Pramoedya Ananta Toer, pria kelahiran Blora, Jawa Tengah pada 6 Februari 1925 ini meninggal di Jakarta pada 30 April 2006 di umur 81 tahun. Ia mempunyai kisah asmara yang tidak lepas dari pengaruh realitas kemiskinan yang bahkan masih jamak menghinggapi kehidupan para penulis dan seniman masa kini.

Perkawinan pertama Pramoedya AnantaToer berakhir dengan perceraian dan diusirnya Pram dari rumah mertuanya. Hasil tersebut disebabkan karena hasil yang ia peroleh dari menulis belum menentu dan dianggap belum mampu menafkahi keluarganya.

Sementara itu, Pram, begitu biasa ia akrab disapa masih hidup tak menentu. Pernah suatu hari ia tidak memiliki uang sepeser pun. Meski begitu dengan modal nekat, Pramoedya Ananta Toer mengunjungi sebuah pameran buku pertama di Indonesia. Berkat kenekatannya tersebut, Pram bertemu dan melihat salah seorang wanita penjaga stan yang menarik perhatian dan mencuri hatinya. Ia pun nekat datang dan berkenalan dengan wanita itu.

Maenunah adalah nama wanita yang berhasil membuat Pramoedya Ananta Toer jatuh cinta. Setiap hari ia berlama-lama menemani Maemunah duduk di stan itu layaknya seorang penjaga. Hal tersebut Pram lakukan untuk menarik perhatian Maemunah, seorang wanita yang sederhana dan tidak neko-neko.

Mengulik kisah asmara sang legenda, Pramoedya Ananta Toer

Foto: Pramoedya Ananta Toer dan sang istri Maemunah / Store.tempo.com

Perkenalan antara Pramoedya Ananta Toer dan Maemunah terjadi saat pemerintahan Presiden Ir. Soekarno. Hingga suatu ketika Presiden Soekarno juga mengunjungi dan melihat Pramoedya Ananta Toer dan Maemunah sedang bercengkerama.

Dengan bercanda Presiden Soekarno menggambarkan adegan itu sebagai "buaya kedahuluan buaya." Keteguhan dan pendekatan Pramoedya Ananta Toer pun membawa hasil. Maemunah terbukti menjadi sosok istri yang selalu tetap setia mendampingi dalam keadaan suka maupun duka.