Gelora Bung Karno tak lagi dipenuhi lautan manusia. Teriakan khas Indonesia! yang diikuti tepuk tangan tidak lagi terdengar. Cuitan-cuitan di media sosial tentang aksi lepas baju Jojo dan aksi panggung Super Junior yang mengobati kerinduan para ELF tak lagi nampak. Usai sudah gegap gempita Asian Games 2018. Di media massa, sudah tidak ada lagi berita tentang pesta olahraga terbesar se-Asia itu.

Sebagai gantinya, media massa dipenuhi berita seputar persiapan pemilu 2019. Yang tentang caleg eks napi koruptorlah, yang tentang DPT gandalah, yang tentang politik dua kakilah, yang tentang deklarasi tagarlah. Tidak ada yang salah dengan itu. Sudah menjadi tugas media massa untuk melayani masyarakat dengan informasi terkait pesta demokrasi di negeri ini yang akan diselenggarakan pada 2019 mendatang. Namun, kalau boleh agak subjektif, penulis rindu dengan berita tentang Asian Games 2018. Rindu dengan berita kesuksesan Indonesia sebagai tuan rumah dan kesuksesan para atlet kita.

Selama Asian Games 2018 berlangsung, bukan berarti tidak ada berita terkait tetek bengek pemilu 2019. Salah satu yang hangat diberitakan saat itu ialah tentang figur publik yang mendapat persekusi ketika hendak menghadiri deklarasi tagar. Namun, setidaknya ada berita-berita menarik seputar Asian Games 2018 yang menjadi penyeimbang.

Berita seputar persiapan pemilu 2019 seakan mengajak masyarakat untuk berpikir dan bertanya-tanya. "Kok, bisa gini?" "Lho, kok gitu?" "Ya, ampun, ternyata" "Wah-wah!" Ujaran seperti itu tidak jarang muncul di benak masyarakat ketika menyaksikan atau membaca berita seputar persiapan pemilu 2019. Mungkin, ada juga yang sampai senewen dan jengkel hingga pada akhirnya menimbulkan perang komentar di media sosial.

Nah, berita-berita menarik seputar Asian Games 2018 bisa menjadi penyeimbang. Masyarakat tidak perlu berpikir dan bertanya-tanya. Masyarakat tidak akan senewen, jengkel, dan panas. Malah, masyarakat tersenyum, terhibur, dan ikut bangga dengan pemberitaan mengenai kesuksesan Asian Games 2018 di Indonesia, baik dalam penyelenggaraan maupun prestasi para atlet. Pemberitaan Asian Games 2018 seakan menjadi obat dari pemberitaan persiapan pemilu 2019, lebih-lebih pemberitaan terkait dua kubu pendukung yang terus saling serang.

Senang rasanya membaca ulasan salah satu media cetak tentang the A team alias orang-orang hebat yang menangani upacara pembukaan Asian Games 2018. Bangga rasanya mendengarkan cerita para atlet ketika diwawancarai usai pertandingan tentang bagaimana mereka bisa mengalahkan lawan dan akhirnya menjadi juara. Terharu rasanya membaca kisah inspiratif di balik kemenangan para atlet. Terharu rasanya melihat atlet kita mengalami cedera di penghujung pertandingan dan terpaksa harus menyerahkan kemenangan kepada lawan. Lebih terharu lagi saat melihat lawannya menunjukkan simpati dengan menghampiri atlet kita.

Ini ulasan kenapa Asian Games dirindukan

Senang rasanya mengetahui atribut para atlet yang dilelang dalam konser amal untuk teman-teman di Lombok laris manis. Senang rasanya melihat foto ke-31 atlet Indonesia peraih medali emas terpampang di media cetak. Senang rasanya mengetahui para atlet tidak perlu menunggu lama untuk mendapatkan bonus dari pemerintah, bonus yang cair sebelum keringat kering.

Senang rasanya mendengar pendapat para atlet luar negeri yang menyukai masakan Indonesia dan terkesan dengan keramahan penduduknya. Dan, ikut heboh rasanya ketika menonton SuJu tampil dengan lagu yang sudah lama tidak terdengar tapi masih mampu membius Mr Simple, Sorry-sorry, dan Bonamana.

Ini ulasan kenapa Asian Games dirindukan

Pun, saat Asian Games 2018, masyarakat sempat geger dengan selebrasi khas Jojo. Pebulu tangkis tunggal putra itu membuat kaum hawa dag-dig-dug ser dengan aksi lepas bajunya yang dilakukan setelah memenangi pertandingan. Bahkan, salah seorang jurnalis media cetak sempat mengulas aksi Jojo tersebut dalam tulisan yang berjudul, Jojo Pelepas Penat Emak-emak.

Ini ulasan kenapa Asian Games dirindukan

Sesaat rakyat bersenang-senang dalam pesta Asian Games 2018. Sesaat rakyat lupa bahwa negeri ini sedang bersiap untuk pesta demokrasi. Sesaat Twitter penuh dengan tagar tentang kemenangan para atlet. Sesaat tagar berbau pilpres tidak ramai dibicarakan.

Sesaat kita satu

Masih tentang sesaat. Sesaat Kita Satu. Itulah judul video yang penulis tonton di Instagram salah seorang atlet Indonesia. Video tersebut menampilkan gambar beberapa atlet kita kala berjuang di cabor masing-masing pada Asian Games 2018. Narasi dalam video tersebut cukup menyentuh.

Untuk sesaat kita lupa perbedaan dan bersatu di belakang atlet yang sedang berjuang. Sesaat kita menolak dipecah-belah karena kita bersatu dalam satu suara untuk dukung Indonesia. Sesaat kita nggak peduli siapa yang jadi pahlawan, yang penting mereka berjuang habis-habisan untuk Indonesia. Sesaat ada yang mengucap Bismillah untuk mendoakan kemenangan atlet yang berbeda agama.

Ada narasi yang lumayan menohok, yakni Sesaat nggak ada perdebatan siapa yang memenangkan pilpres. Semua bersatu doakan kemenangan Indonesia. Bisa ditebak, gambar yang menyertai narasi tersebut adalah Hanifan Yudani Kusumah, atlet pencak silat peraih medali emas kala memeluk Jokowi dan Prabowo. Di tengah persaingan menuju pilpres, untuk sesaat kedua bacapres berdamai dengan saling berpelukan. Tak pelak, satu hari setelah momen mahal itu terjadi, media-media cetak berlomba memasang foto ketiga orang yang berpelukan itu sebagai headline.

Ini ulasan kenapa Asian Games dirindukan

Betapa hebatnya Asian Games 2018. Bukan sekadar event yang menghibur masyarakat, melainkan juga event yang mempersatukan masyarakat. Saat itu, seluruh perbedaan, termasuk perbedaan pandangan politik melebur menjadi satu. Kalau kata Bung Jebret, siapa kita? Indonesia! Ya, saat itu identitas kita ialah Indonesia. Bukan si A yang berasal dari suku W. Bukan si B yang beragama X. Bukan si C yang berasal dari parpol Y. Bukan pula si D yang berasal dari kubu pendukung Z.

Kembali ke video. Di akhir video, ada narasi penutup yang menjadi harapan si pembuat video dan mungkin juga harapan masyarakat Indonesia. Semoga ini bukan lagi cuma sesaat. Apakah harapan itu bisa terwujud?

Mungkin, agak terlalu muluk jika mengharapkan seperti yang terjadi pada Asian Games 2018. Mungkin, harapan yang lebih sederhana adalah kampanye berjalan fair. Kedua kubu bersaing sehat. Ujaran kebencian bisa terminimalisir. Rakyat bisa memaklumi dan menghargai perbedaan pilihan. Dan, semua pihak bisa legawa apa pun hasilnya.

Tahun ini Indonesia sudah mencetak prestasi besar dalam Asian Games 2018. Mari kita jaga dan tambah prestasi tersebut dengan menciptakan penyelenggaraan pileg dan pilpres yang damai. Kalau pileg dan pilpres mendatang bisa berjalan damai, itu bisa menjadi prestasi baru bukan bagi Indonesia?