Brilio.net - Konflik Rohingya di Myanmar tidak kunjung menemui titik akhir. Warga etnis Rohingya yang menjadi korban terus mencari selamat dengan cara mengungsi ke negara-negara terdekat, seperti Bangladesh.

Kecaman dari publik internasional terus menekan agar konflik bisa diselesaikan dengan cara damai. Dikutip dari indianexpress, Kamis (14/9) aktivis hak asasi manusia dunia menuduh militer Myanmar menanam ranjau darat untuk menghalau pengungsi yang kembali ke negara asalnya. Pejabat militer Myanmar membantah tuduhan ini dengan mengatakan bahwa ranjau itu sudah ada sejak tahun 1990an untuk keamanan batas wilayah Myanmar.

Konflik makin menanas pada 25 Agustus lalu. Militan Rohingya menyerang pos polisi dan militer. Militer menyambut serangan ini dengan mengusir etnis Rohingya dari tempat tinggalnya. Dikutip dari CNN, kamis (14/9) hampir 370.000 orang etnis Rohingya melarikan diri ke Bangladesh akibat pembalasan militer Myanmar ini. Kejadian ini memaksa Aung San Suu Kyi untuk membatalkan kehadirannya di rapat umum PBB. Pemenang Nobel Perdamaian ini akhirnya mengirim wakil presiden Henry Van Tio untuk menghadirinya.

Aung San Suu Kyi menjadi pusat perhatian dunia. Lantaran sebagai pemimpin di Myanmar seharusnya sudah melakukan tindakan nyata untuk menghentikan kekerasan. Apalagi, dia menyandang label peraih Nobel Perdamaian. Akibat sikap diamnya itu, banyak pihak mendesak pencabutan Nobel Perdamaian yang diberikan kepada Aung San Suu Kyi.

Lalu bagaimana sebenarnya posisi Aung San Suu Kyi? Aung San Suu Kyi secara de Facto memang menjadi pemimpin Myamar. Namun ternyata ia tidak memili kontrol secara langsung atas militer. Dikutip dari indianexpress, Kamis (14) konstitusi Myanmar menyebutkan militer memiliki kekuasaan tersendiri di bawah konstitusi. Posisi formal yang Aung San Suu Kyi pegang adalah menteri luar negeri dan Perdana Menteri Myanmar.

 

 the lady Myanmar © 2017 brilio.net
foto: merdeka.com

 

Posisi ini membuat militer bisa bergerak tanpa komando dari Aung San Suu Kyi. Militer bisa melakukan tindakan militer seperti yang terjadi pada 25 Agustus tanpa harus berkonsultasi dengan wanita yang dijuluki 'the lady' ini. Dikutip dari BBC, militer juga mempunyai seperempat dari seluruh kursi di parlemen Myanmar. Militer juga menguasai tiga kementerian yang vital. Kementerian dalam negeri, pertahanan, dan penjagaan perbatasan. Hal ini memungkinkan militer untuk juga menguasai kepolisian.

Aung San Suu Kyi juga melihat bahwa isu ini bisa mempersatukan warga negara Myanmar. Dikutip dari theguardian, Kamis (14/9) sebuah sumber mengatakan bahwa Aung San Suu Kyi dan partai pendukungnya telah satu jalan pemikiran politik dengan militer Myanmar. Konflik Rohingya hendak digunakan sebagai alat mempersatukan seluruh warga negara Myanmar sehingga Aung San Suu Kyi tidak punya pilihan lain selain menyetujui tindakan militer Myanmar. Ingat, etnis Rohingya sejak dulu tidak diakui sebagai entis di Myanmar.

 

Konflik Rohingya terus memanas, 270.000 warganya lari ke Bangladesh © 2017 brilio.net

 

Aung San Suu Kyi memang tidak dalam posisi menguntungkan. Beberapa orang terdekatnya juga ternyata mempunyai kedekatan dengan militer. Teman-temannya tidak bisa mewakili Aung San Suu Kyi. "Sampai mana mereka mewakili dirinya (Aung San Suu Kyi) dan pemerintah dan agenda militer junta Myanmar masih belum jelas," kata Benedict Rogers, pemimpin regional asia Solidaritas Kristiani dikutip dari theguardian, Kamis (14/9).

Aung San Suu Kyi pun terkesan tak melakukan apa-apa dan hanya diam. Terbaru, Aung San Suu Kyi berencana memberikan pidato kenegaraan Selasa (19/9) depan. Dikutip dari CNN, juru bicara kepresidenan Myanmar Zaw Htay mengatakan bahwa pidato ini akan menganggapi krisis Rohingya secara keseluruhan. "Dia akan menjelaskan semuanya, pidatonya tidak hanya tentang negara Myanmar tapi juga menjelaskan ke seluruh dunia," kata Zaw Htay.