Pamali Jawa merupakan teguran orang tua kepada anak, cucu, atau orang lain yang diungkapkan secara tidak langsung. Teguran tersebut disampaikan agar anak, cucu, atau orang lainitutidak melakukan suatu tindakan yang menjadi pantangan bagi orang Jawa.

Hampir semua Pamali Jawa selalu diawali dengan kata perintah "aja" yang artinya "jangan". Hal ini menegaskan bahwa pantangan dari Jawa agar tidak sekali-kali dilanggar. Jika pantangan itu dilanggar, maka seorang pelanggar akan mendapatkan risikonya. Berikut adalah pamali-pamali Jawa beserta kajiannya.

1. "Aja mangan neng ngarep lawang (mligine bocah prawan), mundhak angel jodho."

Artinya: Jangan makan di depan pintu (khususnya anak gadis), nanti susah untuk mendapatkan jodoh.

Makan di depan pintu yang dilakukan oleh seorang gadis, selain diklaim tidak sopan karena makan tidak pada tempatnya, juga akan menghalangi orang yang akan keluar masuk rumah melalui pintu itu, serta makanan bisa saja terkena debu.

Apabila pantangan agar tidak makan di depan pintu itu dilanggar, maka gadis tersebut akan dinilai tidak berkepribadian yang baik. Alhasil, sang gadis akan sulit mendapatkan jodoh. Kalau toh mendapatkan jodoh, tentu seorang lelaki yang memiliki kepribadian sejenis.

2."Yen mangan kudu dientekke, mundhak pitike padha mati."

Artinya: Kalau makan harus dihabiskan agar ayamnya tidak mati semua.

Orang tua yang ingin mendapatkan rezeki dari Tuhan untuk sesuap nasi tidak sekadar ditempuh dengan doa, melainkan pula dengan bekerja keras. Karenanya orang tua akan selalu menyarankan kepada anak-anaknya untuk menghabiskan makanannya. Bila makanan tersebut dihabiskan, maka seorang anak dapat mensyukuri rezeki dari Tuhan yang diperoleh orang tuannya dengan susah payah.

Berdasarkan kajian ini dapat disimpulkan bahwa seorang yang tidak dapat mensyukuri rahmat Tuhan justru akan dikurangi rezeki yang diterimanya. Pengurangan rezeki karena tidak mensyukuri rahmat Tuhan tersebut dilukiskan dengan "ayam yang akan mati bila tidak habis makanannya".

3."Aja alihan papan wektu mangan, mudhak duwe ibu kuwalon."

Artinya: Jangan berpindah tempat pada waktu makan, kelak akan mendapatkan ibu tiri.

Di dalam masyarakat Jawa, seorang yang berpindah tempat sewaktu makan akan dianggap tidak sopan. Karena selain melewati orang-orang lain yang sedang makan, makanan yang dibawa orang itu bisa menumpahi mereka.

Apabila pantangan itu dilanggar, orang tersebut akan menjadi bahan gunjingan hingga hidupnya menjadi susah seperti seorang anak yang beribu tiri.

4."Aja buwang sega sisa mangan, mundhak ing tembe bakal dadekake cecongkrahan sajroning kluwarga."

Artinya: Jangan membuang nasi sisa makan, karena kelak menyebabkan perseteruan di dalam keluarga.

Seorang anak yang makan hendaklah tidak lebih dan tidak kurang. Bila berlebihan, maka akan ada sisa makanan yang dibuang. Itu artinya, akan terdapat sisa rezeki yang dibuang.

Jika itu terjadi, timbullah amarah orang tua kepada si anak. Karena anak itu tidak menghargai rezeki yang diberikan Tuhan melalui kerja keras orang tuanya.

5."Aja tansah seneng mangan nganggo mangkok, mundhak ditinggal lunga sedulure."

Artinya: Jangan selalu suka makan dengan mangkuk karena akan ditinggal pergi oleh saudaranya.

Di lingkup masyarakat Jawa, mangkuk biasannya digunakan sebagai tempat sayur. Karenanya bagi seorang yang makan nasi dan sayur dengan mangkuk dan bukan piring akan tidak disukai keluarganya.

Pantangan ini mengajarkan agar seseorang selalu bersikap bijak untuk menggunakan barang yang selaras dengan fungsinya.