Judul : Raden Mandasia Si Pencuri Daging Sapi
Penulis : Yusi Avianto Pareanom
Penerbit : Banana
Cetakan Kedua Maret 2017
“Maut tak perlu ditantang, bila waktunya tiba ia pasti menang” (hlm 17)
Sampai hari ini hanya ada dua buku yang setelah saya baca, kemudian saya mengulangi untuk membaca lagi. Buku pertama Cantik itu Luka-nya Eka Kurniawan. Buku kedua, yang akan saya bahas ini, novel karya Yusi Avianto Pareanom yang kemudian memberikan banyak makna tentang membaca sebuah buku. Dua-duanya merupakan karya novel pertama dari masing-masing penulis tersebut.
Novel pertama Yusi, yang sebelumnya juga kita kenal telah menerbitkan buku kumpulan cerita seperti Rumah Kopi Singa Tertawa, kemudian Muslihat Musang Emas. Saya membaca tulisan Yusi karena cerita pendek yang saya baca di sebuah media online. Saya masih ingat bagaimana terbahaknya saya saat membaca cerpen Yusi dengan judul Penyakit-penyakit yang Mengundang Tawa. Pengalaman tersebut yang membuat saya tertarik dengan tulisan-tulisan Yusi.
Sementara saya belum memliki dua buku yang sudah ia rilis sebelumnya, saya memlulai dengan karya yang paling baru. Sama seperti biasanya saya membaca buku dari penulis lain, saya mulai dengan karya yang paling baru, kemudian mundur ke belakang mencari karya-karya lain. Sialnya dengan cara seperti ini adalah ketika menemukan buku berseri atau yang memiliki keterkaitan dengan buku sebelumnya. Seperti contohnya Tetralogi Buru Pramoedya yang malah saya mulai dari Rumah Kaca.
Ada sebuah babak dalam hidup yang harus kau yakini kebenarannya, meskipun itu sangat remeh temeh. Seperti misalnya kegemaran gila Raden Mandasia yang kerap mencuri daging sapi, sapi yang masih hidup, dikuliti di tempat dan yang diambil hanya bagian lulurnya. Raden Mandasia hanya akan mengambil bagian-bagian yang ia suka dan selalu meninggalkan koin mas seharga seekor sapi tersebut setelah mengambil yang ia inginkan tersebut. Tentu saja seharusnya tak merugikan pemilik sapi. Tapi pengertian mencuri tetaplah mengambil yang bukan hak kita.
Raden Mandasia adalah pangeran keduabelas kerajaan Gilingwesi yang seharusnya gampang saja mendapatkan daging sapi serupa itu. Koin emasnya lebih dari cukup untuk membeli berpuluh-puluh ekor sapi. Kebiasaan ganjil inilah yang kemudian menggiringnya pada malam celaka bersama seorang kawan baiknya bernama Sungu Lembu.
Kalau kalian ingin tahu sebenarnya tokoh utama dalam buku ini adalah Sungu Lembu, Raden Mandasia dan kisah-kisah pencurian daging sapi hanyalah salah satu babak kecil dalam cerita panjang buku ini. Bagaimana manisnya Yusi menipu saya lewat judul dan awal cerita tentu saja adalah hal lain.
Ini adalah kisah Panjang tentang rise and fall kerajaan Gilingwesi, tentang dendam kesumat dan keinginan balas dendam sungu lembu, tentang kisah cinta ajaib Sungu Lembu dan Nyai Manggis. Yusi menulis buku ini dengan semua humor serius dan disisipi beberapa cerita gasal lain. Khazanah cerita yang luas dan tentu saja membutuhkan waktu yang lama untuk menulis buku ini.
Pada halaman-halaman awal, cerita-cerita Yusi memang membuat ngiler. Hampir semua cara memasak daging sapi diceritakan Yusi disana, dari mulai disup sampai dibakar, disertai malam celaka saat Raden Mandasia dan Sungu Lembu tertangkap oleh kawanan prajurit selepas mencuri daging sapi di sebuah pada rumput di negeri jauh. Alur cerita dalam buku ini adalah maju-mundur atau mundur-maju, kesan itu juga yang membuat agak twist cerita. Kepiawaian Yusi menggarap cerita menjadi sangat penting karena ukuran halaman yang cukup tebal, diatas 400 halaman.
Tertangkapnya Sungu Lembu dan Raden Mandasia oleh kawanan prajurit yang diceritakan di awal ternyata adalah cerita yang hampir menggenapi ending. Setelahnya baru diceritakan bagaimana dendam Sungu Lembu berawal, pertemuannya dengan Nyai Manggis sang pemilik rumah judi dan cinta Sungu Lembu yang berapi-api kepada Nyai Manggis. Sekaligus menjadi pertemuannya dengan Raden Mandasia, ketika sang pangerang keduabelas itu berjudi dan membuat keributan dengan memertaruhkan gelang bahu kerajaan. Itulah yang mengawali petualangan heroik mereka ke negeri yang jauh yang disebut Gerbang Agung dengan tujuan mencegah peperangan besar terjadi.
Petualangan mereka sangat lama, berlayar berbulan-bulan. Beberapa cerita sangat konyol, seperti mereka berlari di gurun selama beberapa hari tanpa makan. Atau kemudian penyamaran mereka dengan memakai kulit Kasim u untuk menyusup ke kerajaan Gerbang Agung. Meskipun konyol dan kadang kurang bisa diterima akal, toh fiksi tetaplah fiksi dengan segala kontrol dari penulisnya. Buku ini memang layaknya dilabeli 18+ dengan bertebarannya Bahasa umpatan dan beberapa adegan-adegan dengan bumbu-bumbu dewasa. Sedikit banyak mungkin akan memengaruhi selera baca kalian di masa mendatang.