Seringkali kita melihat rombongan pejabat negara dengan mobil dinas yang beriringan dikawal polisi lalu lintas. Mereka terkesan terburu buru, harap maklum karena mereka melakukan tugas negara dari satu tempat ke tempat lain sehingga diperlukan gerak cepat. sehingga tidak jarang karena keadaan darurat mereka seringkali menerobos lampu merah ,namun tentunya sudah seizin pihak kepolisian.

Undang undang yang menjamin tindakan rombongan pejabat negara ini adalah pasal 134 UU LLAJ yang berisi Kendaraan pimpinan Lembaga Negara Republik Indonesia mempunyai hak untuk didahulukan dengan pengendara lainnya.

Stop Sri Sultan di tengah jalan, polisi ini malah naik pangkat

Sultan Hamengkubuwono IX

Stop Sri Sultan di tengah jalan, polisi ini malah naik pangkat

mobil milik Sultan Hamengkubuwono IX


Lantas apa yang terjadi bila seorang Polantas berani menilang pejabat negara setingkat menteri yang bahkan menjadi wakil presiden Indonesia ? apa yang terjadi dengan nasib Polantas itu ? penasaran ? oke khusus untuk pembaca Brilio,net disini akan menjelaskan lebih lanjut.

Dikisahkan sekitar tahun 60an Sri Sultan Hamengkubuwono IX yang saat itu merupakan Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta sekaligus Menteri Utama di era Presiden Soekarno. Saat itu tepatnya pukul 5.30 WIB di Pekalongan jalanan sudah mulai ramai dengan gagahnya Brigadir Polisi Royadin mengatur lalu lintas. Tiba tiba muncul sedan hitam yang melawan arus, dengan sigap Brigadi Polisi Royadi segera menyegat mobil itu dan meminta untuk menunjukkan surat kendaraan.

Namun betapa kagetnya Brigadir Polisi Royadi saat melihat si pengendara yang tidak lain Sri Sultan Hamengkubuwono IX. Kemudian dijelaskan oleh Brigadir Polisi Royadi bahwa Sri Sultan Hamengkubuwono IX telah melanggar verboden, agar percaya maka polisi itu mengajak Sri Sultan Hamengkubuwono IX untuk melihat tanda verboden. Namun Sri Sultan Hamengkubuwono IX menjawab Saya yang salah dan kamu yang benar jadi bagaimana ? maka Brigadir Polisi Royadi menilang Sri Sultan Hamengkubuwono IX. Setelah mendapatkan surat tilang segera Sri Sultan Hamengkubono IX melaju ke arah Kota Pekalongan.

Yang dibenak Brigadir Polisi Royadi saat itu adalah rasa heran karena Sri Sultan Hamengkubuwono IX sebagai pejabat tidak menggunakan kekuasaannya untuk menekan atau mengajak damai. Saat di kantor Brigadir Polisi Royadi dimarahi habis habisan oleh atasnnya sebab dianggap tidak punya unggah ungguh karena bagaimanapun juga selain pejabat Sri Sultan Hamengkubuwono IX adalah raja tanah Jawa. Maka Brigadir Polisi Royadi hanya bisa pasrah karena yang dia tahu hanya mengemban tugas saja.

Selang beberapa hari kemudian datang surat dari Sri Sultan Hamengkubuwono IX yang menyatakan agar Brigadi Polisi Royadi dipindah ke Yogyakarta dan pangkatnya dinaikkan satu tingkat. Hal ini dilakukan untuk apresiasi atas sikap ketegasan Brigadir Polisi Royadi yang tanpa pandang bulu melakukan tindakan tilang kepada pelanggar lalu lintas. Namun Brigadir Polisi Royadi memilih untuk tetap tinggal di Pekalongan sampai akhir hayatnya di tahun 2010 kemarin.