Pandemi Covid-19 telah mewabah di dunia dan menjadi hal yang menakutkan di sejumlah negara. Virus yang berasal dari Wuhan ini telah menyebar ke sejumlah negara di dunia. Virus ini menyerang tanpa melihat siapa dan di mana ia berada.

Di Indonesia virus ini muncul pertama kali pada tanggal 2 Maret 2020. Dengan mewabahnya virus ini Indonesia pemerintah mengambil keputusan untuk mengkarantina sejumlah masyarakat dan memberhentikan aktivitas yang menyangkut keramaian. Ternyata hal ini berdampak pada sektor ekonomi yang mengalami pelambatan. Termasuk di dalamnya perbankan yang mengalami beberapa risiko akibat mewabahnya virus Corona.

Menurut JP Morgan bahwa dampak Covid-19 terhadap sektor perbankan adalah bank akan menghadapi beberapa risiko, di antaranya adalah penyaluran kredit, penurunan kualitas aset, dan juga pengetatan margin bunga bersih. Dalam hal ini perbankan Indonesia diprediksi akan mengalami kelemahan dalam sektor perbankan dikarenakan profitabilitas perbankan Indonesia dipengaruhi oleh rendahnya pendapatan bunga dan non-bunga dan biaya provisi yang tinggi.

Apakah perbankan syariah termasuk bank yang terdampak? Jika ya, dapatkah perbankan syariah bertahan dalam menghadapi krisis yang disebabkan oleh Covid-19?

Seperti yang diketahui bahwasannya perbankan syariah berbeda dengan perbankan konvensional atau perbankan non-syariah. Pasalnya bank syariah tidak menerapkan sistem bunga di dalam sistem operasional transaksinya. Namun, bank syariah menerapkan sistem bagi hasil dari penyaluran pembiayaan di mana jika keuntungan yang didapat besar maka porsi bagi hasil untuk nasabah penghimpun juga sama dengan pendapatan dan keuntungan yang diperoleh.

Mari sekilas kita melihat ke belakang tentang perbankan syariah yang dapat survive saat krisis moneter melanda Indonesia tahun 1998. Saat itu Bank Muamalat berhasil bertahan di tengah krisis moneter karena bank syariah yang tidak berpacu dengan suku bunga sehingga tidak berdampak besar bagi bank syariah.

Menurut Herni Ali, Dosen Perbankan Syariah Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah mengatakan salah satu keunggulan sistem bagi hasil di bank syariah adalah besar rasio yang disepakati saat awal akad dalam sistem bagi hasil. Artinya rasio bagi hasil untuk nasabah penghimpun di bank syariah menyesuaikan dengan rasio bagi hasil dari nasabah pembiayaan. Lain hal dengan bank konvensional yang bergantung dengan suku bunga Bank Sentral yaitu Bank Indonesia. Inilah salah satu faktor bank konvensional mengalami dampak yang cukup besar akibat Covid-19 yang menyebabkan mereka mengalami pengetatan margin bunga bersih.

Dampak Covid-19 ini bank syariah dan bank konvensional memang sama-sama menghadapi beberapa risiko. Pertama adalah penyaluran kredit yang mengalami penurunan. Kedua yaitu penurunan kualitas aset yang dapat diatasi diatasi oleh POJK No.11/POJK.03/2020 tentang Stimulus Dampak Covid-19 dan yang terakhir yaitu pengetatan margin bunga bersih. Risiko ini berdampak serius terhadap bank konvensional, namun tidak terlalu berdampak terhadap bank syariah yang berbasis bagi hasil. Sehingga tidak mewajibkan bank syariah untuk memberikan keuntungan yang sesuai suku bunga, namun menyesuaikan pendapatan bagi hasil dari nasabah pembiayaan.

Nah, melihat hal tersebut dapat disimpulkan bahwa bank syariah mampu bertahan dalam situasi krisis ini. Namun yang menjadi tantangan bagi bank syariah saat ini adalah dari segi digital agar dapat meraup market share lebih banyak lagi. Apabila bank syariah dapat memaksimalkan pemasaran dengan menyesuaikan era digital saat ini dapat dipastikan bahwa bank syariah akan mampu berkembang dengan pesat.

Oleh: Qomariyatun Tsaniyah, Mahasiswi UIN Raden Intan lampung

Dosen Pengampu: Muhammad Iqbal Fasa