Kelestarian bumi sangatlah penting. Karena di sinilah tempat kita tinggal, dan sampai sekarang para ilmuan belum bisa menemukan tempat baru selain bumi yang bisa kita tinggali. Dari segi kondisi atmosfer, lingkungan hingga jarak dari bumi.

Untungnya, masih banyak orang-orang yang peduli kelangsungan hidup kita di bumi. Pemerintah, ilmuwan hingga aktivis mengampanyekan "Go Green". Namun sayang, perusahaan-perusahaan besar memanfaatkan kesempatan ini untuk memasarkan produk yang mereka klaim ramah lingkungan namun dampaknya patut dipertanyakan.

Berikut dirangkum lima produk "ramah lingkungan" yang sebenarnya buruk untuk kehidupan.

1. Produk pembersih

5 Produk 'ramah lingkungan' yang ternyata buruk bagi kehidupan

Kita semua tahu banyayk produk pembersih rumah tangga konvensional mengandung bahan-bahan kimia seperti amonia, klorin dan alkohol yang dapat merusak lingkungan serta berdampak buruk bagi kesehatan kita. Sehingga para produsen berlomba-lomba membuat produk pemberisah yang "ramah" lingkungan. Namun penggunaan istilah ramah lingkungan, alami, tidak berancun dan sebagainya hanya digunakan untuk keperluan iklan dan tidak sesuai fakta.

Sebuah studi baru-baru ini yang dipublikasikan di unimelb.edu.au oleh Anne Steinemann dari Melbourne School of Engineering menemukan banyak produk berlabel semacam itu mengandung senyawa-senyawa beracun. Untuk kamu yang ingin membaca jurnal itu secara lengkap bisa mengunduhnya dilinkyang telah kami sediakan di bagian referensi.

2. Panel surya

5 Produk 'ramah lingkungan' yang ternyata buruk bagi kehidupan

Dari sebuah artikel di nationalgeographic.com (11/11/14) menyebutkan bahwa produksi panel surya membutuhkan bahan kimia korosif yang keras (seperti natrium hidrosida dan asam fluorida), belum lagi diperlukan konsumsi listrik dan air yang banyak. Proses produksi ini juga menghasilkan limbah, beberapa di antaranya sangat berbahaya.

Tak sampai di situ, panel surya menggunakan banyak logam langka (seperti telurium dan indium), dan bila sudah tidak terpakai maka tidak ada cara yang tersedia untuk mendaur ulangnya lagi. Semoga para produsen panel surya bisa menemukan bahan yang jauh lebih baik, dapat didaur ulang dan lebih bertanggung jawab atas apa yang telah mereka perbuat. Tapi yang jelas, panel tenaga surya tidak se-"ramah" yang kita kira.

3. Makanan organik

5 Produk 'ramah lingkungan' yang ternyata buruk bagi kehidupan

Sebuah studi yang dipublikasikan di journals.plos.org menyebutkan bahwa pestisida "organik" bisa lebih beracun daripada yang sintesis. Studi ini juga mencatat bahwa dampak lingkungan dan keberlanjutan tidak selalu menguntungkan pertanian organik dibandingkan pertanian konvensional.

Selain itu, penting untuk diingat bahwa tidak semua produk organik ditanam secara lokal. Semakin jauh jarak pengiriman produk organik dari suatu pertanian ke toko kesayanganmu, semakin tinggi juga jejak karbon yang menempel.

4. Bahan bakar etanol dari jagung

5 Produk 'ramah lingkungan' yang ternyata buruk bagi kehidupan

Kita tahu bahwa bahan bakar fosil semakin menipis dan kita membutuhkan bahan bakar alternatif sebagai energi terbarukan, salah satunya bahan bakar etanol dari jagung. Tapi, etanol dari jagung ternyata memiliki beberapa masalah. Dikutip nationalgeographic.com (11/7/06), sebuah studi oleh University of Nebraska menunjukkan bahwa mengubah residu tanaman jagung menjadi etanol dan biofeul dapat menghasilkan lebih banyak gas rumah kaca daripada bensin. Jagung juga membutuhkan lebih banyak pupuk dan pestisida dibanding tanaman pangan lainnya.

Alternatif terbaik adalah biodiesel dari kedelai. Sebab kedelai membutuhkan pupuk dan pestisida yang jauh lebih sedikit dibanding jagung serta menghasilkan hampir empat kali lipat energi daripada etanol dari jagung.

5. Mobil listrik

5 Produk 'ramah lingkungan' yang ternyata buruk bagi kehidupan

Mobil listrik memang tidak menghasilkan emisi karbon. Tapi, Sebuah studi oleh IVL Swedish Environmental Research Institute, ivl.se (21/6/17) menunjukkan bahwa ternyata produksi baterai ion lithium untuk mobil ini justru memancarkan begitu banyak karbondioksida (CO2).

Sebagai contoh, Nissan Leaf memiliki baterai sekitar 30kWh dan baterai Tesla model S sekitar 100 kWH. Produksi untuk baterai ini menghasilkan 150-200 kilogram karbondioksida per kWH-nya. Dengan demikian Nissan Leaf sudha mengeluarkan sekitar 5 ton karbondioksida ke udara bahkan sebelum mobil ini dibeli.

Konsep mobil listrik sebenarnya adalah ide yang bagus. Namun sampai ada produksi baterai yang lebih efisien, manfaatnya untuk lingkungan patut untuk dipertanyakan.