Pusat Operasi Keamanan Siber Nasional (Pusopskamsinas BSSN) mencatat selama periode Januari-November 2020 terjadi lebih dari 423 juta serangan siber terhadap sistem layanan publik. Jumlah ini lebih banyak hampir tiga kali lipat dibandingkan dengan jumlah serangan pada periode yang sama pada tahun 2019. Berdasarkan targetnya, serangan dibedakan menjadi dua jenis, yaitu social networking dan technical target.

Untuk serangan yang bersifat sosial target social networking, serangan bertujuan memengaruhi manusia dan melalui ruang siber erat kaitannya dengan peperangan politik, informasi, psikologi, dan propaganda. Sedangkan jenis serangan siber teknikal berupa serangan siber yang menarget sistem informasi dengan tujuan mendapatkan akses ilegal ke dalam jaringan dan sistem guna menghancurkan, mengubah, mencuri, atau memodifikasi informasi.

Menurut Kepala BSSN, Letjen TNI (Purn) Hinsa Siburian, target utama dari serangan siber yang bersifat sosial ini adalah cara pikir, sistem kepercayaan, dan sikap tindak dari manusia yang berinteraksi dengan ruang siber. Adapun senjata utama dari serangan siber yang menargetkan social networking adalah informasi yang direkayasa untuk mendukung dan memperbesar dampak dari aktivitas lainnya yang dilakukan penyerang.

"Serangan siber dengan target social networking dapat membahayakan persatuan dan falsafah kekuatan Bangsa Indonesia (center of gravity), yaitu Pancasila," ucap Hinsa di hadapan peserta Simposium Strategi Kemanan Siber Nasional di Yogyakarta, Senin (14/12/2020).

423 Juta sistem siber Indonesia diserang hacker selama 2020

Kepala BSSN Hinsa Siburian / Foto: BSSN

Dijelaskan Hinsa, sampai saat ini serangan siber terhadap sistem layanan pemerintah terus terjadi. Oleh karena itu, pihaknya juga secara aktif melakukan Langkah antisipasi untuk menanggulangi serangan tersebut. Salah satunya dengan rutin melakukan pengawasan sistem. Di samping itu, BSSN juga melakukan pelatihan serta edukasi terhadap pengelola sistem layanan sehingga ketika ditemukan gejala serangan dapat secara mandiri melakukan langkah pencegahan.

Ditambahkan Hinsa, langkah-langkah preventif terhadap keamanan sistem layanan publik itu perlu terus dilakukan. Bahkan, saat ini draft Perpres SKSN RI tersebut sudah diajukan ke Presiden RI dan diharapkan dapat diundangkan pada tahun 2021 mendatang. Hadirnya Undang-Undang tersebut dirasa perlu dalam rangka mendukung penyusunan kerangka regulasi literasi media dan literasi keamanan siber. (Sulistyawan Ds)