Pendidikan menjadi salah satu unsur penting dalam meningkatkan sumber daya manusia. Selain itu, pendidikan merupakan salah satu upaya untuk mewujudkan cita-cita bangsa yang dimuat dalam pembukaan UUD 1945. Menurut KBBI Daring Kemdikbud, pendidikan adalah proses pengubahan sikap atau tingkah laku seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan; proses, cara, dan perbuatan mendidik. Hal ini berperan penting dalam pembentukan generasi muda penerus bangsa, yang diharapkan bisa memajukan bangsa Indonesia suatu hari nanti.

Sejak setahun lalu Indonesia dihadapkan pandemi Covid-19 (Coronavirus Disease 2019). Virus ini ditemukan pertama kali di Kota Wuhan, Cina pada Desember 2019 lalu. Sedangkan di Indonesia virus ini masuk pada bulan Januari dan mengumumkan dua pasien positif pada bulan Maret 2020. Sejak saat itu pemerintah memberlakukan kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB), hal itu berdampak pada kegiatan di bidang ekonomi, pariwisata, transportasi, dan pendidikan. Sehingga, kegiatan tersebut harus diberhentikan sejenak. (alodokter.com)

Dalam situasi pandemi seperti sekarang ini, pemerintah daerah serta dinas pendidikan mengambil berbagai inisiatif untuk memitigasi krisis kesehatan, ekonomi, serta krisis pembelajaran. Banyak hal dan upaya yang dilakukan pemerintah untuk membuat anak-anak kembali bersekolah tatap muka dengan aman. Namun, dikarenakan situasi pandemi yang tak kunjung reda Kemdikbud mengeluarkan prinsip kebijakan pendidikan di masa pandemi Covid-19.

1. Kesehatan dan keselamatan peserta didik, pendidik, tenaga kependidikan, keluarga, dan masyarakat merupakan prioritas utama dalam menetapkan kebijakannya pembelajaran.

2. Tumbuh kembang peserta didik dan kondisi psikososial juga menjadi pertimbangan dalam pemenuhan layanan pendidikan selama masa pandemi Covid-19. (Nadiem Anwar Makarim, 2020)

Dari dua prinsip kebijakan tersebut diharapkan agar meminimalisir penularan virus serta menjaga peserta didik agar tetap mendapatkan pendidikan. Namun, semenjak pandemi melanda banyak anak yang harus putus sekolah. Menurut komisioner KPAI, Retno Listyarti dalam channel YouTube Metrotvnews pada Maret 2021. Hal yang menyebabkan anak putus sekolah di masa pandemi yaitu tidak mempunyai gadget/tidak mampu membeli kuota, menikah, bekerja, menunggak SPP, kecanduan game online dan meninggal dunia.

Dari data 2020 anak yang putus sekolah karena menikah mencapai 119 orang yang dikarenakan tidak memiliki akses untuk daring, sehingga memutuskan untuk menikah. Anak yang bekerja pun kasusnya cukup tinggi tetapi pihak sekolah dan guru memberi kesempatan kepada anak tersebut untuk memperbaiki nilai serta menyusul tugasnya sehingga tidak harus putus sekolah. Tetapi, untuk anak yang menunggak SPP hingga berbulan-bulan sampai dikeluarkan dari sekolah terjadi di beberapa daerah di Indonesia. Dari data yang didapat dari tahun 2020 ini sudah sangat menghawatirkan bagi sistem pendidikan di Indonesia. Sedangkan untuk data 2021, dari bulan Januari-Februari terdapat 33 anak yang menikah, 2 anak bekerja, menunggak SPP hingga berbulan-bulan cukup tinggi, dan 2 anak yang dikeluarkan dari sekolah karena kecanduan game online. (Retno listyarti, 2021)

Pihak KPAI dan pemerintah daerah akan terus berupaya agar angka anak putus sekolah tidak meninggi. Ada beberapa program yang dijalankan dalam pendidikan saat ini, yaitu bantuan kuota internet dan sistem Pembelajaran Tatap Muka (PTM) dan Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ). Sistem PTM dan PJJ ini dijalankan sebagai salah satu upaya untuk menjaga generasi muda tetap mendapatkan pendidikan, dengan tetap memprioritaskan protokol kesehatan. Setiap sekolah yang menjalankan sistem ini harus memasilitasi dan memantau anak didiknya agar selalu menerapkan protokol kesehatan, seperti menjaga jarak minimal 1 meter, memakai masker, menyediakan tempat mencuci tangan serta tidak membuat kerumunan.

Upaya tersebut diharapkan generasi penerus bangsa tetap mendapatkan pendidikan sehingga menjadi sumber daya manusia yang berkualitas dan dapat memajukan bangsa.