Beberapa waktu yang lalu, warganet dihebohkan dengan sebuah video yang viral di media sosial mengenai aksi pengejaran pengemudi mobil terhadap pelaku begal payudara yang hendak melarikan diri. Diketahui bahwa video yang diunggah oleh akun Instagram @jannah_ey tersebut terjadi di kawasan Kemayoran, Jakarta Pusat (23/5/2021). Pelaku kasus begal payudara yang belum lama terjadi di wilayah Kemayoran, Jakarta Pusat, dengan inisial HP (31) tersebut, kini telah ditangkap dan diamankan oleh pihak Polres Metro Jakarta Pusat. Menurut penuturannya, pelaku mengaku telah melakukan hal tersebut kepada setidaknya tiga korban dengan alasan untuk memuaskan hasratnya.

Sebagaimana yang telah diketahui, begal payudara merupakan merupakan suatu perilaku yang merujuk pada pelecehan seksual yang terjadi di ruang publik di mana pelaku dengan menggunakan motor, menyerang korban dengan cara memegang atau memeras payudara secara cepat. Setelah melakukan tindakan tersebut, pelaku langsung kabur layaknya pelaku kasus kriminal lain. Kejahatan semacam ini telah banyak terjadi beberapa tahun terakhir. Selain di Jakarta, fenomena begal payudara dilaporkan juga banyak terjadi di daerah lain, seperti di Bekasi, Yogyakarta, Banten, Sumatra Barat, dan sebagainya. Hal ini menujukkan bahwa pelecehan seksual, khususnya begal payudara masih marak terjadi pada masyarakat.

Dalam sebuah studi yang dilakukan oleh Hollaback! Jakarta bersama dengan sejumlah lembaga lainnya terhadap 62 ribu orang mendapati bahwa aksi penjahat seksual begal payudara ini tak hanya dilakukan saat malam hari dan di ruang tertutup dengan alasan agar tidak dikenali saja, bahkan juga dilakukan saat siang hari dan di tempat umum serta dengan memperhitungkan untuk mengincar korban yang sedang berjalan sendiri. Hasil studi juga menyebutkan bahwa pelecehan ini tak hanya dialami oleh perempuan, tetapi terjadi juga pada laki-laki, namun perempuan jelas yang paling rentan.

Lantas, mengapa pelaku melakukan hal tersebut?Setidaknya, ada beberapa alasan yang melatarbelakangi pelaku melakukan hal tersebut, di antaranya sebagai berikut.

1. Penyalahgunaan kekuasaan atau otoritas.

Pelaku akan merasa puas atau mendapatkan semacam kenikmatan ketika ia telah berhasil merendahkan orang lain secara seksual. Rasa puas atau semacam kenikmatan setelah melakukan pelecehan seksual adalah ekspresi setelah melakukan hal tersebut, terlebih jika hal ini dilakukannya secara berulang-ulang.

2. Memiliki penyimpangan atau kelainan.

Menurut Psikolog Forensik UGM, Prof Koentjoro, pelaku begal payudara bisa saja memiliki penyimpangan atau kelainan. Namun, jika dikategorikan, penyimpangan yang dimiliki masih dalam tahap yang kecil. Itu pula yang menyebabkan penyimpangan tersebut tidak diketahui banyak orang. Sehingga, mengenai hal ini tetap perlu diperiksa lebih lanjut.

3. Adanya wewenang maskulin (masculine entitlement).

Beberapa penelitian menjelaskan bahwa mengapa para pelaku pelecehan melakukan hal tersebut adalah karena mereka merasa memiliki "wewenang maskulin"(masculine entitlement). Menurut Logan (2013), dengan merasa memiliki wewenang maskulin, para peleceh menganggap pelecehan itu merupakan sifat alamiah manusia dan sebagai wujud ketertarikan seksual yang tak berbahaya. Rasa wewenang maskulin juga membentuk sikap peleceh yang ingin mempermalukan, mengontrol, meneror, atau menyerang targetnya.

Adanya perlakuan yang tidak menyenangkan daripelaku pelecehanini tentunya akan berdampak pada korban. Tak main-main, dampak ini dapat berpengaruh pada psikologis, sosial, serta fisiologis korban. Selain itu, walaupun korban pelecehan seksual khususnya begal payudara jarang ada korban secara fisik (luka), namun tindakan ini tidak dimungkiri bisa mengganggu mental korban. Untuk itu, korban disarankan dapat melakukan konsultasi kepada pihak yang kompeten, seperti ke psikolog atau psikiater untuk mendapatkan layanan. Korban juga diharapkan untuk melapor kepada pihak kepolisian pada unit PPPA yang akan dilayani oleh petugas polisi perempuan. Adanya laporan ini agar petugas kepolisian bisa lebih mudah untuk melacak dan mengidentifikasi pelaku. Sehingga, diharapkan akan ada tindakan tegas pada pelaku dan selanjutnya pelaku bisa mendapat sanksi atau penanganan lain sesuai perbuatan yang telah dilakukan.