu.

Sedangkan untuk pelapak yang menerima pembayaran non-tunai, umumnya alasan mereka adalah tidak perlu repot menyediakan kembalian, terhindar dari uang palsu, serta selama masa promosi, pedagang juga akan mendapat cashback untuk setiap transaksi pembayaran non-tunai yang dilakukan oleh pembeli.Untuk kios dan ruko di Pasar Modern BSD tampaknya sebagian besar telah menerima pembayaran non-tunai, bahkan beberapa kios dan ruko juga menyediakan mesin EDC untuk pembayaran menggunakan kartu debit maupun kartu kredit.

Selama di Pasar Modern BSD, penulis beberapa kali mendengar sejumlah calon pembeli, yang seluruhnya adalah wanita dewasa, menanyakan kepada penjual di lapak sayuran dan bumbu dapur apakah mereka menerima pembayaran non-tunai (sambil menyebutkan salah satu produk dompet digital). Apabila penjual menerima pembayaran non-tunai, mereka akan memilih-milih barang yang akan dibeli lalu melakukan pembayaran dengan men-scan stiker QR code yang ada di lapak penjual menggunakan handphone. Setelah pembayaran telah berhasil, mereka menunjukkan layar handphone ataupun mengatakan kepada penjual bahwa pembayaran telah berhasil.

Dari pengamatan penulis, kelompok wanita dewasa ini cukup lihai dalam menggunakan handphone mereka untuk melakukan pembayaran non-tunai. Di lain pihak, bila penjual menjawab tidak menerima pembayaran tunai, sebagian besar wanita dewasa tersebut meninggalkan lapak itu sambil mengatakan tidak jadi belanja di situ karena tidak akan mendapat cashback.

Sekilas pengamatan penulis, lapak penjual sayuran atau bumbu dapur yang menerima pembayaran non-tunai relatif lebih ramai dikunjungi calon pembeli. Penulis juga beberapa kali mendengarkan pembicaraan antar calon membeli yang lebih memilih belanja di tempat yang menerima pembayaran non-tunai (dengan menyebutkan nama lapak atau kios) karena akan mendapatkan cashback.

Dari kondisi di atas tampak bahwa pengambilan keputusan membeli konsumen untuk menggunakan pembayaran non-tunai di Pasar Modern BSD lebih banyak ditentukan oleh harga atau jumlah uang yang akan mereka keluarkan. Di mana mereka akan membeli dan melakukan pembayaran non-tunai karena akan mendapatkan cashback. Dengan kata lain, cashback akan membuat mereka mendapatkan harga yang lebih murah atau mengeluarkan uang yang lebih sedikit. Bila tidak ada cashback, apakah mereka masih mau membayar secara non-tunai?

Penulis melihat adanya potensi untuk meningkatkan penggunaan pembayaran non-tunai tidak hanya di Pasar Modern BSD, tetapi juga di pasar-pasar modern lainnya. Hal ini sejalan dengan kebijakan pemerintah untuk menggiatkan penggunaan non-tunai dalam segala bidang.

Menurut pengamatan penulis, pertama para pembeli tidak merasakan kesulitan melakukan pembayaran non-tunai. Bahkan bagi wanita dewasa sekalipun yang bagi banyak orang dianggap kurang melek teknologi, ternyata cukup terampil melakukan pembayaran menggunakan handphone-nya. Dari sudut pandang psikologi, konsumen yang merasa nyaman dan dimudahkan akan menikmati pengalaman berbelanja dan akan datang kembali untuk melakukan pembelian berikutnya. Artinya, keberhasilan melakukan pembayaran non-tunai di satu tempat atau di satu waktu, memungkinkan dilakukannya kembali pembayaran non-tunai di tempat lain maupun pada waktu berikutnya di Pasar Modern BSD.

Kedua, mengingat Pasar modern BSD telah menjadi percontohan pasar tradisional dengan konsep modern di Indonesia. Maka apabila pembayaran non-tunai berhasil diterapkan di seluruh pedagang di Pasar Modern BSD serta para pembeli tidak mengalami kendala berarti dalam pembayarannya, tidak menutup kemungkinan penerapan pembayaran non-tunai juga akan dicontoh oleh pasar-pasar modern lainnya di Indonesia.

Ketiga, berdasarkan penelitian Dewan Pengurus Pusat Real Estate Indonesia (DPP REI) tahun 2019, Tangerang Selatan merupakan urutan keempat dari kota paling makmur di Indonesia setelah Denpasar, Batam, dan Balikpapan (Setiawan, 2019). Di sisi lain, pembayaran non-tunai umumnya digunakan oleh kalangan ekonomi menengah dan atas. Telah dikemukakan sebelumnya bahwa Pasar Modern BSD banyak dikunjungi oleh kalangan ekonomi menengah hingga atas. Artinya, peningkatan penggunaan pembayaran non-tunai di Pasar Modern BSD bukan hal yang sulit, tinggal bagaimana meningkatkan penerapan pembayaran non-tunai di level pedagang.

Keempat, karena Pasar Modern BSD banyak dikunjungi oleh kalangan artis, para artis dapat dijadikan model pembayaran non-tunai. Hal ini dikarenakan masyarakat cenderung mengikuti apa yang dilakukan oleh artis. Terlebih lagi saat ini kegiatan artis tidak hanya bisa diikuti melalui berita maupun infotainment, tetapi juga melalui media sosial. Penggunaan pembayaran non-tunai di Pasar Modern BSD oleh artis akan dapat meningkatkan penggunaan pembayaran non-tunai oleh masyarakat, tidak hanya di Pasar Modern BSD tetapi juga di pasar modern yang lain.

Selain empat hal di atas yang dapat dijadikan potensi untuk meningkatkan penggunaan pembayaran non-tunai di Pasar Modern BSD, penulis juga mencatat satu hal yang dapat menjadi hambatan. Saat ini keuntungan pembayaran non-tunai dari sisi pembeli maupun penjual adalah mendapatkan cashback. Artinya, penggunaan pembayaran non-tunai saat ini dikarenakan adanya keuntungan. Namun, cashback ini hanya diberikan pada masa promosi oleh para penyedia produk pembayaran non-tunai. Apabila nanti sudah tidak lagi promosi, apakah mereka masih akan menggunakan pembayaran non-tunai tersebut?

Mengutip artikel dalam detik.com tanggal 24 September 2019 bahwa alasan GoPay dan OVO memanjakan pengguna dengan promo-promo cashback adalah untuk membangun kepercayaan konsumen dan agar masyarakat mau bertransaksi secara non-tunai. Apabila masa perkenalan ini usai, ada kemungkinan penjual akan dipotong sekian rupiah atau sekian persen dari pembayaran yang diterima dari pembeli sebagai biaya jasa produk dompet digial.

Bagi pembeli, tentunya dengan tidak adanya cashbackkemungkinan besar mereka tidak lagi menggunakan pembayaran non-tunai. Untuk itu, hal ini menjadi PR bagi pemerintah dan penyedia produk dompet digital untuk memikirkan strategi lain bagaimana nantinya pembayaran non-tunai ini terus dipakai, baik oleh pembeli maupun penjual, meskipun sudah tidak ada lagi cashback yang diberikan.