Bullying adalah suatu kata yang tidak asing lagi didengar dari masa ke masa. Bullying merupakan suatu permasalahan yang kerap terjadi di kalangan remaja. Bullying merupakan suatu tindakan agresif yang terjadi secara berulang-ulang dari waktu ke waktu sehingga membuat orang lain merasa tidak nyaman.

Beberapa tahun ini bullying mengalami perubahan yang drastis. Hal ini terjadi karena perkembangan teknologi yang pesat di setiap tahunnya. Jika bullying pada zaman tradisional dilakukan secara langsung (face to face) di sekolah atau sekitar sekolah, berbeda dengan bullying di abad 21 yang dikenal dengan cyberbullying di mana pelaku akan menyerang korban melalui teknologi komunikasi, seperti layanan jejaring sosial, internet, facebook, instagram, dan lain sebagainya.

Menurut Hertz 2008, cyberbullying adalah bentuk penindasan atau kekerasan dengan bentuk mengejek, mengatakan kebohongan, melontarkan kata-kata kasar, menyebarkan rumor maupun melakukan ancaman atau berkomentar agresif yang dilakukan melalui media-media seperti email, chat room, dan pesan instan. Cyberbullying sangat mudah terjadi karena pelaku tidak perlu berhadapan langsung dengan korban, dan juga korban sangat jarang melapor ke pihak yang berwajib sehingga sulit mendeteksi bahwa mereka adalah korban bullying di dunia maya (Utami, 2014). Cyberbullying tidak mengenal jenis kelamin (gender), dengan kata lain tindakan cyberbullying tidak hanya mengarah pada perempuan ataupun laki-laki saja.

Dampak yang dirasakan oleh korban cyberbullying di antaranya kegelisahan, cemas, memiliki kesulitan dalam berkonsentrasi, mudah marah, sering menyalahkan diri sendiri bahkan sampai bunuh diri. Salah satu kasus yang terjadi pada seorang mahasiswa Rutgers University bernama Tyler Clementi yang mengakhiri hidupnya melompat dari atas jembatan setelah video bermesraan dengan teman sesama jenis tersebar luas.

Tidak hanya bagi korban, namun pelaku juga mendapatkan dampaknya. Pelaku yang yang melakukan cyberbullying maka akan terjerat hukum pidana. salah satunya perundang-udangan yang menindak kasus cyberbullying yaitu Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE). Undang-undang ini mencakup pasal-pasal yang sesuai diberikan kepada pelaku cyberbullying.

Begini cara untuk mencegah terjadinya cyberbullying.

1. Privacy akun kamu. Semakin banyak orang yang melihat akunmu maka semakin banyak yang memberikan komentar. Akun sosial media tidak selalu harus ditampakkan pada semua orang.

2. Jangan memberikan tanggapan atas komentar yang bersifat intimidatif seperti memaki, mencelana, dan menghina. Karena ketika kamu membalas komentar maka pelaku akan terus menerus melakukan hal tersebut.

3. Memperkuat password dengan cara menggantikan password secara berkala atau dengan memberikan password dengan kata-kata yang unik.

4. Kumpulkan bukti ketika kamu menjadi korban cyberbullying.Ini dapat dilakukan dengan cara rekam atau capture kata-kata yang menurut kamu bisa menjadi bukti.

5. Khusus terhadap orang tua agar dapat mendampingi dan mengawasi anak dalam bersosialisasi di internet. Diperlukan bimbingan dan tingkat kewaspadaan yang tinggi untuk mencegah anak kamu menjadi korban cyberbullyingkarena tidak semua yang berhubungan dengan teknologi akan baik-baik saja.