Internazzionale Milano atau yang biasa disebut Inter Milan Fc, siapa yang tidak mengenal klub sepak bola profesional yang satu ini. Klub yang berjuluk I Nerazzuri ini merupakan salah satu klub sepak bola kebanggaan Kota Milan dan Italia dengan sederet prestasi yang sudah diraih, baik raihan prestasi trofi domestik maupun trofi Eropa. Membuat nama klub Inter Milan begitu femiliar di mata para pencinta bola di seluruh dunia.

Inter Milan 18 kali juara Scudetto Serie A, 7 kali juara Coppa Italia, 5 kali juara Piala Super Italia, 3 kali juara Liga Champion, 3 kali juara Piala UEFA atau Liga Eropa, 1 kali juara Piala Dunia antar klub FIFA, dan 2 kali juara Piala Intekotinental. Itulah sederet piala yang berhasil diraih oleh klub Inter Milan selama ini.

Gak hanya itu, Inter Milan merupakan klub pertama di Italia yang bisa meraih Scudetto Serie A, Coppa Italia, dan Liga Champion di satu musim kompetisi. Di era sepak bola modern, hanya klub Manchester United dari Inggris dan Barcelona Fc dari Spanyol yang bisa mengukir prestasi ini.
Inter Milan juga merupakan satu-satunya klub di Serie A yang belum pernah terdegradasi ke Serie B, kompetisi sepak bola kasta kedua di Italia. Dengan prestasi yang begitu banyak, wajar kalau Inter Milan menjadi klub yang disegani di kancah kompetisi Eropa dan domestik.

Akan tetapi, beberapa tahun belakang ini prestasi Inter Milan menukik tajam, baik di kompetisi domestik maupun di kancah kompetisi Eropa. Sejak meraih trable winner-nya di musim kompetisi 2009/2010, Inter Milan kesulitan untuk mendapatkan prestasi yang membanggakan. Jangankan untuk bersaing di kompetisi Eropa, di kompetisi domestik saja Inter kesulitan. Sejak musim 2009/2010 tidak ada satu piala pun yang dibawa pulang ke San Siro.

Karena kondisi keuangan tim biru hitam yang mengalami kerugian dan di ambang kebangkrutan, menyebabkan Inter Milan tidak bisa mendatangkan pemain berlabel bintang ke San Siro. Untuk menyeimbangkan neraca keuangannya dan tidak kena hukum oleh peraturan Financial Fair Play yang dibuat oleh UEFA, membuat managemen Inter pun harus terpaksa memakai pemain kelas dua yang ada di akademi sepak bola Inter Milan untuk mengarungi ketatnya persaingan di Serie A. Karena mengandalkan pemain kelas dua yang masih muda dan minim pengalaman, membuat penampilan Inter Milan terseok-seok dan hanya sanggup finis di papan tengah kompetisi Serie A.
Asa Interisti untuk melihat Inter Milan bangkit lagi ada pada oktober 2013, saat Massimo Moratti, pemilik Inter Milan menjual 70% saham kepemilikan Inter Milan kepada Erick Thohir, seorang pengusaha asal Indonesia. Di tangan Erick Thohir, Inter Milan pelan-pelan keluar dari keterpurukannya.

Namun pada tahun 2016, Erick Thohir menjual seluruh saham Inter yang dimilikinya kepada pengusaha asal China yang bernama Zhang Jindong. Dengan investor baru dan neraca keuangan yang beranjak sehat, membuat Inter Milan mulai memperbaiki diri. Pelan tapi pasti, Inter Milan mulai kembali ke arah yang benar.

Puncaknya adalah akhir musim 2018/2019, di mana di akhir musim itu Inter Milan mengakhiri kompetisi di peringkat 4 besar. Yang mana manjadi tempat terakhir untuk jatah tiket berlaga di kompetisi Liga Champion Eropa, sebuah pencapaian yang ditunggu-tunggu Interisti selama 8 musim terakhir.

Untuk membangun kembali kejayaan Inter Milan, management Inter pun menunjuk seorang pelatih ternama yang bernama Antonio Conte. Awalnya penunjukan pelatih ini sempat ditentang oleh Interisti karena Antonio Conte adalah pemain dan pelatih yang sempat membela Juventus. Juventus dan Inter Milan adalah seteru abadi di Serie A Italia, jadi mempekerjakan pelatih yang identik dengan Juventus adalah kesalahan yang tak termaafkan.

Tapi nama besar Antonio Conte yang sukses memberikan trofi piala di klub Juventus dan di klub Chelsea membuat Interisti memaafkan keputusan managemen Inter yang telah merekrut pelatih Antonio Conte. Interisti pun berharap Antonio Conte yang pernah melatih Juventus dan tahu akan seluk beluk kelemahan Juventus, bisa membawa Inter Milan Untuk menghentikan kedigdayaan Juventus yang telah meraih Scudetto Serie A selama 8 musim berturut-turut.

Apalagi gaya melatih Antonio Conte sangat mirip dengan Jose Morinho, pelatih Inter Milan yang sukses membawa Inter Milan meraih trable winner di musim 2009/2010. Kemiripannya terlihat dari metode kepelatihan yang penuh dengan dislipin. Dan kedua pelatih itu tidak pernah meperlakukan pemain sebagai seorang pemain bintang yang bisa seenaknya saja. Pemain mana pun akan dirotasi agar stamina dan peforma pemainnya tidak kelelahan. Karena kemiripan inilah yang membuat Interisti begitu yakin kalau Antonio Conte bisa membawa kembali kejayaan Inter Milan.

Untuk mengabulkan keinginan Interisti itu, managemen Inter Milan telah menyiapankan dana yang akan digunakan Antonio Conte untuk membeli pemain di bursa transfer musim panas tahun ini. Sejauh ini sudah ada 8 pemain yang telah dibeli oleh managemen Inter Milan untuk memperkuat skuat Inter Milan Dalam mengarungi ketatnya kompetisi Serie A dan Kompetisi Liga Champion Eropa.

Dalam sejarah klub Inter Milan, terdapat dua orang pelatih yang sukses membangun kejayaan Inter Milan Di Eropa.

Pelatih pertama adalah Helenio Herrara, pelatih jenius yang pertama kali manciptakan formasi pertahanan grendel atau Cetanaccio. Dengan formasi Cetanaccio yang pertama kali diterapkan di Inter Milan, Helenio Herrara membawa mendiang Giacinto Facchetti dkk ditakuti di Eropa. Dua Piala Champion atau sekarang disebut Liga Champion, berhasil direbut 2 musim berturut-turut, di musim 1963/1964 dan 1964/1965. Itu adalah bukti betapa kuatnya Inter Milan kala itu.

Di musim itu juga Inter Milan di kenal dengan sebutan Grande Inter yang arti The Great Inter atau Inter yang hebat. Julukan itu diberikan berkat pertahanan Inter yang sulit ditembus. Dan berkat kehebatan Cetanaccio di Inter, membuat formasi pertahan grendel ini pun popular di Italia. Karena setelah kesuksesan Inter dengan Cetanaccio, membuat para kontestan Liga Seria A banyak memakai Formasi ini. Hingga sekarang formasi Cetanaccio menjadi formasi yang identik dengan Italia.

Pelatih yang kedua, tentu saja Jose Morinho. Pelatih yang berjuluk The Spesial One ini menerapkan formasi yang hampir sama dengan seniornya di Inter, Helenio Herrara, yaitu formasi Cetanaccio. Sebuah formasi super defensif yang mengandalkan serangan balik secepat kilat dan mampu membuat pemain lawan frustasi untuk menembus pertahanan Inter. Bukti kehebatan formasi itu bisa dilihat di pertandingan semi final Liga Champion musim 2009/2010. Kala itu Inter Milan harus berhadapan dengan tim yang gaya permainannya menyerang, yaitu Barcelona yang terkenal dengan Formasi Tiki Takanya. Di dua kali pertandingan semi final itu, kita bisa melihat betapa frustasinya Leonel Messi, Andres Iniesta, dan Xavi Hernandez membongkar rapatnya pertahan Inter Milan. Alih-alih membongkar pertahanan Inter, Barcelona yang keasyikan menyerang malah lupa akan bertahan, dan kesempatan itu dimaksimalkan oleh pemain Inter hingga Inter Milan lolos ke babak final.

Walau formasi cetanaccio yang diterapkan oleh Jose Morinho ini banyak dikecam oleh para pengamat sepak bola karena mempertontonkan sepak bola yang negatif dan cenderung membosankan, tapi formasi Cetanaccio sukses membawa tiga piala sekaligus di satu musim kompetisi. Sebuah pencapaian yang belum pernah diraih oleh para pesaing Inter di Serie A.

Dan sekarang kita tunggu kiprah pelatih Antonio Conte. Bagaimana ia akan meracik ramuan formasi yang cocok untuk Inter Milan. Apakah Antonio Conte akan mengikuti ramuan racikan formasi dua seniornya di Inter Milan, dan apakah kita akan sekali lagi akan melihat betapa kokohnya pertahanan Inter Milan atau kita akan melihat wajah baru Inter Milan yang lebih Agresif dalam menyerang?

Kita tunggu bagaimana cara Inter Milan Untuk menghancurkan dominasi Juventus yang sudah bertahan selama 8 musim berturut-turut tampa ada lawan yang menghalangi. Musim ini saatnya Inter bangkit dan kembali manaklukan Italia dan Eropa. Forza Inter!