Saat mendengar kidung Jawa ini pasti yang terbesit dalam benak kita adalah sosok makhluk tak kasat mata. Ini karena tembang Lingsir Wengiyang diputar sering kali diidentikkan dengan persoalan mistis dan akan membuat bulu kuduk berdiri.

Apa sih kidung itu?

Mungkin beberapa masyarakat masih asing mendengar kata kidung Jawa atau lebih dikenal dengan tembang. Kidung adalah kosakata Jawa tengahan yang dapat diartikan sebagai nyanyian. Namun, biasanya kidung diiringi dengan alunan musik khas Jawa.

Apa sebenarnya makna kidung Lingsir Wengi?

Lingsir wengi dalam bahasa Jawa sendiri memiliki makna lingsir (berganti) dan wengi (malam). Jadi lingsir wengi dapat diartikan proses pergantian dari sore hari ke malam hari dan pada pergantian ini, para orang tua zaman dahulu menasihati anak-anak mereka untuk segera pulang dari bermain karena dipercayai bahwa inilah waktu bagi makhluk tak kasat mata keluar dari persembunyiannya. Hal ini pun masih dipercayai sampai sekarang.

Untuk kidungLingsir Wengi sendiri populer sejak menjadi soundtrack film horor Indonesia Kuntilanak(2006). Dalam adegan film horor tersebut, kidungLingsir Wengi digunakan untuk memanggil makhluk astral tersebut. Lirik berbahasa Jawa yang khas serta alunan gamelan yang mengiringi membuat masyarakat menghindari memutar atau hanya mendengar alunan kidung ini.

Namun sebenarnya kidungLingsir Wengi dalam film horor Kuntilanak ini berbeda dari kidungLingsir Wengi yang asli dibuat oleh Sunan Kalijaga. Mungkin inilah yang membuat asumsi baru masyarakat mengenai kidung ini.

Sunan Kalijaga yang bernama asli Raden Said. Ia adalah putra dari Adipati Tuban yang bernama Tumenggung Wilatikta. Sunan Kalijaga merupakan salah satu wali songo yang berperan utama dalam penyebaran agama Islam di tanah Jawa.

Lingsir Wengi diciptakan oleh Sunan Kalijaga sebagai penolak bala, menjauhkan dari gangguan jin, dan biasanya dinyanyikan setelah salat malam. Inilah lirikLingsir Wengi asli yang diciptakan Sunan Kalijaga.

Lingsir wengi (Saat menjelang tengah malam)

Sepi durung biso nendro (Sepi tidak bisa tidur)

Kagodho mring wewayang (Tergoda bayanganmu)

Kang ngreridhu ati (Di dalam hatiku)

Kawitane (Permulaannya)

Mung sembrono njur kulino (Hanya bercanda kemudian biasa)

Ra ngiro yen bakal nuwuhke tresno (Tidak mengira akan jadi cinta)

Nanging duh tibane aku dewe kang nemahi (Kalau sudah saatnya akan terjadi pada diriku)

Nandang bronto (Menderita kasmaran/jatuh cinta)

Kadung loro (Telanjur sakit)

Sambat-sambat sopo (Aku harus mengeluh kepada siapa)

Rino wengi (Siang dan malam)

Sing tak puji ojo lali (Yang kupuja jangan lupakan)

Janjine mugo biso tak ugemi (Janjinya kuharap tak diingkari)

Jadi tidak ada yang perlu ditakutkan ketika kidung Lingsir Wengi ini diputar, bahkan Sunan Kalijaga yang menciptakannya pun membuat kidung ini dengan tujuan yang baik, bukan untuk pemanggil makhluk astral.