Kiww Neng, mau ke mana sih?

Ketika berada di jalan, pernahkah seseorang menggodamu dengan perkataan seperti itu? Apa yang kamu rasakan ketika mendengar seseorang berbicara seperti itu pada dirimu? Pasti kesal sekali, bukan?

Kamu pasti ingin sekali memarahi atau meninju wajah orang tersebut. Tapi jika dibalas dengan celotehan atau pukulan, orang itu pasti akan berkata, "Apa sih, cuma digituin doang, lebay banget!" Padahal ia tak tahu, bahwa hal yang ia lakukan termasuk dalam pelecehan. Jadi, wajar saja kalau korban merasa risih dan kesal ketika si pelaku menggodanya seperti itu karena hal tersebut bukan candaan semata.

Penulis pernah mengalami hal tersebut beberapa kali. Ketika sedang naik motor bersama dengan teman, ada satu motor yang menghampiri kami. Motor tersebut ditumpangi oleh dua orang pria, lalu pria yang dibonceng berkata kepada kami, "Kiw mau ke mana, neng? Cantik amat." Kemudian, pria tersebut mengedipkan satu matanya yang menandakan bahwa ia sedang menggoda kami berdua. Saat itu, teman penulis yang mengendarai motor langsung menancap gas motornya agar terhindar dari pria tersebut.

Ternyata, hal seperti itu juga pernah dirasakan oleh wanita lain di luar sana. Perkataan atau ucapan bernada seksual yang dilontarkan oleh pria kepada wanita maupun sebaliknya, di tempat umum, seperti di jalan raya, stasiun, pusat perbelanjaan, dan lain-lain disebut dengan catcalling (Harismi, 2020, diakses 29 Desember 2020). Kebanyakan pelaku catcalling adalah seorang pria dan korbannya adalah seorang wanita.

Bersumber pada penelitian yang dilakukan oleh Stop Street Harassment, hampir 99 persen narasumber wanita pernah mengalami pelecehan di jalanan, termasuk catcalling (Harismi, 2020, diakses 29 Desember 2020). Fakta tersebut tidak mengherankan karena begitu banyak orang yang menganggap remeh dengan catcalling ini. Banyak pelaku catcalling berdalih bahwa apa yang mereka ucapkan kepada korban merupakan salah satu bentuk pujian atau sekadar becandaan. Padahal, apa yang mereka lakukan dapat berdampak buruk bagi si korban.

Menurut Pratama (2020, dalam Novira (2020)), dampak psikologis yang akan terjadi kepada korban bisa bermacam-macam, yaitu merasa risih, takut, tidak nyaman, marah, dan juga bisa merasa tidak dihargai. Masih dari sumber yang sama, Novira (2020, diakses 29 Desember 2020), dikutip dari Magdalene.co (2017), dampak yang lebih parah terhadap catcalling dari sebuah hasil penelitian yang dilakukan di Norwegia adalah depresi, kecemasan, rendah diri, dan citra negatif terhadap tubuh.

Di zaman sekarang, banyak orang yang masih menghubungkan catcalling dengan stereotipe pakaian yang dikenakan si korban. Mereka beranggapan bahwa catcalling dapat terjadi karena si korban menggunakan pakaian terbuka. "Padahal, ada jurnal yang menyebut negara-negara dengan wanita berpakaian tertutup (bahkan menggunakan cadar), seperti Mesir dan Lebanon, juga tidak terhindar dari catcalling. Dengan kata lain, hubungan antara catcalling dengan stereotipe cara berpakaian wanita hanya mengada-ada untuk dijadikan pembenaran otak kotor dalam diri pelaku catcalling tersebut." (Harismi, 2020, diakses 29 Desember 2020). Pernyataan tersebut juga didukung oleh pengalaman penulis sendiri. Ketika penulis mengalami catcalling bersama teman, saat itu kami berdua sedang memakai pakaian yang tertutup.

Lalu, apa saja yang termasuk dalam catcalling? Dilansir dari womantalk.com, contoh tindakan yang termasuk catcalling adalah bersiul kepada wanita, menglakson wanita di jalan, serta menggoda dan melontarkan ucapan bernada seksual kepada wanita tak dikenal di jalan, contohnya seperti ucapan berikut: "Hai, cantik, mau kemana?" atau "Manis banget sih pakai jilbab begitu." (Mardyana, 2019, diakses 29 Desember 2020). Sungguh resah sekali rasanya menjadi seorang wanita. Berpakaian tertutup pun masih dapat terkena pelecehan seperti catcalling oleh para pria bermata keranjang di luar sana. Karena hal tersebut, perasaan takut dan gelisah semakin terasa jika berada di luar rumah.

Setiap orang khususnya wanita harus selalu berhati-hati dengan hal tersebut. Hindarilah berjalan kaki sendirian terutama di jalan yang sepi dan rawan. Bila terkena catcalling, hal pertama yang dapat kamu lakukan adalah dengan melirik mata si pelaku dengan tajam agar si pelaku menyadari bahwa kamu tidak menyukai apa yang ia lakukan. "Solusi terbaik untuk menghadapi catcalling adalah dengan melawan. Jangan diam! Kita sebagai perempuan harus bersuara dan jangan menganggap kasus ini adalah sebuah candaan semata. Solusi lain, adanya edukasi tentang pelecehan seksual dengan berbagai macam kategori dan pentingnya edukasi tentang catcalling sejak dini." (Febrinastri, 2019, diakses 29 Desember 2020)

Dengan maraknya pelecehan berbentuk catcalling, semua orang harus sadar bahwa catcalling merupakan hal yang tidak dapat dimaklumi. Catcalling dapat membawa dampak buruk bagi setiap korbannya. Kita harus ingat bahwa catcalling dapat terjadi pada siapa pun. Oleh karena itu, catcalling harus dilawan! Karena jika tidak, jumlah korban akan terus bertambah dan catcalling akan terus mengintai kita sampai kapan pun.