Tahu Amazon? Selain dikenal sebagai nama suku petarung dalam mitologi, hutan rimba, dan sungai besar pedalaman Brasil, nama ini pada era modern lebih dikenal sebagai merchant digital alias lapak penjualan produk melalui internet. Amazon berdiri sejak 1994, jauh sebelum internet menjadi hal mainstream buat dunia. Tapi perkembangan Amazon baru terasa kencang dan menggurita sejak internet menjadi kebutuhan manusia pada era modern seperti sekarang.

Sebagai lapak jualan online, Amazon termasuk dalam Lima Besar perusahaan teknologi dunia yang memiliki pengaruh di industri internet bersama Microsoft, Google/Alphabet, Facebook, dan Apple. Boss Amazon, Jeff Bezos, malah didapuk sebagai orang paling kaya di atas muka Bumi ini dengan kekayaan ditaksir tidak kurang dari $ 200 miliar. Bandingkandengan nilai anggaran pendapatan belanja negara RI yang Rp 2,5 triliun. Luar biasa, ya?

Setelah gagal, Amazon kembali mencoba peruntungan di video game

Foto: Apps Store Apple

Kekayaan Amazon (dan Jeff Bezos) dari berbagai lini bisnis mereka memang besar. Tapi tidak dari sisi video game karena Amazon seperti kurang bernasib baik di area ini. Industri video game adalah salah satu dari sedikit bisnis dunia yang terus berputar dengan estimasi pemain tidak kurang dari 2,7 miliar orang yang akan menghabiskan uang (lebih dari $ 159 miliar) dan (tentu saja) waktu mereka bermain video game. Ditambah lagi masa pandemi di mana makin banyak orang menghabiskan waktu di dalam ruangan atau rumah ketimbang di luar. Selain nonton film, apa lagi yang seru untuk dilakukan di rumah?

Tentu saja bermain video game. Dan Amazon berusaha ikut menikmati kue di bisnis yang masih dikuasai tiga besar industri video game: Sony, Nintendo dan Microsoft. Tapi seperti Apple, Google dan Facebook, Amazon tidak menemukan kunci untuk berhasil di bisnis ini.

Amazon mencoba menciptakan platform gaming / bukan konsol seperti Sony, Nintendo atau Microsoft. Seperti Apple dengan Apple Arcade, Google dengan Stadia, dan Facebook dengan Facebook Gaming + VR Oculus Rift, Amazon mencoba eksis dengan membeli platform streaming gaming populer Twitch tahun 2014. Uang yang digelontorkan juga bukan main-main, yaitu senilai $ 970 juta. Tapi karena merupakan platform siaran langsung, secara teknis Twitch bukanlah platform video game. Baru di bulan Mei kemarin Amazon merilis video game berjudul Crucible,game free-to-play dengan genre shooting dari Amazon Game Studios.

Setelah gagal, Amazon kembali mencoba peruntungan di video game

Foto: GameSpot

Sukses? Ternyata tidak. Di awal peluncuran ada 10,000 pemain yang bermain bersama tapi pada bulan Juni tercatat hanya 300-an pemain saja yang tersisa. Sebuah flop yang luar biasa. Crucible pun ditarik dari pasaran dan tidak dapat dimainkan lagi secara bebas.

Agustus 2020 ini Amazon memperkenalkan Prime Gaming yang sebenarnya hanya rebranding dari produk sebelumnya Twitch Prime. Pelanggan Prime Gaming akan mendapatkan gratis keanggotaan Twitch, game-game dari studio-studio (indie) yang bekerja sama dengan Amazon, dan diskon untuk game-game studio besar seperti Rockstar (Grand Theft Auto / GTA series).

Setelah gagal, Amazon kembali mencoba peruntungan di video game

Foto: Mobile Syrup

Bos Prime Gaming, Larry Plotnick yakin dengan potensi yang dimiliki platformnya. Prime Gaming akan membangun ekosistem bernilai dari dan untuk developer video games yang bekerja sama dengan kami, ujarnya saat ditanya prospek Prime Gaming di masa mendatang. Tapi saat ditanya berapa jumlah pengguna Prime Gaming saat ini, Plotnick menolak menjawab pertanyaan itu.

Kompetisi selalu merupakan hal bagus dan menciptakan serta menjaga kualitas agar selalu teratas dan terdepan. Di industri video game, tiga besar penguasa seperti Sony, Nintendo, dan Microsoft relatif nyaman berada di level teratas tanpa gangguan berarti. Apakah Prime Gaming dari Amazon akan berhasil mengusik mereka? Saya tidak yakin. Google Stadia yang digadang-gadang akan memberikan impact serius saja sampai hari ini terlihat melempem dan adem ayem. Tapi kita lihat saja bagaimana ke depannya.