Brilio.net - Istilah hiwalah mengandung makna pengalihan atau pemindahan. Dalam istilah para ulama, hal ini merupakan pemindahan beban utang dari muhil atau orang yang berutang kepada muhal 'alaih atau orang yang berkewajiban membayar utang.

Hiwalah juga dapat diartikan sebagai pemindahan hak menuntut atau tanggung jawab utang seseorang untuk menuntut dari pihak pertama kepada pihak yang lain atas dasar persetujuan dari para pihak yang memberi utang. Hiwalah juga termasuk ke dalam salah satu bentuk ikatan atau transaksi antara sesama manusia yang dibenarkan oleh Rasulullah SAW.

Untuk memahami dan mempelajari lebih rinci mengenai hiwalah dan dasar hukumnya, berikut brilio.net telah merangkumnya dari berbagai sumber pada Sabtu (13/8).

Pengertian hiwalah

pengertian hiwalah dan jenis-jenisnya © berbagai sumber

 foto: Unsplash/Towfiqu barbhuiya

Secara etimologi hiwalah berasal dari kata hala asty-syau' haulan yang berarti berpindah. Tahwwala min maqanihi artinya berpindah dari tempatnya. Sedangkan secara istilah, hiwalah adalah pengalihan utang dari orang yang berutang kepada orang lain yang wajib menanggungnya.

Dalam konsep hukum perdata, hiwalah adalah serupa dengan lembaga pengambilalihan utang atau lembaga pelepasan utang. Dalam istilah syara' hiwalah merupakan pemindahan sesuatu utang dari tanggungan yang berutang kepada tanggungan orang lain.

Beberapa ahli memberikan definisinya mengenai hiwalah sebagai berikut:

1. Abdurrahman al-Jaziri berpendapat bahwa hiwalah adalah memindahkan utang dari tanggungan muhil menjadi tanggungan muhal alaih.

2. Ulama fikih Mahzab Hanafi mengemukakan definisi hiwalah sebagai pemindahan kewajiban membayar utang dari orang yang berutang kepada orang yang berutang lainnya.

3. Menurut Kamal bin Humman, hiwalah adalah pengalihan kewajiban membayar utang dari beban pihak pertama kepada pihak lain yang berutang kepadanya atas dara saling mempercayai.

4. Menurut Mazhab Maliki, Syafi'i, dan Hanbali, hiwalah adalah akad yang berimplikasi pada perpindahan utang dari tanggungan pihak tertentu kepada pihak lain.

5. Menurut Sayyid Sabiq, hiwalah adalah memindahkan utang dari tanggungan muhil menjadi tanggungan muhal 'alaih.

6. Idris Ahmad mengungkapkan bahwa hiwalah adalah semacam akad pemindahan utang dari tanggungan seseorang yang berutang kepada orang lain, di mana orang lain itu mempunyai utang pula kepada yang memindahkan.

Berdasarkan definisi dari menurut para ahli dapat disimpulkan bahwa hiwalah adalah pengalihan untuk menuntut pembayaran utang dari satu pihak kepada pihak lain yang saling diketahui oleh para pihak dengan sukarela tanpa ada keterpaksaan.

 

 

 

Dasar hukum hiwalah

pengertian hiwalah dan jenis-jenisnya © berbagai sumber

foto: Unsplash/Ali Burhan

Hukum hiwalah adalah boleh atau mubah dengan syarat tidak terdapat unsur penipuan dan tidak saling merugikan salah satu pihak. Syariat dan kebolehan hiwalah berlandaskan pada hadits yang berbunyi, "Dari Abi Hurairah R.A menunda-nunda pembayaran oleh orang kaya adalah penganiayaan dan apabila salah seorang di antara kamu diikutkan (dipindahkan) kepada orang yang mampu, maka ikutilah," (HR. Bukhari).

Dalam hadits tersebut, Rasulullah memerintahkan kepada orang yang mengutangkan jika orang yang berhutang menghiwalahkan kepada orang yang kaya dan berkemampuan, hendaklah ia menerima hiwalah tersebut, dan hendaklah ia mengikuti (menagih) kepada orang yang dihiwalahkannya, dengan demikian haknya dapat terpenuhi (dibayar).

Di samping itu dasar hukum hiwalah juga berasal dari ijma'. Semua ulama sepakat tentang dibolehkannya hiwalah dalam utang bukan pada barang karena hiwalah adalah perpindahan utang, oleh karena itu harus pada utang atau kewajiban finansial. Sebagian orang menganggap bahwa hiwalah tidak sejalan dengan qiyas karena akad hiwalah adalah menjual utang dengan utang, sedangkan menjual utang dengan utang sebenarnya tidak diperbolehkan.

Rukun dan syarat hiwalah

pengertian hiwalah dan jenis-jenisnya © berbagai sumber

foto: Unsplash/Sebastian Herrmann

Hiwalah memiliki rukun-rukun yang menjadi landasannya. Setiap rukun tersebut tentunya memiliki syarat-syarat yang terkait. Berikut adalah rukun hiwalah:

1. Muhil (orang yang berutang dan berpiutang)
Muhil adalah orang yang berutang dan memindahkan utangnya kepada orang lain. Muhil haruslah orang yang mampu berakad, yaitu orang yang sudah baligh. Hiwalah tidak sah jika berasal dari orang gila atau anak kecil yang belum berpikir. Mazhab Hanafi memperbolehkan hiwalah dilakukan oleh anak kecil yang sudah bisa berpikir jika diizinkan oleh walinya.

2. Muhal (orang yang berpiutang kepada muhil)
Muhal adalah orang yang memberi pinjaman yang utangnya dipindahkan untuk dilunasi oleh orang lain yang bukan peminjamnya atau orang yang memberi pinjaman kepada muhil yang memindahkan utangnya untuk dilunasi oleh orang lain. Mural harus dilakukan oleh orang yang sudah cakap untuk berakad.

3. Muhal 'Alaih (orang yang berutang kepada muhil dan wajib membayar utang kepada muhal)
Muhal 'alaih adalah orang yang harus melunasi utang kepada muhal. Muhal 'alaih adalah orang yang sudah baligh. Hiwalah tidak sah jika dilakukan oleh orang gila dan anak kecil, sekalipun ia sudah bisa berpikir.

4. Muhal Bih (utang muhil kepada muhal)
Muhal bih adalah hak muhal yang harus dilunasi oleh muhil.

5. Sighat (ijab qabul)
Ijab adalah ucapan muhil, misalnya "saya alihkan kepadamu kewajiban (untuk membayar utang) kepada si fulan". Sedang qabul adalah ucapan muhal yang biasanya diawali dengan kalimat "saya terima"

Sedangkan syarat-syarat hiwalah adalah sebagai berikut:

1. Syarat bagi pihak pertama (muhil)
- Cakap melakukan hukum dalam bentuk akad yaitu baliqh dan berakal.
- Adanya persetujuan

2. Syarat bagi pihak dua (muhal)
- Cakap melakukan tindakan hukum yaitu baliqh dan berakal
- Disyaratkan ada persetujuan dari pihak kedua terhadap pihak pertama yang melakukan hiwalah

3. Syarat bagi pihak kegita (muhal 'alaih)
- Cakap melakukan tindakan hukum dalam bentuk akad
- Disyaratkan ada pernyataan persetujuan dari pihak ketiga

Jenis-jenis hiwalah

pengertian hiwalah dan jenis-jenisnya © berbagai sumber

foto: Unsplash/Markus Spiske

Berdasarkan objek akad, Mazhan Hanafi membagi hiwalah menjadi dua bagian yaitu sebagai berikut:

1. Hiwalah al-haqq (pemindahan hak) yaitu apabila yang dipindahkan merupakan hak menuntut utang.
2. Hiwalah ad-dain yaitu apabila yang dipindahkan itu kewajiban untuk membayar utang

Sumber: Sodiq. 2019. Tinjauan Hukum Islam Tentang Hiwalah Dalam Transaksi Jual Beli Ayam. Lampung: Universitas Islam Negeri Raden Intan.