Kata "Covid-19" memiliki tren yang melejit tinggi pada tahun 2019 akhir di dunia, khususnya Wuhan, Tiongkok, dan Maret 2020 di Indonesia. Kepopulerannya ini tidak terlepas dari media sosial, online, dan cetak tentang perkembangan penularan Covid-19 yang berkembang pesat. Ragam reaksi ditorehkan di setiap media informasi, baik itu yang bersifat positif maupun negatif. Opini yang menggiring ke hal negatif salah satunya mengenai konspirasi Covid-19.

Teori konspirasi pandemi Covid-19 dimulai dengan isu virus yang sengaja disebarkan dari sebuah laboratorium di Wuhan, Tiongkok. Ada juga yang menyebutkan bermula dari berita AS yang beredar dan populer di Eropa, misalnya seperti "bagaimana jika Covid-19 hanya pembuatan sebuah film" atau "Covid-19 hanya alat untuk kekuasaan".

Di luar negeri juga sempat dikatakan bahwa Bill Gates ialah pihak yang terlibat dalam upaya penyebaran virus untuk memproduksi vaksin sebagai ladang bisnis.

Sedangkan di Indonesia, konspirasi pandemi Covid-19 menjadi topik utama di setiap perbincangan public figure Indonesia baik di kehidupan nyata maupun jagat maya. Konspirasi seperti dugaan komersialisasirapid test,hingga reaksi peningkatan kasus dalam masa krisis banyak ditemukan di media sosial. Namun, berita tentang konspirasi ini semakin banyak tersebar dan banyak memengaruhi banyak masyarakat. Apakah kamu termasuk di dalamnya?

Kepercayaan masyarakat dengan mudahnya diambil oleh konspirasi karena didorong kekhawatiran dan ketakutan individu terhadap kondisi dunia. Konspirasi inilah yang membuat seolah-olah menjadi penawar dalam kekhawatiran. Kecemasan dan ketakutan diperburuk dengan rendahnya literasi sehingga menjadikan teori konspirasi semakin mudah dipercayai.

Kepercayaan masyarakat terhadap pandemi Covid-19 berdampak pada perubahan sikap dan perilaku masyarakat dalam menyikapi pandemi. Sedangkan kepercayaan pada konspirasi menimbulkan sikap anti terhadap ilmu pengetahuan, merusak kepercayaan terhadap lembaga publik (Mancosu et al., 2017), serta memengaruhi keputusan kesehatan individu (Brotherton et al., 2013).

Individu yang memercayai konspirasi akan meremehkan ancaman Covid-19 dengan mengabaikan imbauan lembaga pemerintah dan ahli kesehatan untuk menerapkan protokol kesehatan. Melonggarnya kewaspadaan masyarakat terhadap pandemi hanya akan memperparah situasi. Hal ini terbukti saat ini, di mana pada bulan Juni 2021, angkapositivity rate Covid-19 nasional naik hampir dua kali lipat dibanding Mei 2021, tepatnya di angka 20,01 persen.

Oleh karena itu, saat situasi pandemi seperti ini diperlukan literasi dan pemahaman yang besar oleh masyarakat. Konspirasi mengenai pandemi Covid-19 akan mengganggu pemikiran dan kesadaran dan kewaspadaan setiap orang. Media sosial yang seharusnya gudang informasi penting untuk mengatasi kondisi krisis pandemi seharusnya jangan disalahgunakan baik oleh kalangan atas sampai bawah.

Maka, diperlukan usaha dari masyarakat, kaum milenial, maupun pemerintah untuk mengembalikan persepsi publik terhadap pandemi. Khususnya remaja milenial sangat berperan penting mengubah dan memperbaiki persepsi yang ada karena setengah dari pengguna media sosial ialah kaum milenial sendiri. Gunakan media sosial yang mengarahkan masyarakat untuk mematuhi protokol kesehatan tanpa menyudutkan pihak mana pun. Jangan sampai kaum milenial melakukan pelanggaran protokol kesehatan di tempat umum.

Anggapan bahwa Covid-19 hanyalah konspirasi elit global yang tidak berbahaya perlu diberikan kritikan pribadi untuk tetap menjaga kewaspadaan publik terhadap pandemi. Kritikan kontra digunakan melalui argumentasi kuat dengan daya tarik yang bersifat pribadi, keyakinan moral, dan menggambarkan suara netral (Montgomery, 2017). Dan sekiranya ditanamkan dalam mindset setiap orang, bahwasannya belum diketahui sumber terpercaya yang dapat memverifikasi kebenaran konspirasi tersebut. Hal yang belum tentu kebenarannya tak ada gunanya untuk dipercayai. Salam sehat!