Bagi pengunjung yang berniat mendatangi Pertapaan Kembang Lampir di Desa Girisekar, Kecamatan Panggang jangan pernah mengabaikan apa yang menjadi aturan tempat itu.

Jika tetap nekat, maka dipastikan dilarang masuk oleh juru kunci. Terutama peraturan dalam mengenakan warna pakaian.

Terpasang tulisan di papan peraturan pengunjung Kembang Lampir, dilarang memakai pakaian berwarna ungu terong dan hijau lumut. Jikapun ada yang memakai, tidak akan diperbolehkan masuk lokasi pertapaan. Ia hanya boleh di luar lokasi saja, terkecuali mengganti pakaiannya.

Banyak yang bertanya, kenapa dua warna pakaian itu dilarang masuk Kembang Lampir? Inilah penjelasan yang bikin bulu kuduk merinding dari juru kunci.

Seorang warga sekitar, Sutrisno dipercaya oleh Keraton Yogyakarta untuk merawat dan menjaga Kembang Lampir. Keluar masuknya pengunjung harus dalam pengawasannya. Dalam seminggu, Kembang Lampir hanya dibuka dua hari untuk umum, Senin dan Kamis. Di luar hari itu, pengunjung tidak bisa masuk ke pintu gerbang pertapaan.

Bapak 61 tahun ini menjelaskan berkunjung di Kembang Lampir tidak diperbolehkan memakai pakaian warna ungu terong dan hijau lumut. Peraturan itupun dibuat oleh pihak keraton karena penguasa laut selatan atau Nyi Roro Kidul konon sering datang ke pertapaan. Jika pengunjung nekat memakai baju warna itu, maka diyakini akan mencelakakan diri sendiri. Pengunjung itu disukai oleh Nyi Roro Kidul dan akan dijadikan budaknya.

"Itu sudah jadi aturan sesuai kesepakatan dengan penguasa laut selatan, jelas Sutrisno.

Ditanya pernahkah ada yang nekat dan melanggar hal itu dan berujung petaka, Sutrisno menyatakan pernah ada. Meski begitu, ia hanya mendapat cerita dari juru kunci sebelumnya. Kala itu, seorang pengunjung datang ke pertapaan dan langsung menerobos pagar yang dibuka tanpa memberitahu juru kunci.

Kemudian, tak selang lama pengunjung asal Bantul itu ditegur untuk selekasnya meninggalkan lokasi Kembang Lampir. Setelahnya, dalam perjalanan pengunjung itu mengalami kecelakaan hingga meninggal dunia. Kejadian itu pun akhirnya menjadi perhatian Si juru kunci untuk lebih memperketat penjagaan.

Ceritanya begitu, tapi selama saya jadi juru kunci belum pernah ada, ungkapnya.

Diketahui, larangan masuk Pertapaan Kembang Lampir tidak hanya di seputaran pakaian. Namun terdapat larangan lain, yakni tidak boleh memotret bangunan dalam, tidak boleh memakai sandal jika ingin naik ke atas dan jika pengunjung wanita harus dalam kondisi suci.

Ditambahkan Sutrisno, pengunjung sendiri kebanyakan berasal dari luar daerah, bahkan luar negeri seperti Belanda, Perancis dan Belgia. Sebagian pengunjung berasal dari kalangan pejabat dengan tujuan meminta hidayah, jodoh maupun jabatan.

"Di sini pengunjung tidak dimintai biaya masuk. Hanya saja jika ada yang memberi diterima, itu juga untuk biaya kebersihan bangunan dan sarana kamar mandi," tambahnya.

Sejarah singkatnya, Pertapaan Kembang Lampir adalah petilasan Ki Ageng Pemanahan atau keturunan Brawijaya V dari kerajaan Majapahit ketika sedang mencari wahyu. Nama aslinya, Kembang Semampir yang berubah menjadi Kembang Lampir yang artinyabangun landepe pikir.

Direnovasi pertama kali oleh Sri Sultan Hamengku Buwono IX yang dilanjutkan oleh Sri Sultan Hamengku Buwono X. Ki Ageng Pemanahan bertapa di Kembang Lampir sampai mendapat petunjuk dari Sunan Kalijaga jika wahyu keraton berada di Desa Sodo, Kecamatan Paliyan.

Setelah itu ia diperintahkan oleh Sunan Kalijaga pergi ke sana. Akhirnya Ki Ageng Pemanahan berebut wahyu yang berbentuk kelapa muda dan memenangkannya dari Ki Ageng Giring. Konon, yang berhasil meminum air kelapa muda itu akan menjadi raja tanah jawa.