Beberapa tahun ini kenakalan remaja meningkat di kota Yogya mulai dari tawuran antar sekolah, narkoba, pergaulan bebas dan juga klitih. Sangat disayangkan dimana kota yang berpredikat kota pelajar ini harus dinodai dengan tindakan yang tidak mencerminkan sikap terpelajar.

Kata klitih sendiri merupakan istilah yang merujuk kepada Pasar Klitikan Yogya. Dahulu, artinya adalah melakukan aktivitas tidak jelas dan bersikap santai mencari barang bekas dan Klitikan, sementara istilah Nglitih adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan kegiatan jalan jalan santai.

Entah kenapa kemudian istilah Klitih ini bergeser menjadi istilah kegiatan yang menggambarkan bentuk anarkisme remaja yang sedang marak di Yogya. Klitih identik dengan pemuda atau segerombolan pemuda yang ingin melukai atau melumpuhkan lawannya dengan kekerasan. Ironisnya mereka menggunakan senjata tajam seperti pisau, pedang, gir dll.

Dalam aksinya terkadang mereka tidak punya misi yang jelas seperti melukai musuhnya disekolah atau musuh diluar, mereka bisa menyerang siapa saja bahkan orang yang tidak dikenal sekalipun.

Beberapa waktu lalu sempat menjadi viral kasus klitih yang di unggah akun grup Facebook yaitu aksi klitih pelemparan batu pada sebuah mobil yang menyebabkan pengendaranya meninggal dunia, kejadian ini menimpa seorang pria bernama Taufik Hidayat warga sidoarum godean,saat melintas di Jalan Sembuh Kidul, Sidomulyo, Godeanpada 4 Januari 2018 dan pelaku berhasil diamankan pihak Direktorat Reserse Kriminal Umum (Ditreskrimum) Polda DIY pada Minggu, (21/1/2018) di daerah Bantul (sumber : tribun yogya).

Fenomena klitih kenakalan remaja di Jogja, ini 8 faktor penyebabnya

Pelaku berjumlah dua orang yakni, Afid Susanggih (19), warga Pringgokusuman, Gedongtengen, Kota Yogyakarta dan Aldito Rino Saputra (19), warga Gedongkiwo, Mantrijeron, Kota Yogyakarta. Antara pelaku dan korban bahkan tidak saling mengenal.

Fenomena klitih kenakalan remaja di Jogja, ini 8 faktor penyebabnya

Kejadian klitih ini pun semakin merajalela menjatuhkan korban bukan hanya warga Yogya sendiri,ada korban dari luar daerah seperti perantau yang bekerja maupun pelajar yang tinggal di Yogya, lalu apa sebenarnya yang memicu kenakalan remaja semacam klitih ini?

Menurut Sosiolog Kriminalitas, Universitas Gajah Mada (UGM) , Soeprapto menyebutkan kekerasan remaja terjadi karena pengaruh lingkungan sosial yang salah. Berikut ini adalah faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya fenomena klitih yaitu:

1. Ada pengaruh kuat kelompok sepermainan atau 'peer group' ke arah perilaku kekerasan

2. Adanya pengaruh dari motor penggerak, misal kakak kelas dan alumni.

3. Menunjukkan eksistensi diri agar keberadaannya diakui.

4. Ada yang memanfaatkan keadaan psikologis remaja yang sedang berada dalam masa transisi biologis dan sosial.

5. Tindakan kekerasan itu muncul disebabkan kurangnya penanaman nilai budaya dan norma sosial.

6. Mereka tidak dapat membedakan perilaku yang baik dan perilaku yang buruk dan harus dihindari.

7. Penanaman nilai-nilai keagamaan hanya sampai pada sosialisasi, belum sampai ke internalisasi atau penghayatan.

8. Rata-rata seseorang yang gemar melakukan kekerasan memiliki kualitas kecerdasan emosional (EQ) hanya pada level pertama yakni memahami diri sendiri, belum sampai level kedua mampu mengendalikan diri. Apalagi level tiga, memahami orang lain, dan level empat, mengendalikan orang lain.

Kunci pertama, menurut Soeprapto, untuk membenahi akar kasus kekerasan yang dilakukan remaja yang dipengaruhi lingkungan adalah memperkuat pendidikan keluarga. Orang tua harus secara rutin melakukan pengawasan dan memberikan arahan kepada anaknya.

Guru sekolah, juga harus proaktif berperan memetakan persoalan murid-muridnya disertai penegakan hukum yang tidak pandang bulu (Sumber: BERNAS).