Coronavirusmerupakan keluarga besar virus yang dapat menyebabkan infeksi ringan hingga berat pada saluran pernapasan, seperti flu hingga SARS dan MERS. Namun, meski dari kelompok virus yang sama COVID-19 memiliki perbedaan dalam masa inkubasi dan kecepatan penularannya jika dibandingkan dengan SARS dan MERS.

Diduga penyebaran pertama kali COVID-19 terjadi di kota Wuhan, Cina pada bulan Desember 2019. Menurut Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit, virus ini berkaitan dengan adanya pasar hewan hidup yang terdapat di Wuhan, hal ini menunjukan bahwa penyebaran dimulai dari hewan kepada manusia.

Sebagian besar orang yang terpapar virus COVID-19 memiliki gejala seperti hidung tersumbat, sakit kepala, nyeri otot, demam dan batuk hingga gejala yang berat seperti menyerupai pneumonia (infeksi peradangan pada kantong udara). Kondisi ini terjadi jika seseorang memiliki sistem kekebalan tubuh yang rendah, terutama orang yang memiliki usia tua rentan dan memiliki riwayat penyakit kardiovaskular, diabetes, penyakit pernapasan kronis, dan kanker sehingga virus dapat dengan mudah menyerang tubuh.

Kondisi terebut dapat semakin buruk jika sistem kekebalan tubuh merespon virus secara berlebihan, sehingga sinyal kimiawi dapat menyebarkan ke seluruh tubuh yang dapat menyebabkan peradangan. Hal itu dapat menyebabkan kerusakan di seluruh tubuh. Diperkirakan sekitar 6% pasien COVID-19 yang merasakan gejala berat menjadi kritis jika tidak dapat ditangani dengan cepat dan juga tidak meningkatkan sistem kekebalan tubuh dapat memiliki risiko hingga kematian.

Apabila seseorang mengalami gejala-gejala tersebut (demam, batuk dan kesulitan bernapas) harus segera mencari pertolongan medis. Rata-rata seseorang terdeteksi COVID-19 membutuhkan waktu lima hinga empat belas hari. National Institutes of Health, Dr. Anthony Fauci mengatakan bahwa sekitar 0,1% seseorang meninggal akibat flu, berbeda dengan coronavirus yang 10 kali lebih mematikan dibandingkan dengan flu.

Pada virus COVID-19 diduga awal penyebarannya terjadi dari kelelawar ke manusia. Namun saat ini penyebaran utama virus COVID-19 terjadi dari manusia ke manusia. Seseorang dapat terjangkit virus COVID-19 jika terpapar bersin dan batuk dari seseorang yang positif COVID -19 serta menyentuh benda atau permukaan yang sudah terkontaminasi percikan penderita kemudian menyentuh area segitiga wajah yaitu mata, hidung, dan mulut. Maka dari itu sangat penting untuk menjaga jarak dari seseorang penderita COVID-19 sejauh minimal satu meter dan mencuci tangan.

Virus COVID-19 dapat bertahan hingga 24 jam di atas kardus dan dua hingga tiga hari pada plastik dan stainless steel. Untuk membersihkan permukaan yang sudar terpapar virus ini diperlukan alkohol dengan tingkat konsentrasi minimal 70%. Para peneliti mengatakan virus COVID-19 lebih mudah tertular dibandingkan dengan flu tetapi kurang dari campak, TBC atau penyakit pernapasan lainnya.

Untuk mencegah terjadinya terpapar dan menyebarkan virus COVID-19 perlu dilakukan berbagai upaya, seperti:

1.Mencuci tangan dengan metode yang dianjurkan World Health Organization (WHO)menggunakan sabun dan air atau alkohol. Hal itu dilakukan agar membunuh virus secara maksimal yang mungkin terdapat di tangan.

2.Menjaga jarak minimal satu meter dengan orang yang sedang terserang batuk ataupun bersin. Jika tidak, kemungkinan terkena tetesan cairan dari mulut dan hidung sangat tinggi yang mungkin hal tersebut mengandung virus.

3.Hindari menyentuh area segitiga wajah yaitu mata, hidung, dan mulut. Hal tersebut dikarenakan tangan dapat membawa virus sehingga dapat dengan mudah seseorang terkontaminasi virus Covid-19.

4.Menutupi hidung dan mulut dengan siku atau bagian yang tertekuk saat bersin maupun batuk. Dengan begitu anda melindungi orang orang sekitar untuk tidak terkena virus serta menekan laju penyebaran COVID-19.

5.Menjauhi khalayak ramai dan berdiam dirumah (social distancing)bisa dilakukan jika merasa tubuh sedang tidak enak badan. Jika mengalami demam, batuk, dan kesulitan dalam bernafas anda bisa segera hubungi otoritas kesehatan terdekat untuk dilakukan penanganan lebih lanjut.

Menurut Centers for Disease Control and Prevention(CDC), seseorang tidak perlu memakai masker wajah apabila dalam keadaan sehat. Masker medis hanya diperuntukkan untuk orang yang sakit dan juga para tenaga profesional kesehatan. Hal itu dilakukan untuk mengantisipasi kekurangan persediaan yang tidak diperuntukkan sebagaimana mestinya. Namun, pernyataan tersebut bertolak belakang dengan berita yang beredar di media massa bahwa pentingnya masyarakat (memiliki kondisi sehat) menggunakan masker demi mencegah tertularnya virus COVID-19. Dampak dari adanya pernyataan tersebut terjadi kelangkaan alat-alat penunjang medis karena kepanikan yang dirasakan masyarakat terhadap wabah yang sedang beredar sekarang ini. Tidak hanya terjadi kelangkaan barang, harga pun menjadi melonjak tinggi di pasaran.

Tercatat dari bulan Desember 2019 hingga Maret 2020 terdapat 182 negara yang sudah terkena wabah pandemik COVID-19 (Coronavirus Disease2019) termasuk Indonesia. Menurut data Kementerian Komunikasi dan Informasi Republik Indonesia pada tanggal 24 Maret 2020 terdapat 686 orang yang terdeteksi positif terkena virus COVID-19, 30 orang dinyatakan sembuh, dan 55 orang meninggal dunia. Peristiwa ini disinyalir akan terus memakan korban karena masih saja terdapat pihak yang tidak memedulikan himbauan pemerintah akan social distancingdan upaya untuk berdiam diri di rumah. Hingga kini masih terlihat caf atau stasiun kereta yang dipadati oleh masyarakat. Hal ini membuat penyebaran COVID-19 semakin luas dan tidak terkendali. Maka dari itu, perlunya kerja sama antara pemerintah dan masyarakat untuk menekan angka penyebaran COVID-19 dengan himbauan himbauan yang telah diberlakukan.

Adanya COVID-19 tidak hanya menyebabkan hambatan dan kemunduran di sektor kesehatan namun beberapa sektor negara lainnya antara lain yaitu sektor ekonomi dan pendidikan. Dengan adanya virus ini Kementerian Pendidikan dan Kebudyaan mengeluarkan kebijakan untuk mengganti metode pembelajaran tatap muka menjadi daring (online) sejak tanggal 21 Maret 2020, tidak hanya mengganti metode pembelajaran regulasi pemberlakuan UN SD, SMP, dan SMA sebagai syarat kelulusan pun ditiadakan. Langkah yang diambil oleh pemerintah mengenai kebijakan tersebut dirasa tepat untuk menekan laju penyebaran virus COVID-19.

Dalam sektor ekonomi, wabah COVID-19 memiliki dampak yang besar bagi kemerosotan laju ekonomi Indonesia. Banyak pengusaha yang mengeluhkan pemasukan menurun hingga 50% serta bahan baku yang minim membuat para pengusaha mengambil keputusan untuk melakukan efisiensi melalui Pemutusan Hubungan Kerja (PHK), sehingga masyarakat kehilangan sumber penghasilan dan otomatis daya beli masyarakat pun menurun. Ditambah lagi, adanya pelemahan nilai rupiah yang pada tanggal 23 maret 2020 telah menginjak angka Rp16,070.00 membuat pertumbuhan ekonomi Indonesia menurun sebesar 4,5%. Angka tersebut lebih rendah dari target yang sudah diprediksi oleh lembaga pemeringkat internasional Moodys bahwa tahun 2020 diperkirakan pertumbuhan ekonomi Indonesia sebesar 4,8%.

Maka dari itu dengan adanya wabah pandemik globalCoronavirus Disease 2019 (COVID-19) marilah kita bersama-sama untuk selalu melakukan upaya seperti social distancing, mengurangi kegiatan di luar rumah dan upaya upaya lainnya agar keadaan seperti ini tidak memakan banyak waktu dan korban sehingga keadaan dapat kembali seperti normal.