Sampah merupakan salah satu penyebab kerusakan alam dan lingkungan yang menimbulkan dampak negatif bagi masyarakat. Timbunan sampah di lahan-lahan kosong dapat menimbulkan bau busuk dan mengundang banyak binatang datang yang kemudian menjadi faktor penyakit. Terlebih lagi apabila musim hujan, sampah yang dibuang dengan sengaja ke sungai dapat menghambat aliran air sehingga bila musim hujan datang dapat menyebabkan banjir.Resapan air dari kotoran sampah juga sangat berpengaruh terhadap kualitas tanah sehingga tanah di sekitar tempat penumpukan sammpah dapat tercemar (Anggraini, 2013).

Persoalan sampah plastik semakin bertambah di Indonesia, sampah konsumsi warga perkotaan itu ternyata banyak yang tidak mudah terurai, terutama plastik. Semakin menumpuknya sampah plastik menimbulkan pencemaran serius, kondisi ini disadari sebagian masyarakat dengan menumbuhkan upaya pengurangan sampah plastik. Kantong plastik baru dapat mulai terurai paling tidak selama lebih dari 20 tahun di dalam tanah, jika kantong plastik itu berada di endapan air akan lebih sulit lagi terurai (Latief, 2016). Wisnubrata (2018) menunjukkan bahwa hasil riset yang dilakukan Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta dan Gerakan Indonesia Diet Kantong Plastik (GIDKP) menemukan bahwa konsumsi kantong plastik mencapai 240-300 juta lembar per tahun, atau 1.900-2.400 ton per tahun, setara dengan berat 124 bus TransJakarta.

Jumlah timbunan sampah semakin bertambah seiring dengan meningkatnya pertumbuhan jumlah penduduk, kemajuan teknologi, dan perubahan gaya hidup masyarakat Indonesia yang menginginkan kepraktisan. Akibatnya, semakin beragam jenis sampah yang dihasilkan. Di samping itu, tingkat kesadaran masyarakat yang masih rendah menyebabkan sampah belum dapat dikelola secara optimal di sumbernya. Bahkan, banyak sampah yang tercecer ke lingkungan dan berakhir di laut (Putri, 2018).

Kesadaran manusia akan plastik sampah masih kurang, kesadaran adalah kapasitas dan komitmen pada diri seseorang untuk melakukan sesuatu. Orang dengan kesadaran yang tinggi dapat dipercaya untuk menyelesaikan sebuah pekerjaan dan tanggung jawab (Feist, Feist & Roberts, 2010). Seseorang harus memiliki tanggung jawab yang tinggi terhadap pemakaian sampah plastik. Perilaku yang kurang baik dalam mengelola sampah plastik tersebut terjadi karena rendahnya kesadaran mengelola sampah plastik yang semakin hari semakin banyak digunakan (Setyowati & Mulasari, 2013).

Kurangi pemakaian sampah plastik, yuk mulai peka terhadap lingkungan!

Gambar: https://regional.kompas.com/read/2018/11/21/18003211/infografik-sampah-plastik-dalam-perut-paus-yang-mati-di-wakatobi'

Kesadaran yang kurang berdampak pada hewan-hewan di laut. Belum lama ini ditemukan bangkai paus terdampar di sekitar Pulau Kapota, Kabupaten Wakatobi, Sulawesi Tenggara pada 18 November 2018. Ada 5,9 kilogram sampah plastik di dalam perut paus sperma (Syaiful, 2018). Kondisi paus yang mati ini sangat memprihatinkan. Dalam perut paus tersebut ditemukan sampah plastikberupa penutup galon, botol plastik, tali rafia, sobekan terpal, botol parfum, sandal jepit, kresek, piring plastik, gelas plastik, dan jaring (Pati, 2018).

Menurut Azanella (2018), ada 5 cara masyarakat untuk mengurangi pemakaian plastik. Yang pertama adalah refuse (menolak), anjuran untuk berani mengatakan tidak pada hal-hal yang menyebabkan penumpukan sampah. Yang kedua adalah reduce (mengurangi), meminimalisasi penggunaan barang-barang yang potensial menjadi sampah tak terurai. Yang ketiga adalah reuse (penggunaan kembali) dengan mengurangi penggunaan barang sekali pakai dengan barang-barang yang lebih tahan lama, contohnya adalah sedotan stainless steel. Yang keempat adalah recycle (daur ulang), sampah yang sulit diurai dapat diolah kembali menjadi produk bermanfaat yang baru. Yang terakhir adalah rot (pembusukan). Strategi pembusukan dapat dilakukan pada sampah-sampah rumah tangga yang bersifat organik, misalnya sisa-sisa makanan dan bahan dapur.

Yuk, mulai peka terhadap lingkungan!