Terdakwa Hasto Kristiyanto baru-baru ini mengungkapkan kekecewaannya terhadap tindakan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang ia anggap melanggar Hak Asasi Manusia (HAM) dalam proses hukum yang menimpanya. Dalam sidang nota keberatan atau eksepsi terkait kasus suap dan perintangan penyidikan, Hasto menegaskan bahwa penyidikan KPK terhadap dirinya dan saksi-saksi lainnya jelas melanggar prinsip-prinsip HAM.

"Penyidik KPK melakukan apa yang saya sebut sebagai operasi 5M: menyamar, membohongi, mengintimidasi, merampas, dan memeriksa tanpa surat panggilan. Ini adalah pelanggaran serius terhadap prinsip hukum yang adil," ungkap Hasto di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat.

Ia juga menyoroti tindakan penyidik KPK, Rossa Purbo Bekti, yang melakukan operasi 5M terhadap Kusnadi. Hasto menjelaskan bahwa pemeriksaan yang dilakukan terhadapnya hanyalah kedok untuk merampas barang-barang milik Kusnadi secara ilegal.

Hasto menambahkan bahwa barang-barang milik Kusnadi, termasuk telepon genggam dan buku catatan rapat partai, disita tanpa ada surat panggilan yang sah. "KPK seharusnya menghormati HAM dalam menjalankan tugasnya, tetapi kenyataannya, mereka justru melakukan pelanggaran HAM yang serius," tegasnya.

Dalam argumennya, Hasto mengacu pada UU KPK Nomor 19 tahun 2019 dan Pasal 28D ayat (1) UUD 1945 yang menjamin hak setiap warga negara untuk mendapatkan perlakuan yang adil dalam hukum. Ia menekankan bahwa bukti-bukti yang diperoleh melalui cara melawan hukum tidak seharusnya digunakan dalam persidangan.

"Saya mohon kepada majelis hakim untuk menolak bukti-bukti yang diperoleh secara melawan hukum. Proses hukum harus dilakukan dengan adil dan menghormati HAM," ujar Hasto, menegaskan pentingnya integritas dalam penegakan hukum di Indonesia.

Hasto juga menyoroti bahwa tindakan KPK tidak hanya merugikan dirinya, tetapi juga merusak integritas proses hukum secara keseluruhan. "KPK harus bertanggung jawab atas tindakan melawan hukum yang merugikan saya dan saksi-saksi. Ini bukan hanya tentang kasus saya, tetapi tentang integritas penegakan hukum di Indonesia," tambahnya.

Dalam kesempatan yang sama, Hasto juga mengungkapkan adanya ancaman kriminalisasi terhadapnya jika PDIP memecat Presiden Joko Widodo. Ia menyatakan bahwa sejak Agustus 2023, ia telah menerima berbagai intimidasi yang semakin meningkat menjelang pemecatan kader-kader partai yang berpengaruh.

"Tekanan ini semakin kuat, terutama menjelang pemecatan Bapak Jokowi oleh DPP PDI Perjuangan," jelasnya.

Hasto menekankan bahwa dirinya hanya menjalankan sikap politik partai, tetapi kasus Harun Masiku selalu dijadikan instrumen penekan terhadapnya. Ia juga mengungkapkan adanya laporan dari aparat TNI-Polri mengenai rencana untuk mentersangkakan dirinya jika tetap bersikap kritis.

Hingga akhirnya, pada 24 Desember 2024, Hasto ditetapkan sebagai tersangka. Ia mengingatkan bahwa tekanan serupa juga pernah terjadi pada partai politik lain yang berujung pada penggantian pimpinan partai dengan menggunakan hukum sebagai instrumen penekan.

Dengan semua informasi ini, Hasto berharap agar keadilan dapat ditegakkan dan proses hukum dilakukan dengan cara yang benar dan menghormati hak asasi manusia.