Membahas tentang "masalah", secara sederhana bisa diartikan sebagai adanya ketidaksesuaian antara keadaan yang ada dengan keadaan yang diinginkan. Artinya, ketika terjadi suatu fenomena ketidaksesuaian antara keadaan/kondisi yang ada dengan keadaan/kondisi yang sebenarnya kita inginkan, maka kita menyebut sedang ada masalah.

VanGundy (2005) telah menguraikan adanya berbagai cara pandang terhadap masalah yang bisa terjadi dan sekaligus menggambarkan berbagai jenis masalah:

1. Masalah sebagai tujuan.

Dari perspektif ini, masalah akan dikaitkan dengan konteks pencapaian satu tujuan. Segala hal yang terasa susah atau tidak mudah untuk diselesaikan akan selalu dianggap merupakan masalah.

Di keseharian kita sering mendengar ungkapan seperti ini "Gawat nih, saya sedang menghadapi masalah, supplier saya tidak mau membayar sesuai perjanjian". Dari ungkapan tersebut, supplier yang mau membayar sesuai perjanjian merupakan keadaan yang diinginkan, maka ketika mereka ternyata tidak mau membayar, akan dianggap sebagai satu masalah.

Cara pandang ini memiliki keterbatasan, karena sering kali situasinya bukan hanya sebatas kesulitan untuk menyelesaikan masalahguna mencapai tujuan, namun melibatkan serangkaian proses untuk dijalankan dan dievaluasi.

2. Penyimpangan dari standar yang sudah ditetapkan.

Masalah merupakan kondisi/situasi yang menyimpang dari standar kinerja yang diharapkan. Pemahaman atas standar merupakan instrumen yang digunakan untuk mengukur keberhasilan suatu proses. Melalui standar yang telah dibuat atau ditetapkan, kita dapat mengendalikan proses. Dengan demikian, standar menjadi acuan utama di dalam melakukan segala hal agar efektif.

Maka ketika kemudian muncul penyimpangan dari standar, kita akan merasa sedang ada masalah. Mengapa? Karena hal tersebut menimbulkan potensi akan terjadi kegagalan dalam mencapai tujuan.

Sebagai contoh, jika perusahaan menetapkan standar kerusakan untuk satu siklus produksi adalah 5%, maka kita bisa mengatakan ada masalah ketika sudah memproduksi 100 unit dan terjadi 5 unit yang cacat produksi. Jika jumlah yang rusak dalam satu siklus produksi masih di bawah 5 unit, maka kita bisa mengatakan belum terjadi penyimpangan standar.

3. Kesenjangan antara hal yang riil dengan yang ideal.

Kesenjangan yang timbul di antara kondisi/situasi yang saat ini terjadi dengan situasi/kondisi yang diharapkan akan terjadi. Produk yang dibuat oleh sebuah perusahaan, biasanya mengacu kepada keinginan dan kebutuhan konsumennya.

Misalkan produk konveksi berupa celana panjang. Produk celana Jeans Levis, saat memasarkan produknya di Indonesia, akan menggunakan panjang celana yang sesuai dengan tinggi badan rata-rata orang Indonesia, meskipun merek Levis berasal dari Amerika Serikat. Jika Levi's dipaksakan untuk menjual celana menggunakan ukuran ideal yang berpatokan kepada tinggi badan rata-rata orang Amerika Serikat, maka akan menimbulkan masalah karena adanya kesenjangan kondisi riil di Indonesia dengan kondisi ideal yang hanya relevan di Amerika Serikat.

Keberadaan suatu masalah akan menuntut diberikan pemecahan masalah atau solusi. Sebelum kita dapat memecahkan masalah, terlebih dahulu harus dipahami bahwa tidak semua masalah atau tidak selalu setiap ada masalah perlu dipikirkan solusinya. Selalu harus dipertanyakan apakah masalah yang ada layak untuk dipecahkan atau tidak.

Hal ini disebabkan karena kita akan selalu memiliki keterbatasan-keterbatasan sumberdaya yang bisa digunakan, seperti sumberdaya tenaga, sumberdaya uang, maupun sumberdaya waktu. Dengan demikian, kita akan kehabisan sumberdaya yang dimiliki jika berambisi untuk selalu mencari pemecahan terhadap semua masalah yang ada.

Diperlukan kemauan dan kemampuan untuk dapat mengidentifikasi atau memilih dan memilah mana masalah yang menuntut dicari solusinya, dan mana masalah yang bisa kita biarkan tanpa solusi. Harus selalu diingat bahwa tidak semua masalah yang ada di masyarakat atau yang dihadapi masyarakat, layak untuk dibantu mencarikan solusinya.

Berikut adalah pertanyaan-pertanyaan yang dapat diajukan sebelum memutuskan untuk memilih suatu masalah memang layak untuk dipecahkan.

1. Apakah banyak yang mengalami hal yang tak menyenangkan (masalah) tersebut, hingga kita dapat menyebutnya sebagai suatu masalah?

2. Solusi seperti apa yang diharapkan untuk mengurangi atau bahkan menghilangkan masalah tersebut?

3. Apakah solusi tersebut akan menimbulkan masalah baru?

4. Jika itu masalah, mengapa belum ada yang menciptakan solusi untuk masalah itu?

Jawaban dari pertanyaan-pertanyaan tersebut dapat diperoleh melalui: sasaran konsumen, data sekunder, maupun hasil observasi. Proses untuk mendapatkan jawaban pertanyaan di atas harus dilakukan secara sungguh-sungguh dan harus dipastikan itu memang merupakan jawaban dari responden yang tepat, bukan sekadar persepsi yang kita bangun sendiri.

Kemampuan kita untuk menangkap fenomena yang diwakili oleh pertanyaan-pertanyaan di atas akan sangat menentukan kesimpulan yang akan kita peroleh. Kemampuan tersebut memerlukan latihan secara terus-menerus hingga pada akhirnya kita sudah terbiasa dan terlatih untuk menentukan penting atau tidaknya satu masalah.

Selamat mempersiapkan diri sebagai bagian pemberi solusi, bukan bagian dari pembuat masalah. Tetap sehat dan semangat menjalani hari-hari penuh masalah.

Oleh:Teguh Prasetio. Dosen Prodi Manajemen Universitas Pembangunan Jaya