Saat ini dunia masih tetap bertarung melawan pandemi virus corona. Pertarungan ini membuat banyak aktivitas manusia dibatasi. Mulai dari pendidikan yang perlu dilakukan di rumah hingga pekerjaan yang juga mengharuskan diselesaikan di rumah. Selama 7 hari dan 24 jam kegiatan manusia dilakukan di rumah. Hal ini rentan menimbulkan konflik dan permasalahan, baik bagi individu maupun orang-orang di lingkungannya. Konflik tersebut dinamakan sebagai work-family conflict.

Sesuai namanya, work-family conflict merupakan konflik yang dialami oleh individu akan perannya dalam dunia kerja dan di dalam rumah (Burke, 1988). Hal ini terjadi saat salah satu peran memengaruhi peran lainnya, seperti peran sebagai karyawan yang terbawa ke rumah sehingga membuat suasana rumah terasa kaku karena mengerjakan tugas-tugas yang dimiliki atau peran sebagai ibu/bapak di rumah yang terbawa ke kantor sehingga melakukan kerjaan di perusahaan dengan emosional sehingga kegiatan yang berjalan tidak dilakukan secara profesional.

Isu tersebut sebenarnya bukan isu yang baru lagi di masyarakat. Namun, karena besarnya dampak yang dihasilkan serta situasi pandemi yang membuat ruang kerja dan rumah menjadi satu, membuat isu muncul untuk dibahas lebih lanjut.

Banyak dampak yang dapat dihasilkan dari work-family conflict. Dampak ini dapat dilihat dari tiga aspek, yang pertama individu itu sendiri, keluarganya, dan pekerjaannya. Dampak yang dialami dari work-family conflict pada diri individu adalah munculnya gejala-gejala depresi, menurunnya kualitas hidup yang dimiliki dan lainnya (Zhou et al., 2018). Dampak yang terjadi pada keluarga adalah permasalahan-permasalahan pada hubungan pernikahan, seperti permasalahan pekerjaan rumah tangga, peran penjaga anak yang jika ditangani dengan baik dapat berujung perceraian (Zhou et al., 2018). Terakhir adalah dampak yang terjadi dalam lingkup pekerjaan, seperti tingkat turnover yang tinggi, permasalahan integritas dan lain sebagainya (Sukarno & Djati, 2005).

Dari penjelasan dampak-dampak work-family conflict ini, dapat berimbas pada banyak pihak. Mulai dari individu itu sendiri, keluarga, rekan kerja, hingga perusahaannya tempat individu kerja. Karena buruknya dampak yang dihasilkan, serta banyak pihak yang akan dirugikan, mengatasi work-family conflict menjadi kunci yang sangat dibutuhkan.

Terdapat banyak cara yang dapat dilakukan untuk mengatasi work-family conflict ini. Namun, secara keseluruhan, cara-cara ini dapat terbagi ke dalam ke teknik, yaitu problem-focus copingdan emotional-focus coping (How to Resolve Work-Family Conflict, n.d.).

Pengertian dari problem-focus coping merupakan teknik menghadapi masalah yang dilakukan dengan melakukan tindakan-tindakan untuk menghilangkan atau mengurangi masalah yang terjadi. Sedangkan emotional-coping focus merupakan teknik yang dilakukan untuk mengatasi stres yang dihadapi dari permasalahan yang dimiliki.

Cara-cara yang dapat dilakukan dalam mengatasi work-family conflict melalui teknik problem-focus coping adalah dengan membuat manajemen waktu yang baik, mengoptimalkan waktu kerja untuk kerja dan waktu istirahat untuk istirahat bersama keluarga di rumah dan lain-lain. Berbeda dengan problem-focus coping, teknik emotional-focus coping menekankan pada perilaku-perilaku emosional yang dapat mengurangi stres dari beban atau masalah yang dimiliki. Contoh dari teknik ini adalah dengan beribadah, meditasi, meluangkan waktu sendiri dan cara lain yang berfokus pada emosional individu.

Memahami work-family conflict serta mengetahui cara-cara yang dapat dilakukan dalam menghadapi work-family conflict akan sangat membantu kehidupan seseorang. Selain banyaknya manfaat yang akan diterima, hal ini juga akan dapat membantu individu di masa pandemi ini.