Era modern di abad ke-21 ini telah membawa hal positif atau negatif dalam bersosialisasi atau berinteraksi dengan teman. Di Indonesia banyak sekali remaja yang sering curhat ke temannya tentang apa yang terjadi dengannya saat itu entah tentang keluarga, teman ataupun pasangannya.
Setiap orang tentunya juga memiliki kebutuhan untuk berhubungan dengan orang lain, baik itu dalam bentuk komunikasi ataupun interaksi atau biasanya kita sebut dengan istilah afiliasi. Kebutuhan afiliasi seseorang paling tinggi ketika berada dalam masa remaja (Santrock dalam Puspitasari, 2015). Afiliasi adalah keinginan untuk memiliki hubungan sosial serta interaksi yang positif dengan orang lain (Faza, 2017). Kebutuhan afiliasi adalah kebutuhan akan kehangatan dan sokongan dalam hubungannya dengan orang lain, kebutuhan ini mengarahkan tingkah laku untuk mengadakan hubungan secara akrab dengan orang lain (Mc.Clelland dalam Muna & Astuti, 2014). Tingkat kebutuhan afiliasi dapat terlihat pada perilaku remaja dalam menjalin hubungan dengan teman-temannya, termasuk berkomunikasi dengan situs jejaring sosial sebagai media komunikasi yang sedang populer di kalangan remaja (Kilamanca, 2010).
Menurut Schultz & Schultz (2009) dalam buku Theories of Personality, kebutuhan afiliasi muncul ketika seseorang ada di situasi yang penuh dengan tekanan dan adanya kehadiran orang lain membantu menghilangkan rasa cemas yang terkait dengan stress dari masalah-masalah yang terjadi. Menurut Schachter (dalam Fauziah, 2016) faktor yang menyebabkan individu berafiliasi karena ia berada di sekitar orang lain secara langsung dapat mengurangi kecemasan, kehadiran orang lain dapat mengalihkan perhatian terhadap diri sendiri sehingga secara tidak langsung akan mengurangi kesepian, reaksi orang lain dapat memberi informasi tentang situasi, sehingga memberi kejelasan terhadap pikiran-pikiran (kognisi) individu. Orang lain merupakan pembanding seorang dapat mengevaluasi dirinya berdasarkan perilaku orang lain.
Menurut Murray (dalam Rinjani & Firmanto, 20143) kebutuhan afiliasi adalah keinginan untuk mendekat atau keinginan untuk kerjasama dengan orang lain, menyenangkan & mendapat afeksi dari orang lain dan setia terhadap teman. Dalam kebutuhan berafiliasi ini terkandung kepercayaan, kemauan baik, afeksi, kasih dan empati yang simpatik yang dimanifestasikan dalam sikap bersahabat, sosial, menyenangkan, penuh kasih/kepercayaan dan bersifat baik.
Purwadiningsih mengatakan (dalam Sari, Ifdil & Neviyarni. 2018), kebutuhan afiliasi dengan teman akan memberikan pengaruh terhadap tingkah laku remaja. Hal ini membuat remaja mampu menunjukkan energi dalam menyelesaikan tugas-tugas akademik, mengembangkan hubungan sosial, memperoleh penghargaan dan penerimaan dari lingkungannya serta meningkatkan kemampuan, karena remaja ini termotivasi untuk memenuhi dan meminimalisir kekurangan yang ada pada dirinya.
Murray (dalam Dewi & Kuncoro, 2011) menyatakan aspek-aspek kebutuhan berafiliasi sebagai berikut.
1. Simpati yaitu rasa saling mengerti dan menghormati akan keadaan dan keberadaan orang lain.
2. Empati yaitu perasaan mendalam terhadap apa yang dialami orang lain.
3. Kepercayaan yaitu adanya kesanggupan pada diri seseorang untuk mempercayai orang lain dalam berhubungan.
4. Menyenangkan orang lain yaitu keinginan untuk menyenangkan orang lain.
Teman sebaya bagi remaja mempunyai fungsi yang hampir sama dengan orang tua. Teman bisa memberikan ketenangan ketika mengalami kekhawatiran. Tidak jarang terjadi seseorang remaja yang tadinya penakut berubah menjadi pemberani berkat teman sebaya (Anggraini, 2016). Kesimpulannya, curhat dengan teman tentang masalah apapun yang dirasa tertekan adalah hal yang baik dan untuk mengurangi rasa cemas yang terkait dengan stress dari masalah-masalah yang terjadi.
Jadi, kalau memang kalian ada rasa tertekan ceritalah dengan orang yang kamu percaya dan jangan malu-malu ya buat cerita sama teman yang kamu percaya!
Source
- Anggraini, J. (2016). Hubungan Antara Kebutuhan Afiliasi Dengan Asertivitas Pada Peserta Didik di Madrasah Aliyah Patra Mandiri Palembang. Diakses pada tanggal 12 Desember 2018 dari http://eprints.radenfatah.ac.id/1208/.
- Dewi, T. N. & Kuncoro, J. (2011). Kebutuhan Berafiliasi Introversi Kepribadian Serta Ketergantungan Pada Facebook Pada Mahasiswa. Diakses pada tanggal 11 Desember 2018 dari http://jurnal.unissula.ac.id/index.php/proyeksi/article/view/248/224.
- Fauziah, M. I. (2016). Pengembangan Modifikasi Permainan Gobak Sodor Dalam Bimbingan Kelompok Untuk Afiliasi Diri. Diakses pada tanggal 11 Desember 2018 dari http://jurnalmahasiswa.unesa.ac.id/index.php/jurnal-bk-unesa/article/view/14257/12969.
- Faza, F. (2017). Pengaruh Dimensi Motivasi Afiliasi Pada Minat Karir Kewirausahaan. Diakses pada tanggal 10 Desember 2018 dari http://eprints.ums.ac.id/56476/.
- Kilamanca, D. F. (2010). Hubungan Antara Kebutuhan Afiliasi Dan Keterbukaan Diri Dengan Intensitas Mengakses Situs Jejaring Sosial Pada Remaja. Diakses pada tanggal 10 Desember 2018 dari https://eprints.uns.ac.id/9610/.
- Muna, R. F. & Astuti, T. P. (2014). Hubungan Antara Kontrol Diri Dengan Kecenderungan Kecanduan Media Sosial Pada Remaja Remaja. Diakses pada tanggal 13 Desember 2018 dari https://ejournal3.undip.ac.id/index.php/empati/article/view/7610/7370.
- Puspitasari, F. I. (2015). Kebutuhan Remaja Untuk Mengirim Foto Atau Video Di Instagram. Diakses pada tanggal 12 Desember 2018 dari http://repository.ubaya.ac.id/29541/7/Kebutuhan%20Remaja_Setiasih_2015.pdf.
- Rinjani, H. & Firmanto, A. (2013). Kebutuhan Afiliasi Dengan Intensitas Mengakses Facebook Pada Remaja. Diakses pada tanggal 10 Desember 2018 dari http://ejournal.umm.ac.id/index.php/jipt/article/view/1359.
- Sari, P., Ifdhil, I. & Neviyarni, S. (2018). Kebutuhan Afiliasi Siswa. Vol. 6 No. 3, 2018. hlm. 191-197 Diakses pada tanggal 9 Desember 2018 dari http://jurnal.konselingindonesia.com/index.php/jkp/article/view/291.
- Schultz, D. P. & Schultz S. E. (2009). Theories of Personality. 9th edition. Person. Wadsworth