Lombok tak hanya dikenal sebagai pulau seribu Masjid, Lombok juga dikenal dengan keindahan alamnya yang menawan dan dikelilingi birunya pantai serta gunung. Saya termasuk salah satu yang terpesona dengan keindahannya. Bersama seorang teman, kami akan menuju ke Bukit Merese. Untuksampai di pantai tersebut, harus ditempuh dengan menyebrang menggunakan perahu.

Menurut penuturan tour guidekami, biaya yang harus dikeluarkan untuk naik perahu pada musim liburan paling mahal Rp200 ribu, namun dapat ditawar. Sedangkan ketika sampai di Bukit Merese, di sana akan banyak anak-anak yang menawarkan untuk memotret dengan hasil foto yang lumayan. Kamu hanya perlu memberikan uang sekitar Rp5 ribu sampai Rp10 ribu kepada mereka.

Menaklukkan Bukit Merese di Lombok

Sayangnya, ketika menawar perahu, pemiliknya menunjukkan foto-foto di Bukit Merese yang indah dan menawarkan biaya yang cukup mahal, yaitu Rp250 ribu untuk naik perahu dengan alasan sedang musim liburan dan kami hanya berdua saja, sehingga akan lebih leluasa.

Teman saya tampaknya takluk dengan bujuk rayu pemilik perahu. Bola matanya kokoh menatap foto-foto yang dibawa pemilik perahu. Seolah tahu betapa kami terpesona, ia pun kembali menunjuk-nunjuk foto tersebut. Seperti zoom out dan zoom in di drama India dan Indonesia. Puluhan kalimat manis meluncur begitu licin, membasahi hati kami yang kering dan penasaran.

Kami berdiskusi singkat, dan mengambil mufakat untuk menawar. Tapi usaha kami gagal. Kemampuan sihir pemilik perahu itu terlalu berat untuk ditangkis. Kami melepas Rp250 ribu dengan rasa penasaran yang tak berbatas, seperti batasan antara cinta dan benci yang sulit dibedakan.

Tanpa perlu menunggu lama, perahu biru muda berbendera merah putih datang menjemput. Kami menikmati basah dan asinnya air laut selama 10 menit. Tak lama memang, tapi cukup menegangkan. Bukan tegang karena takut tenggelam, tapi tegang karena berusaha melindungi kamera dari jilatan air laut yang masuk ke dalam perahu. Tahu gitu bawa baju ganti. Gerutu saya.

Seorang anak kecil, yang juga anak pemilik perahu membantu kami turun, sesaat setelah perahu sampai ke tepian. Dia juga yang menemani kami dan memotret beberapa moment seru kami selama berada di bukit.

Menaklukkan Bukit Merese di Lombok

Bukit Merese sebenarnya tidak terlalu besar, tapi bukit ini sukses meluluhkan hati saya. Saya terbakar rasa penasaran untuk segera memanjatinya. Ups saking semangatnya, saya sempat terpeleset, padahal baru juga mulai mendaki kakinya, belum punggungnya, belum puncaknya. Tangan dan kaki saya pun lecet. Tapi tak apalah, demi Indonesia yang cantik, saya rela terluka.

Menaklukkan Bukit Merese di Lombok

Saran saya, kalau mendaki bukit ini, jangan pakai sandal jepit. Licin! Pakai sandal gunung atau sepatu, pasti lebih aman. Kami mendaki bukit setahap demi setahap. Sepanjang mata memandang, hanya ada hamparan laut yang birunya sungguh membirukan hati, dan belasan gundukan bukit yang coklatnya mempesonakan indera mata.

Begitu sampai di puncak yang paling puncak, ya Tuhaann, apa yang saya lihat bukan indah lagi, tapi amat sangat indahhhh banget! Mungkin kalau ada surga di dunia, apa yang saya lihatlah surga dunia itu.

Menaklukkan Bukit Merese di Lombok

Beberapa gundukan bukit kecoklatan berdiri dengan anggunnya di tengah hamparan laut yang biru. Bergulung-gulung ombak menciumi punggung kaki bukit, membawa serta berbutir-butir pasir putih ke dalam laut. Lalu, gulungan ombak berikutnya akan membawa kembali butiran pasir putih kembali ke rumahnya. Tepi pantai yang cantik.

Perahu-perahu aneka warna terlihat menari-nari, mengikuti deburan ombak yang datang dan pergi, mirip Goyang Maumere. Begitu harmonis, serasi, dan selaras. Langit sore itu tak kalah cantik. Biru bening, dengan jajaran awan aneka bentuk, berjalan halus seperti puteri keraton yang anggun. Betapa bahagianya menikmati ciptaan Yang Maha Indah ini.

Menaklukkan Bukit Merese di Lombok

Di Lombok, saya kerap melihat anak-anak kecil, SD dan SMP, membantu para orang tua mereka mencari nafkah. Selain anak pemilik perahu yang menemani kami selama di Bukit Merese, ada pula gadis kecil berusia 10 tahun yang membantu para tamu memakai baju adat di Desa Sade, ada pula belasan anak kecil yang berjualan kaos dan suvenir di Pantai Kuta.

Saya kembali bersyukur, saya telah dihadiahkan masa kecil dengan liburan yang menyenangkan. Tanpa perlu memikirkan bagaimana caranya menghasilkan uang di esok hari. Saya sekaligus merasa malu. Malu pada mereka, tubuh-tubuh mungil yang sudah pintar mencari uang. Jiwa-jiwa yang dewasa menghadapi kerasnya kehidupan.

Saya selalu percaya, setiap perjalanan tak hanya membawa kebahagiaan, tak hanya memberi pengalaman dan pengetahuan. Perjalanan juga membuat kita lebih bersyukur. Sesekali, menggelitik kita untuk belajar menjadi pribadi yang lebih baik.

Setelah ini, saya mau berlibur ke mana lagi ya? ada saran?